WHO: Kami Tidak Anjurkan Lockdown, Membuat Orang Makin Miskin

Lockdown bukan satu-satunya cara tangani COVID-19 kata WHO

Jakarta, IDN Times - Pejabat Badan Kesehatan Dunia (WHO), David Nabarro, memperingatkan para pemimpin negara agar tidak mengandalkan karantina wilayah atau lockdown sebagai satu-satunya cara menangani pandemik COVID-19.
 
Imbauan itu diserukan WHO setelah melihat dampak lockdown terhadap ekonomi.
l
“Kami di Organisasi Kesehatan Dunia tidak menganjurkan penguncian sebagai cara utama pengendalian virus ini,” kata Nabarro sebagaimana dilansir dari New York Post, Senin (12/10/2020).

1. Lockdown membuat jurang kemiskinan semakin lebar

WHO: Kami Tidak Anjurkan Lockdown, Membuat Orang Makin MiskinIlustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Di antara dampak ekonomi yang dimaksud adalah melebarnya jurang kemiskinan. Lockdown menyebabkan beberapa sektor pekerjaan dihentikan, sehingga masyarakat kehilangan pendapatan.
 
"Penguncian hanya memiliki satu konsekuensi yang tidak boleh Anda remehkan, dan itu membuat orang miskin menjadi semakin miskin," jelas dia.
 

Baca Juga: Warga Madrid Protes, Menganggap Kebijakan Lockdown Tidak Adil

2. Negara kecil yang paling dirugikan oleh lockdown

WHO: Kami Tidak Anjurkan Lockdown, Membuat Orang Makin MiskinPekerja migran di India membawa anaknya yang tidak dapat makanan karena kena lockdown ( ANTARA FOTO/REUTERS/Rupak De Chowdhuri)

Secara spesifik, Nabarro menyebut negara kecil dan negara yang bergantung pada pariwisata sebagai pihak yang dirugikan oleh lockdown.
 
“Lihat saja apa yang terjadi pada industri pariwisata di Karibia, misalnya, atau di Pasifik karena orang-orang tidak berlibur. Lihat yang terjadi pada petani kecil di seluruh dunia. Lihat apa yang terjadi pada tingkat kemiskinan. Tampaknya kita mungkin memiliki dua kali lipat kemiskinan dunia pada tahun depan,” bebernya.
 

3. Lockdown hanya untuk mempersiapkan logistik “perang”

WHO: Kami Tidak Anjurkan Lockdown, Membuat Orang Makin MiskinIlustrasi lockdown (IDN Times/Arief Rahmat)

Nabarro melanjutkan, esensi dari lockdown adalah negara mempersiapkan diri untuk menangani COVID-19 saat infrastruktur kesehatan mulai roboh atau tenaga kesehatan mulai lelah.  
 
“Kami yakin bahwa lockdown dapat dibenarkan adalah untuk memberi Anda waktu untuk mengatur ulang, menyusun kembali, menyeimbangkan kembali sumber daya Anda. tetapi pada umumnya, kami lebih suka tidak melakukannya,” papar dia.
 

4. WHO pernah ingatkan untuk tidak mencabut lockdown buru-buru

WHO: Kami Tidak Anjurkan Lockdown, Membuat Orang Makin MiskinDirektur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto diambil dari media sosial. twitter.com/DrTedros

Diberitakan sebelumnya, WHO sempat memperingatkan pemimpin negara supaya tidak buru-buru mencabut perintah lockdown. Banyak kegiatan yang telah diizinkan beroperasi kembali namun hanya melahirkan klaster-klaster baru.
 
“Hal terakhir yang dibutuhkan negara mana pun adalah membuka sekolah dan bisnis, hanya untuk dipaksa menutupnya lagi karena kenaikan (jumlah kasus COVID-19),” kata Dirjen WHO, Terdros Adhanom Ghebreyesus.
 
Mantan Menteri Kesehatan Ethiopia itu menyarankan langkah lain, seperti peningkatan kapasitas pengujian dan penggalakan pelacakan kontak, sehingga aktivitas ekonomi bisa beroperasi kembali dengan nyaman.
 
“Kita perlu mencapai situasi yang berkelanjutan di mana kita memiliki kendali yang memadai terhadap virus ini tanpa mematikan hidup kita sepenuhnya, atau beralih dari lockdown ke lockdown (lainnya),” ujar dia.

Baca Juga: Tekan COVID-19 Jokowi Minta Daerah Terapkan Mini Lockdown, Apa Itu?

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya