Kisah Nelayan Filipina Dikejar Penjaga Pantai China: Saya Tertawa

Nelayan Filipina tetap memancing di wilayah sengketa China

Jakarta, IDN Times – Deruan mesin tiba-tiba terdengar dengan keras. Nelayan asal Filipina bernama Arnel Satam mulai menyalakan mesin perahunya dan bersiap berlayar menuju perairan dangkal Scarborough Shoal di Laut Cina Selatan yang disengketakan.

Di lokasi itu, ia biasanya mencari ikan, namun di tempat itu pula ia harus merasakan kejar-kejaran dengan penjaga pantai China. Dalam kejar-kejaran di laut lepas yang berlangsung beberapa menit, Satam mencoba dengan sia-sia untuk memacu perahunya lebih cepat dari speedboat China.

Dia berharap bisa menyelinap ke dalam lingkaran terumbu karang yang dikuasai Beijing, di mana ikan lebih melimpah.

"Saya ingin memancing di sana," kata Satam, 54 tahun, kepada wartawan sambil berdiri tanpa alas kaki di atas cadik biru mudanya yang berlambang S.

Para nelayan Filipina sangat mengeluhkan tindakan China di Scarborough Shoal yang telah merampas sumber pendapatan utama mereka dan tempat berlindung yang aman saat terjadi badai.

"Saya sering melakukan hal ini. Mereka sudah mengejar saya hari ini," katanya, seraya menambahkan bahwa speedboat penjaga pantai China telah menabrak kapalnya.

"Aku hanya menertawakan mereka," imbuhnya, sebagaimana diberitakan oleh Channel News Asia.

Pengejaran pada Jumat (22/9/2023) itu disaksikan langsung oleh jurnalis AFP di atas kapal Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan Filipina BRP Datu Bankaw, yang mengirimkan makanan, air dan bahan bakar kepada nelayan Filipina di lokasi yang disengketakan itu.

Baca Juga: Presiden Filipina Dorong ASEAN Tanggapi China soal Laut China Selatan

1. Klaim China

Kisah Nelayan Filipina Dikejar Penjaga Pantai China: Saya TertawaSubi Reef buatan China dengan pangkalan militernya di Laut China Selatan terlihat dari pesawat Angkatan Udara Filipina. (th.usembassy.gov)

Scarborough Shoal terletak 240 kilometer sebelah barat pulau utama Luzon di Filipina dan hampir 900 kilometer dari daratan utama terdekat China, Hainan.

Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982, negara-negara mempunyai yurisdiksi atas sumber daya alam dalam radius sekitar 370 kilometer dari pantai mereka.

Namun China yang berada jauh di luar ketetapan UNCLOS 1982 itu mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut Cina Selatan, dan merebut kendali Scarborough Shoal dari Filipina pada tahun 2012.

Sejak itu, mereka telah mengerahkan penjaga pantai dan kapal-kapal lain untuk memblokir atau membatasi akses ke daerah penangkapan ikan yang telah dimanfaatkan oleh banyak generasi masyarakat Filipina.

Para pejabat Filipina juga menuduh penjaga pantai China memasang penghalang terapung sepanjang 300 meter di pintu masuk perairan dangkal tersebut sesaat sebelum BRP Datu Bankaw tiba.

“Penghalang sementara ini mencegah kapal nelayan Filipina memasuki perairan dangkal tersebut dan menghalangi aktivitas penangkapan ikan serta mata pencaharian mereka," kata penjaga pantai Filipina dan biro perikanan dalam pernyataan bersama.

Baca Juga: Filipina Murka China Pasang Penghalang di Laut China Selatan

2. Misi persediaan

Kisah Nelayan Filipina Dikejar Penjaga Pantai China: Saya TertawaPersonel penjaga pantai Filipina sedang mengamati armada milik China di daerah Sabina Shoal, Kepulauan Spratly, Laut China Selatan pada 27 April 2021. (Facebook.com/Philippines Coast Guard)

BRP Datu Bankaw memerlukan waktu 18 jam untuk menempuh perjalanan lebih dari 300 kilometer ke Scarborough Shoal dari pelabuhan di Teluk Manila. Lebih dari 50 kapal penangkap ikan cadik kayu, yang oleh orang Filipina disebut sebagai perahu induk, sedang beroperasi di perairan dalam di luar dangkalan ketika kapal Filipina membuang sauh pada Rabu lalu.

Beberapa ABK yang sudah berada di sana selama dua minggu sudah menggunakan jaring, tali pancing, dan tombak untuk menangkap ikan tuna, kerapu, dan kakap merah.

Untuk memungkinkan mereka bertahan di laut lebih lama dan menangkap lebih banyak ikan, Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan melakukan misi pasokan rutin. Namun empat kapal penjaga pantai China terus berpatroli di perairan, meminta BRP Datu Bankaw dan nelayan Filipina agar menjauh dari perairan dangkal tersebut.

Suara operator radio penjaga pantai China bergema di gelombang udara sebanyak 15 kali, memerintahkan BRP Datu Bankaw untuk segera meninggalkan wilayah yang diklaim China. Instruksi tersebut diulangi dalam bahasa Inggris pada papan pesan digital yang bergulir di salah satu kapal penjaga pantai China.

Tidak terpengaruh oleh peringatan tersebut, 12 awak BRP Datu Bankaw tetap membagikan 60 ton bahan bakar dalam bentuk jerigen plastik biru kepada kapal-kapal nelayan, serta paket makanan bagi mereka yang kekurangan perbekalan.

Perbekalan yang diberikan gratis kepada para nelayan, namun ada juga yang menunjukkan rasa terima kasihnya dengan memberikan bak ikan segar yang baru ditangkap kepada awak BRP Datu Bankaw.

“Kami sangat berterima kasih atas bantuan ini,” kata Johnny Arpon, berumur 53, yang kapalnya Janica sepanjang 10 meter tiba di perairan dangkal tepat waktu untuk membeli solar tambahan.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah Filipina dengan mengerahkan nelayan ke wilayah yang disengketakan adalah sebuah upaya nyata untuk mempertahankan wilayah itu. Merujuk pada tulisan James Kraska dan Michael Monti dalam Stockton Center for the Study of International Law (2015), bentuk tindakan seperti itu banyak dilakukan oleh negara yang mengalami sengketa di wilayah laut.

China adalah salah satu negara yang juga membentuk The Hybrid Civilian-Naval Forces yang melibatkan nelayan untuk menjaga wilayah lautnya. Bahkan Bakamla di Indonesia juga ikut membentuk Nelayan Nasional Indonesia (NNI) dan Relawan Penjaga Laut (Rapala) untuk terlibat menjaga wilayah di Natuna Utara.

3. Membenci China

Kisah Nelayan Filipina Dikejar Penjaga Pantai China: Saya TertawaBendera China (Unsplash.com/aboodi vesakaran)

Beberapa nelayan Filipina berkerumun di sekitar BRP Bankaw dengan menggunakan cadik kecil untuk menerima perbekalan, dan naik ke kapal untuk makan makanan ringan dan minum air segar. Mereka mengatakan kepada wartawan bahwa mereka pernah dikejar dan ditembak meriam air oleh kapal-kapal China. Seringkali bahkan jangkar mereka dipotong.

“Mereka harus mengembalikannya kepada kami karena ini milik kami. Mereka harus meninggalkan tempat ini,” kata Nonoy de los Reyes, mengacu pada Scarborough Shoal.

Setelah puluhan tahun penangkapan ikan yang berlebihan di negara-negara sekitar perairan tersebut, masyarakat harus perlu waktu lebih lama menangkap ikan di laut untuk menutupi biaya kebutuhan mereka. Pemblokiran perairan dangkal oleh China telah membuat situasi semakin sulit dan para nelayan mengatakan mereka membenci China karena hal itu.

“Kami hampir tidak mendapat hasil tangkapan jadi kami mungkin harus tinggal dua minggu lagi,” kata Alex del Campo, yang sudah menghabiskan lebih dari seminggu di laut.

Sehari sebelumnya, del Campo dan dua nelayan lainnya telah berani mencoba memasuki perairan dangkal tersebut dengan perahu kecil mereka, namun diusir oleh personel penjaga pantai China dengan perahu karet berlambung kaku.

“Kami tidak berdaya karena mereka bersenjata dan hanya ada satu nelayan di tiga kapal kami. Jika mereka menabrak dan menenggelamkan perahu kami, siapa yang akan menyelamatkan kami?” kata del Campo.

Baca Juga: Filipina-China Sepakat Atasi Konflik Laut China Selatan 

Zidan Patrio Photo Verified Writer Zidan Patrio

patrio.zidan@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya