TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[OPINI] Apa yang Konstitusional dari 'Jihad Konstitusional' Habib Rizieq?

Mari kita telaah...

bbc.com

Mungkin ada sebagian orang yang menjerit dalam hati ketika membaca judul di atas. "Kenapa harus Habib Rizieq lagi?!" Saya pun merasa kecut ketika menulis ini. Bukan karena dia Habib Rizieq, tapi karena apa yang dilakukannya tidak mungkin ditepikan begitu saja.

Setelah melakukan demo besar-besaran untuk meminta Polri menangkap Ahok atas dugaan penistaan agama pada 14 Oktober 2016 lalu, tanggal 4 November mendatang Habib Rizieq akan melakukan apa yang dia dan kelompoknya sebut sebagai 'Jihad Konstitutional'.

Ini bisa jadi merupakan sebuah istilah baru yang dipopulerkan oleh Rizieq untuk merayu masyarakat agar ikut berteriak meminta penangkapan cagub yang diusung oleh PDI Perjuangan tersebut. Rasa ingin tahu saya tergelitik ketika membaca poster 'Seruan Jihad Konstitusional' yang diunggah di situs pribadi sang habib yang terhormat. Saya membatin, "Apa itu 'Jihad Konstitusional'?"

Baca Juga: Setelah Ancaman Pembunuhan Dianggap Gertakan, Kini Polisi Persilakan Ahok Tuntut Habib Rizieq

Narasi baru bahwa Ahok juga melanggar hukum.

Iwan Setiawan/Kompas

Awal mulanya tentu setelah Ahok mengutip Surat Al Maidah ketika sedang mengunjungi Kepulauan Seribu. Seketika itu ada beberapa pihak yang merasa Ahok menistakan agama dan umat Islam. Bahkan, MUI pun tidak ketinggalan memberikan fatwa untuk mengesankan Ahok memang menghina Al Quran dan kaum Muslim.

Pada awalnya memang hanya narasi ini yang diunggulkan oleh Rizieq dan kelompok yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI. Namun, pada protes jilid II yang mereka rencanakan terjadi pada 4 November mendatang, ada sebuah narasi baru bahwa Ahok tidak hanya menistakan Islam, tapi juga melanggar hukum.

Oleh karena itu Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI membawa-bawa konstitusi di dalam protes mereka. Bahkan, seperti dalam poster, Rizieq seolah ingin menolak sangkaan bahwa dirinya ingin melakukan serangan ad hominem terhadap Ahok atau mempolitisasi Pilkada DKI Jakarta. Selain itu, barangkali dia dan kelompoknya juga merasa perlu meyakinkan sebanyak mungkin orang yang sebelumnya tidak tersentuh oleh isu agama bahwa Ahok mengancam NKRI.

Narasi tersebut tidak valid.

mojok.co

Polri memang mengizinkan adanya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan pada 14 Oktober lalu dan 4 November mendatang. Tidak ada yang keliru dengan ini sebab negara menjamin kebebasan berpendapat. Meski kemudian aparat sendiri buktinya merasa was-was kalau demonstrasi akan berubah menjadi tindakan anarkistis di mana massa tidak mengindahkan aturan-aturan protes. Buktinya Polri dan TNI mengeluarkan surat perintah Siaga 1 menjelang demonstrasi 4 November.

Di sisi lain Polri juga tidak menahan Ahok karena memang belum ada bukti yang menguatkan sangkaan bahwa dirinya melakukan penistaan agama, apalagi melanggar konstitusi. Ahok sendiri sudah mendatangi Polri agar segera diperiksa. Tentu saja fakta-fakta ini tidak digubris oleh anggota Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI. Mereka tetap bersikeras bahwa Ahok menghina Islam dan melanggar hukum. Bagi sang junjungan yang sangat mencintai Islam, agama yang mengajarkan cinta kasih, permintaan maaf saja tidak cukup.

'Jihad Konstitusional' menggiring opini bahwa Polri dan Presiden melindungi Ahok meski bersalah. Di situs pribadi Rizieq, nuansa ini sangat mudah ditemukan. Misalnya, dirinya meminta Polri menangkap Ahok dulu, baru kemudian diproses. Rizieq juga menuduh Polri menjadi jubir si cagub. Ini membuktikan bahwa pemimpin FPI ini telah membuat sebuah tuduhan tidak berdasar serta tidak menghormati proses hukum yang berlaku.

Baca Juga: [OPINI] Mempertanyakan Solidnya NKRI, Kenapa Masih Sering Demo?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya