5 Fakta Pemilu Israel 2021: Akankah Dominasi Netanyahu Runtuh? 

"Siapa saja jadi Perdana Menteri, asal bukan Netanyahu"

Jakarta, IDN Times - Hasil exit poll sejumlah media Israel mengabarkan, koalisi Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu gagal memperoleh suara mayoritas. Blok politik yang terdiri dari Partai Likuid, Partai Shas, United Torah Judaism, dan Partai Relijius Zionis diprediksi gagal memperoleh 61 kursi parlemen, dari total 120 kursi, sebagai syarat minimal untuk membentuk pemerintahan.

Dikutip dari Anadolu Agency, Channel 13 memberitakan koalisi Likuid hanya memperoleh 54 dari 120 kursi. Sementara, kubu oposisi memperoleh 59 kursi. Adapun tujuh suara lainnya diamankan oleh Partai Yamina yang saat ini belum menentukan arah koalisi.

Berbeda dari laporan tersebut, Channel 12 mengabarkan bila kubu Netanyahu mendapatkan 53 kursi, sedangkan kubu oposisi memperoleh 59 kursi, dan Partai Yamina delapan kursi.

Dilansir dari Associated Press (AP), perhitungan suara hingga Rabu (24/3/2021) pagi waktu setempat, telah berlangsung hingga 87,5 persen, menyisakan 450 ribu surat suara yang belum masuk perhitungan. Komisi pemilihan telah mewanti-wanti perhitungan bisa memakan waktu lebih lama imbas sejumlah pembatasan di tengah pandemik COVID-19.

Lantas, bagaimana jadinya bila pemilu kali ini gagal menghasilkan suara mayoritas? Dilansir dari berbagai sumber, berikut simak 5 fakta seputar pemilu Israel 2021 yang telah dirangkum IDN Times.

Baca Juga: Profil Benjamin Netanyahu, dari Militer hingga PM Israel Terlama 

1. Netanyahu serukan oposisi untuk bermitra dengannya

5 Fakta Pemilu Israel 2021: Akankah Dominasi Netanyahu Runtuh? Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Sumber: twitter.com/netanyahu

Lelaki berusia 71 tahun itu menyadari ketidakmungkinan untuk memenangkan pemilu secara mutlak. Meski Likuid memperoleh suara paling banyak dibanding partai lainnya, yakni dengan mengamankan 31 kursi, Netanyahu memafhumi bila pemerintahan yang ia pimpin tidak akan berjalan mulus tanpa mengamankan suara mayoritas.

Partai Yamina yang dipimpin Naftali Bennet menjadi penentu untuk memutuskan kubu mana yang akan memenangkan pemilu. Sebelumnya, Bennet merupakan pendukung Netanyahu. Dia bahkan dipercaya menduduki sejumlah pos kabinet, seperti Menteri Pertahanan (2019-2020) dan Menteri Pendidikan (2015-2019).

Menjelang pemilu, Bennet justru menjadi kritikus pedas Netanyahu. Sekalipun Bennet mengalihkan dukungan kepada rivalnya itu, Netanyahu tetap gagal memperoleh suara mayoritas.

Atas dasar itulah lelaki kelahiran 21 Oktober 1949 tersebut enggan mengklaim kemenangan, bahkan meminta blok oposisi untuk bergandengan tangan dan menjadi mitra pemerintah.

“Saya mengulurkan tangan kepada semua anggota MK (Members of Knesset, istilah untuk parlemen Israel). Saya berharap semua orang percaya pada prinsip bahwa kita bertindak dengan cara yang sama. Bergabunglah dengan kami dalam pemerintahan ini. Dengan mayoritas ini, kami harus membangun pemerintahan Israel yang stabil,” kata Netanyahu, dikutip dari Times of Israel.

2. Israel bisa saja menjalani pemilu kelima

5 Fakta Pemilu Israel 2021: Akankah Dominasi Netanyahu Runtuh? Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis di Yerusalem, pada 16 Juni 2020. ANTARA FOTO/Debbie Hill/Pool via REUTERS

Israel saat ini berada pada krisis politik terburuk sepanjang sejarah. Bukan saja karena pandemik COVID-19 menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, tetapi juga untuk pertama kalinya pemilu terjadi dalam kurun waktu dua tahun.

Knesset ke-23, hasil dari pemilu ketiga yang diselenggarakan pada Maret 2020 harus, hanya berusia tujuh bulan berujung pembubaran karena gagal menyetujui anggaran hingga tenggat waktu yang ditentukan pada Desember 2020. Sesuai dengan konstitusi, pemilu otomatis dilakukan selama 90 hari sejak dibubarkannya Knesset, yang jatuh pada 23 Maret 2021.

Netanyahu mewanti-wanti, jika pemilu keempat tidak menghasilkan pemerintahan yang kuat dan stabil, maka besar kemungkinan masyarakat harus mengulang pemilu untuk kelima kalinya. Menurut PM terlama dalam sejarah Israel itu, pemilu yang terus-terusan semakin mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kinerje pemerintahan.

Jika pemilu kelima benar-benar berlangsung, maka Netanyahu praktis akan menjadi PM sementara. 

Baca Juga: Jaksa Agung Israel Mendakwa Netanyahu untuk Kasus Korupsi

3. Prinsip oposisi: Siapa saja asal bukan Netanyahu

5 Fakta Pemilu Israel 2021: Akankah Dominasi Netanyahu Runtuh? Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (www.twitter.com/@netanyahu)

Dilaporkan DW, polarisasi politik di Israel menghadirkan sentimen di kubu oposisi, siapapun dipersilahkan menjadi perdana menteri asal bukan Netanyahu. Partai yang tergabung dalam oposisi kebanyakan beraliran kanan atau tengah, mayoritas dipimpin oleh kandidat yang pernah menjadi menteri dalam pemerintahan Netanyahu.

Penantang yang paling menonjol adalah Yair Lapid, pemimpin dari Partai Yesh Atid. Lapid yang memimpin oposisi saat ini telah menjalani kampanye low-profile, strategi yang berbeda dengan Netanyahu. Dia lebih fokus pada restorasi demokrasi, pembenahan ekonomi, dan penanganan pandemik.

Jajak pendapat terakhir memproteksikan 18-20 kursi untuk Yesh Atid, mempertahankan posisinya sebagai partai terbesar kedua setelah Likud. Pekan lalu, Lapid memperingatkan masyarakat tentang peluang untuk membalikkan keadaan. Jika tidak, dia khawatir Israel akan dipimpin oleh seorang yang rasis, merujuk kepada Netanyahu.

"Masih ada sejumlah orang yang belum pernah memutuskan sebelumnya, sebanyak lebih dari 10 kursi. Mereka perlu tahu bahwa jika mereka tidak memilih Yesh Atid, maka kami (Israel) akan mendapat pemerintahan yang gelap, rasis, homofobia, pemeras. Pada akhirnya, kita membutuhkan kekuatan besar untuk membawa perubahan," seru Lapid.

4. Pro-kontra terhadap Netanyahu

5 Fakta Pemilu Israel 2021: Akankah Dominasi Netanyahu Runtuh? Polisi membawa pengunjuk rasa dari jalan saat mendemo tuduhan korupsi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan langkah pemerintahannya dalam menangani krisis penyakit virus corona (COVID-19), dekat kediaman Netanyahu di Yerusalem, Minggu (2/8/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Ronen Zvulun

Netanyahu didakwa dengan tiga pasal pidana berbeda, mulai dari penipuan, pelanggaran kepercayaan, dan penyuapan. Netanyahu dituding telah menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri, termasuk menerima gratifikasi, keinginan untuk memanipulasi informasi dengan membeli surat kabar, dan korupsi terkait pembelian kapal selam dari Jerman.

Melalui persidangan yang dilangsungkan pada Februari lalu, Netanyahu menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak bersalah.

Masyarakat juga sempat menggelar demonstrasi, bahkan di depan kediaman Netanyahu, menuntut keseriusan pemerintah dalam menangani pandemik. Kepemimpinannya juga disorot karena memprovokasi Amerika Serikat agar lebih tegas dalam kebijakan pengembangan nuklir di Iran.

Terlepas dari segala kontroversinya, Netanyahu dianggap berhasil mencuri simpati karena mampu mengamankan pasokan vaksin Prizer-BioNTech untuk seluruh warga. Israel bahkan mejadi role model sebagai negara yang sukses melakukan kampanye vaksinasi nasional.

“Beberapa orang bertanya kepada saya, Mengapa Anda tidak memilih perubahan? Untuk Yair Lapid atau Gideon Saar? Saya hanya menutup mata dan melihat apakah orang ini bisa memimpin negara. Saat saya menutup mata, saya melihat Netanyahu. Saya merasa lebih nyaman. Seperti di awal krisis virus corona, saya merasa bisa mengandalkannya. Lalu dia membeli vaksin, dia memilih hidup," kata warga bernama Nuriel Zarifi.

"Saya ingin melihat para politisi benar-benar melayani kami dan bukan untuk diri mereka sendiri. Ini pemilu keempat dan sepertinya bukan yang terakhir. Sepertinya ini tidak akan menjadi jawaban untuk apa pun," ujar Maya Rimer, menyiratkan harapan terhadap pemerintahan yang berbeda.

5. Sekilas seputar pemilu Israel

5 Fakta Pemilu Israel 2021: Akankah Dominasi Netanyahu Runtuh? PM Israel, Benjamin Netanyahu (kiri) bersama Menteri Perlindungan Lingkungan, Gila Gamliel (kanan) mengunjungi pantai Ashdod Minggu (21/2) (twitter.com/gilagamliel)

Mekanisme pemilihan PM Israel melibatkan masyarakat umum. Mereka diminta untuk memilih partai politik, tidak langsung memilih politikus. Tokoh yang memiliki kans besar untuk menjadi orang nomor satu di pemerintahan adalah para ketua atau pemimpin partai politik.

Pada dasarnya, 61 kursi cukup untuk mengamankan kursi PM. Namun, koalisi biasanya mencari suara sebanyak 65-66 kursi demi mengamankan jalannya pemerintahan.

CNN melansir, sehari setelah pemilu, setiap partai politik akan menemui presiden untuk menyarankan siapa yang layak menjadi PM. Presiden kemudian akan mengundang orang yang ditunjuk untuk membangun pemerintahan koalisi.

Pada titik inilah partai politik akan bernegosiasi, termasuk menawar siapa yang akan menduduki jabatan paling penting di kabinet Israel: menteri pertahanan, menteri keuangan dan luar negeri.

Partai yang memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu belum tentu akan menjadi PM berikutnya. Kunci pentingnya adalah kemampuan partai dan politisi untuk membuat penawaran tepat untuk membangun koalisi. 

Baca Juga: Gagal Tangani COVID-19, Kediaman Netanyahu Digeruduk Ribuan Demonstran

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya