Misa Natal di Taiwan: Lebih dari Merayakan Hari Kelahiran Kristus

Dihadiri sekitar 622 WNI dari berbagai Taipei

Taipei, IDN Times – Pukul 17.00 waktu Taipei, perayaan Misa Natal di Holy Church Family Taiwan dimulai. Pastor berjalan menuju altar. Diiringi doa yang dikemas dalam nada. Diselimuti dupa. Melangkah dengan khidmat, menundukkan diri di hadapan Sang Maha Kuasa.

Minggu, 25 Desember 2022 kehangatan gereja menaklukkan dinginnya Taipei. Ratusan jemaah yang hadir sore itu seakan lupa dengan suhu udara yang berada pada titik 12 derajat celcius. Bagi mereka yang tinggal jauh dari tanah kelahirannya, Natal tahun ini lebih dari sekadar merayakan Hari Kelahiran Yesus Kristus.

“Tahun ini menjadi momen untuk bersyukur, karena Misa bisa digelar bersama, sama seperti tahun lalu. Puji Tuhan juga karena umat semakin banyak sekarang,” kata Willy, warga negara Indonesia (WNI) merayakan Natalnya yang ke-11 di Taiwan.

“Karena seramai ini, saya seperti merayakan Natal di Indonesia, yang membedakan hanya gak ada keluarga saja,” tambah dia, yang pertama kali menginjakkan kaki ke Taiwan pada 2011.

Baca Juga: 15 Potret Umat Katolik Indonesia Rayakan Misa Natal di Taiwan

1. Pesan dari Pastor untuk umat Katolik Indonesia

Misa Natal di Taiwan: Lebih dari Merayakan Hari Kelahiran KristusSuasana perayaan misa Natal di Holy Church Family, Taipei, Taiwan (IDN Times/Vanny El Rahman)

Setibanya di altar Tuhan, setelah berdoa dan menyampaikan kalimat pujian, Pastor Fol Piluit pun menyampaikan homili. Sesekali dia melempar canda. Untuk menghangatkan dan mencairkan suasana.

“Saya tadi sudah izin untuk membuka masker di sini. Jadi wajah tampan saya terlihat,” katanya, disambut tawa dan senyum para jemaah.

Ada 722 jemaah dari seluruh Taiwan yang mendaftarkan diri untuk mengikuti Misa berbahasa Indonesia. Setelah acara, Misa sore itu dihadiri sekitar 620 jemaah. Mereka datang dari seluruh penjuru Taiwan, termasuk dari Taichung.

Senada dengan Paus Fransiskus, Pastor Fol Pluit berpesan agar para jemaah tidak menjadi umat Katolik yang serakah dan egois. Di tengah musim dingin, sang pastor pun mengajak para jemaah untuk membayangkan penderitaan umat Katolik Ukraina.

“Kita di sini mungkin bisa membayangkan, karena di sini juga musim dingin, bagaimana dinginnya di Ukraina tanpa pemanas,” kata dia, merujuk kepada rudal dan drone Rusia yang mulai menyasar infrastruktur energi.

“Semoga Natal tahun ini menjadi pintu perdamaian bagi warga Ukraina. Kabulkan ya Tuhan.”

“Aamiin,” sahut para jemaah.

2. Sejak 2017, umat Katolik Indonesia akhirnya bisa merayakan Natal dan Paskah di gereja bersama

Misa Natal di Taiwan: Lebih dari Merayakan Hari Kelahiran KristusSuasana perayaan misa Natal di Holy Church Family, Taipei, Taiwan (IDN Times/Vanny El Rahman)

Maret 2020, saat Taiwan pertama kali melaporkan kasus corona, seluruh kegiatan keagamaan pun dihentikan, termasuk misa. Sejurus kemudian, Misa digelar secara online. Barulah pada pertengahan 2021, ketika vaksinasi COVID-19 dimulai, kegiatan fisik tatap muka berangsur digelar kembali.

Willy, alumni National Taiwan University of Science and Technology (NTUST), sangat gembira karena tahun ini bisa merayakan Misa lagi secara langsung. Bahkan, dia menyebut jemaah pada Misa tahun ini adalah yang terbanyak sepanjang dia tergabung dalam komunitas Katolik Indonesia Taiwan (KITA).

“Kalau Natal yang spesial itu tahun lalu, karena setelah Misa online satu tahun, itu gak enak banget, akhirnya digelar lagi tatap muka. Tapi tahun ini menjadi momen untuk bersyukur karena Misa bisa digelar bersama, sama seperti tahun lalu,” kata Willy, yang sempat khawatir Misa online digelar kembali karena infeksi corona sempat melonjak di Taiwan pada Mei hingga November 2022.

Willy, yang pernah menjadi Ketua KITA pada 2013, mengungkap bahwa umat Katolik Indonesia di Taiwan baru bisa merayakan hari besar keagamaan di gereja sejak 2017. Sebelum itu, Misa Paskah ataupun Natal hanya digelar di ruangan yang hanya mampu menampung puluhan jemaah. Itupun berdesakan.

“Dulu Natal itu kita sewa aula yang kapasitasnya cuma 20 orang. Maksimal 40-lah itupun mepet-mepetan. Puji Tuhan, karena umat makin banyak, akhirnya kita di-notice oleh gereja Taiwan. Jadi sejak 2017 kita bisa merayakan Paskah dan Natal berbahasa Indonesia di gereja. Tahun lalu ada 500-an orang yang ikut Misa, sekarang ada 600-an, ini yang terbanyak,” tutur Willy.

“Cuma jadwalnya gak bisa sama seperti mereka (umat Katolik di Taiwan). Untuk jadwal kalau gak malam, ya sore sekalian,” sambungnya.

Baca Juga: Mau ke Taiwan Jelang Liburan Natal dan Tahun Baru, Ini Prosedurnya!

3. Ramah-tamah menutup perayaan Misa Natal

Misa Natal di Taiwan: Lebih dari Merayakan Hari Kelahiran KristusSuasana perayaan misa Natal di Holy Church Family, Taipei, Taiwan (IDN Times/Vanny El Rahman)

Setelah doa, pujian kepada Tuhan, dan homili tuntas, Pastor Fol Piluit pun memimpin pemberian komuni. Sontak para jemaah berdiri untuk berbaris. Ada empat rohaniawan yang bertugas untuk pemberian komuni.

Seluruh rangkaian Misa kelar sekitar pukul 18.30. Sebelum meninggalkan gereja, para pastor pun jemaah untuk berfoto bersama. Kemudian acara ditutup dengan ramah tamah.

Kerinduan terhadap Indonesia malam itu seketika terobati, dengan nasi kuning, daging, ayam goreng, dan bihun yang menjadi tentengan sepulang dari gereja. Kehangatan kian terasa ketika para jemaah saling bertegur sapa, berpelukan, dan mengucapkan “Selamat Natal”, “Merry Christmas”, atau “聖誕節快樂”

Reuni singkat terjadi di Gereja Holy Church Family. Ada jemaah yang berfoto dengan pastor, mengabadikan momen dengan aksesori serta pernak-pernik Natal, ada pula yang berfoto dengan koleganya. Mereka seakan benar-benar lupa dengan udara dingin Taiwan.

 “Kalau gak ada keluarga, pasti vibes Natal jadi beda ya. Makanya kita mencoba mendekatkan diri dengan yang lain. KITA akhirnya menjadi pengganti keluarga yang ktia rindukan. Mereka itulah keluarga kita, dan saya, di Taiwan sini,” tutur Willy.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya