Protes Pecah di Sudan, Minta Militer Keluar dari Politik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ratusan ribu orang berbaris ke istana kepresidenan di ibu kota Sudan, Khartoum, untuk menolak kudeta militer 25 Oktober lalu. Petugas keamanan menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan massa, kata koresponden Al Jazeera yang melaporkan langsung dari ibu kota, pada Minggu (19/12/2021).
Protes pada hari Minggu adalah yang terbaru dari serangkaian demonstrasi yang terus berlanjut bahkan setelah pengangkatan kembali perdana menteri. Demonstrasi juga berlangsung di kota-kota lain di seluruh negeri untuk menandai ulang tahun ketiga protes penggulingan Presiden lama Omar Al-Bashir.
Protes telah terjadi sejak aksi kudeta pada akhir Oktober lalu. Demonstrasi dari kelompok pro-demokrasi menuntut militer mundur dari kekuasaan menyusul gelombang ketidakpercayaan terhadap militer.
Kendati demikian, militer telah mengembalikan kekuasaan ke pemerintahan sipil pada November lalu.
1. Demonstran minta militer keluar dari politik
Melansir Reuters, protes terhadap kudeta terus berlanjut bahkan setelah pengangkatan kembali perdana menteri bulan lalu, dengan para demonstran menuntut tidak ada lagi keterlibatan militer sama sekali dalam pemerintahan dalam transisi menuju pemilihan umum yang bebas.
Demonstran berbaris di jalan utama menuju istana, meneriakkan "rakyat lebih kuat dan tidak mungkin mundur". Mereka menyebar di beberapa jalan lainnya untuk menghindari tembakan gas air mata.
Beberapa pengunjuk rasa berhasil mencapai gerbang istana dan penyelenggara protes meminta lebih banyak orang untuk bergabung dalam aksi duduk yang direncanakan di sana setelah matahari terbenam, namun petugas keamanan tetap memaksa mereka untuk bubar.
2. Sejumlah besar orang terluka
Menurut kementerian kesehatan Sudan, di Khartoum, sekitar 123 orang terluka terutama di kota kembarnya Bahri dan Omdurman, dan kota timur Kassala. Tidak ada pernyataan langsung dari pihak keamanan.
Petugas medis yang berafiliasi dengan gerakan protes menuduh pasukan keamanan dalam sebuah pernyataan menggunakan peluru tajam dan gas air mata berat untuk membubarkan aksi duduk, menyerang pengunjuk rasa dan mencuri properti pribadi mereka. Mereka juga menuduh mereka mengepung rumah sakit dan menembakkan gas air mata ke pintu masuk.
Meskipun pasukan keamanan memblokir jembatan di atas sungai Nil ke ibu kota pada Minggu pagi, pengunjuk rasa dapat menyeberangi jembatan yang menghubungkan kota Omdurman ke pusat Khartoum. Saksi mata Reuters juga menyaksikan pengunjuk rasa menyeberangi jembatan dari Bahri, utara Khartoum, ke ibu kota.
Editor’s picks
Gambar yang dibagikan di media sosial menunjukkan protes terjadi di beberapa kota lain termasuk Port Sudan, El-Deain, Madani dan Kassala.
Baca Juga: Militer Sudan: Keluar dari Politik Usai Pemilu 2023
3. Kedua pihak sama-sama memblokir jalan
Pada Minggu pagi, pasukan gabungan dan Pasukan Pendukung Cepat paramiliter menutup jalan-jalan utama menuju bandara dan markas besar tentara. Mereka dikerahkan secara besar-besaran di sekitar istana presiden.
Para pengunjuk rasa juga memblokir jalan-jalan menuju rute utama pawai. Beberapa membawa bendera Sudan dan foto pengunjuk rasa yang tewas dalam demonstrasi dalam beberapa bulan terakhir.
Yang lain membagikan masker untuk mencegah penyebaran COVID-19 dan membawa tandu untuk mengantisipasi orang yang terluka. Sejak kudeta pada Oktober lalu, Komite Sentral Dokter Sudan mengatakan 45 orang telah tewas dalam tindakan keras terhadap pengunjuk rasa.
Partai politik militer dan sipil yang dikenal sebagai Pasukan Koalisi Kebebasan dan Perubahan (FFC) telah berbagi kekuasaan sejak penggulingan Bashir. Namun kesepakatan untuk mengembalikan Hamdok membuat marah para pengunjuk rasa, yang sebelumnya melihatnya sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan militer dan mengecam kesepakatannya dengan militer sebagai bentuk pengkhianatan.
Partai sipil, dan komite perlawanan lingkungan yang telah mengorganisir beberapa protes massa, menuntut penyelenggaraan pemerintahan sipil secara penuh di bawah slogan "tidak ada negosiasi, tidak ada kemitraan, tidak ada legitimasi."
4. Akan terus mengadakan protes
Dalam sebuah pernyataan, FFC mendukung seruan komite perlawanan untuk aksi duduk, pemogokan, dan protes lebih lanjut, yang dijadwalkan pada 25 Desember dan 30 Desember.
"Kami menyerukan kepada rakyat untuk terus meningkatkan perlawanan mereka terhadap kudeta sampai kekuasaan diserahkan kepada rakyat," kata FFC, seraya menuduh pasukan keamanan menggunakan kekuatan yang berlebihan.
Pada Sabtu malam dan Minggu dini hari, saksi mata menuturkan orang-orang tiba dengan konvoi bus dari negara bagian lain, termasuk Kordofan Utara dan Gezira, untuk bergabung dalam protes di Khartoum.
Baca Juga: Militer Janji Alihkan Sudan Sepenuhnya ke Pemerintahan Sipil
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.