UNHCR: 3 Juta Orang Tinggalkan Rumah Selama 2020

Mereka pergi akibat perang sipil hingga pelanggaran HAM

Jakarta, IDN Times - Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) merilis laporan yang mengungkap 3 juta orang terpaksa meninggalkan rumah pada 2020 akibat perang sipil, kekerasan, penganiayaan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kejadian itu memperburuk penanganan pandemik COVID-19 yang mengharuskan orang-orang berdiam diri di rumah.

Dalam laporan Global Trends terbaru, UNHCR mengatakan jumlah kumulatif orang terlantar di dunia naik menjadi 82,4 juta orang.

Komisaris UNHCR Filippo Grandi menuturkan, konflik sipil dan dampak dari perubahan iklim di banyak negara Afrika, termasuk Mozambik, Ethiopia, dan wilayah Sahel Afrika adalah penyebab utama tingginya pengungsi pada 2020.

Baca Juga: PBB: 350 Ribu Orang di Tigray Mengalami Kelaparan

1. Konflik di Suriah dan Afganistan menjadi penyumbang terbesar bagi pengungsi global

UNHCR: 3 Juta Orang Tinggalkan Rumah Selama 2020ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Konflik berkepanjangan, yang berlarut selama hampir sembilan tahun, seperti di Suriah dan Afganistan juga memaksa orang-orang untuk mencari tempat tinggal baru. Peristiwa itu pula yang mendominasi akumulasi angka pengungsi dunia.

“Dalam satu tahun ketika kami semua dikurung di rumah kami, di komunitas kami, di kota kami, hampir 3 juta orang harus benar-benar meninggalkan rumah karena tidak punya pilihan lain,” kata Grandi sebagaimana dikutip AP, Jumat (18/6/2021).

“Perang, kekerasan, diskriminasi, terus berlanjut selama pandemik. COVID-19 tidak menjadi penyebab utama seseorang melarikan diri,” tambah dia.

Baca Juga: Perjuangkan Papua, Sukarno dan Diplomat RI Sering Dilecehkan di PBB 

2. Sekitar 1 juta bayi lahir di pengungsian pada 2018-2020

UNHCR: 3 Juta Orang Tinggalkan Rumah Selama 2020Ilustrasi Penampungan Pengungsi (IDN Times/Mardya Shakti)

UNHCR mengatakan 1 persen dari seluruh umat manusia sekarang mengungsi dan ada dua kali lebih banyak orang yang dipindahkan secara paksa, jika dibandingkan satu dekade lalu. Sekitar 42 persen dari mereka berusia di bawah 18 tahun dan hampir 1 juta bayi lahir sebagai pengungsi antara 2018-2020.

“Banyak dari mereka mungkin tetap menjadi pengungsi selama bertahun-tahun yang akan datang,” kata laporan badan tersebut.

UNHCR, yang bermarkas di Jenewa, menyampaikan bahwa 99 dari lebih dari 160 negara yang menutup perbatasannya karena virus corona tidak membuat pengecualian bagi orang yang mencari perlindungan sebagai pengungsi atau pencari suaka.

Grandi mengakui permasalahan pengungsi saat ini adalah banyak dari mereka yang ingin bertaruh mencari suaka ke luar negeri ketika pandemik telah berakhir.

3. Alarm bagi komunitas internasional

UNHCR: 3 Juta Orang Tinggalkan Rumah Selama 2020Pengungsi etnis Rohingya berada dalam tenda yang dibangun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Timur di Pulau Idaman, pesisir Pantai Kuala Simpang Ulim, Aceh Timur, Aceh, Sabtu (5/6/2021). Saat ini 81 pengungsi itu dibawa ke Kota Medan. (ANTARA FOTO/Irwansyah)

Di antara sumber pengungsi baru-baru ini, Grandi mengatakan ratusan ribu orang baru mengungsi di Mozambik dan Sahel tahun lalu, dan hingga 1 juta orang dalam konflik Tigray yang dimulai pada Oktober.

“Saya khawatir jika komunitas internasional tidak dapat menghentikan konflik ini, kita akan terus melihat peningkatan jumlahnya,” katanya.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa pada akhir 2020 ada 5,7 juta warga Palestina, 3,9 juta warga Venezuela, dan tambahan 20,7 juta pengungsi dari berbagai negara lain yang mengungsi ke luar negeri. Sebanyak 48 juta orang lainnya menjadi pengungsi internal di negara mereka sendiri. Sekitar 4,1 juta lebih mencari suaka.

CEO Komite Penyelamatan Internasional David Miliband mengatakan, penghitungan UNHCR harus menjadi seruan untuk membangunkan komunitas internasional.

Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Norwegia, Jan Egeland, mengecam kegagalan epik kemanusiaan dan mengatakan lebih banyak orang yang bergerak hari ini daripada kapan pun selama Perang Dunia II.

“Mayoritas orang yang melarikan diri hari ini sedang bergerak karena konflik buatan manusia. Yang kurang adalah kemauan politik dan kepemimpinan untuk mengakhiri perang ini,” tutup dia.

Baca Juga: Disepakati! PBB Akan Selidiki Pelanggaran di Konflik Israel-Palestina

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya