Imbas Krisis Vaksin-Varian Delta, Kematian COVID-19 di Afrika Melonjak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kematian akibat pandemik COVID-19 di Afrika melonjak 43 persen dalam kurun sepekan. Hal itu disebabkan kurangnya tempat perawatan intensif, oksigen, serta minimnya vaksinasi.
WHO Afrika mencatat, kematian akibat COVID-19 naik menjadi 6.273 jiwa sepanjang 5-11 Juli 2021, dari pekan sebelumnya sekitar 4.384 orang.
“Kematian telah meningkat tajam selama lima minggu terakhir. Ini adalah tanda peringatan yang jelas bahwa rumah sakit di negara-negara yang paling terkena dampak mencapai titik puncaknya,” kata Direkur Regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti, melalui konferensi pers virtual sebagaimana diberitakan Al Jazeera.
Baca Juga: Afrika Selatan Terjunkan Militer untuk Atasi Kerusuhan
1. Varian Delta melumpuhkan fasilitas kesehatan di Afrika
Karakter virus varian Delta, yang pertama kali terdeteksi di India, memperburuk situasi krisis kesehatan di Afrika, karena memiliki daya penularan tinggi. Sejauh ini, varian Delat telah terdeteksi di 21 negara.
“Sistem kesehatan yang kekurangan sumber daya di negara-negara menghadapi kekurangan tenaga kesehatan, persediaan, peralatan, dan infrastruktur yang diperlukan untuk memberikan perawatan kepada pasien COVID-19 yang sakit parah,” katanya, berbicara dari Ibu Kota Kongo, Brazzaville.
Moeti menilai tingginya angka kematian kasus COVID-19 merupakan imbas kekurangan vaksin kronis. Di sisi lain, masyarakat mulai abai dengan protokol kesehatan, karena abai dengan sejumlah langkah pencegahan.
2. Ilmuwan khawatir varian Delta bermutasi di Afrika
Editor’s picks
Koresponen Al Jazeera dari Senegal, Nicolas Haque, mengatakan para ilmuwan mulai khawatir bila lonjakan infeksi di tengah minimnya kampanye vaksinasi di Afrika memicu lahirnya varian baru virus corona.
Saat ini, secara global varian Delta menyebabkan kasus harian hampir bertambah setengah juta setiap harinya.
“Itulah yang dipertaruhkan dengan vaksinasi di sini dan ada panggilan untuk lebih banyak vaksin yang datang ke benua itu.”
Afrika telah mencatat lebih dari enam juta kasus COVID-19, angka yang jauh lebih rendah dari pada benua lain. Tetapi, para ahli menilai apa yang terjadi di Afrika jauh lebih parah karena minimnya kapasitas pengujian dan penelusuran.
3. Afrika minta bantuan pendanaan dari World Bank
Secara terpisah, setelah pembicaraan dengan Bank Dunia pada Kamis (15/7/2021), para pemimpin Afrika meminta setidaknya 100 miliar dolar AS terkait komitmen dukungan keuangan pada akhir tahun, untuk membantu pemulihan ekonomi.
“Masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi krisis ini,” kata Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara, yang membuka pertemuan di Abidjan.
“Kurang dari 3 persen dari total populasi Afrika telah menerima dosis pertama vaksin, dibandingkan dengan sekitar 54 persen di Amerika Serikat dan Uni Eropa,” kata Ouattara.
Ketua Komisi Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat, menyerukan bantuan untuk merestrukturisasi utang negara-negara Afrika yang kesulitan. “(Saat ini negara-negara itu) menghadapi kebutuhan mendesak akan likuiditas untuk membeli vaksin dan meletakkan dasar-dasar pemulihan ekonomi,” terang Mahamat.
Pandemik COVID-19, sambung Mahamat, telah menyebabkan pengangguran di Afrika meningkat antara 25 dan 30 juta orang. Sementara 40 juta telah jatuh kembali ke dalam kemiskinan ekstrem.
Baca Juga: Prancis Tarik Pasukan dari Afrika Barat