Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Konsekuensi Membiarkan Presiden Memerintah Kurang Pakai Akal Sehat

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (x.com/WhiteHouse)
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (x.com/WhiteHouse)
Intinya sih...
  • Presiden Trump melancarkan serangan bom di pusat pengembangan tenaga nuklir Iran tanpa persetujuan Kongres
  • Klaim suksesnya operasi tersebut tanpa bukti yang jelas, sementara Iran berhasil menyerang basis AS di Bahrain dan Qatar
  • Tindakan ini mengakibatkan ketidakstabilan di kawasan, penutupan Selat Hormuz, dan berdampak pada impor energi Indonesia

Saya ingin menceritakan lebih lanjut kekacauan yang ditimbulkan gegara keputusan sembrono yang dilakukan Presiden Donald Trump untuk menjatuhkan bom di sejumlah pusat pengembangan tenaga nuklir Iran di Fordo, Natanz dan Isfahan, yang diklaim sebagai operasi yang sukses. AS mengklaim semua pesawat kembali dengan selamat ke pangkalan. Hampir segera setelahnya Iran berhasil menyerang basis AS di Bahrain dan Qatar yang menimbulkan kerusakan besar.

Yang paling aneh dari penyerangan AS adalah serangan dilakukan bukan karena balasan atas penyerangan ataupun adanya bahaya terhadap basis AS. Serangan dilancarkan hanya berdasar atas pembicaraan antara Presiden Trump dengan PM Netanyahu dan sedikit briefing kepada Anggota Kongres Komisi Intelijen dari Partai Republik saja. Dengan kata lain bukan keseluruhan Komisi Intel Kongres yang dipersyaratkan, dan bukan pula karena adanya bahaya yang mematikan. Dengan demikian jelas perintah pemboman ini melanggar konstitusi, karena hanya Kongress punya hak untuk mengumumkan perang.

Selain hal tersebut di atas, klaim bahwa operasi tersebut sukses tanpa diberikan pembuktian. Tidak jelas seberapa suksesnya pemboman, yang sebelumnya diklaim menghancurkan proyek nuklir Iran itu. Jadi mana suksesnya sebenarnya? Dan, sebaliknya Iran telah berhasil melancarkan serangan balasan ke basis-basis militer AS di Bahrain dan Qatar. Demikian pula meletakkan Jordan dan Raja Abdullah sebagai negara sahabat AS dalam bahaya. Pendeknya serangan ini penuh kelemahan yang hanya bisa terjadi karena Keputusan Presiden dengan kualitas konyol seperti Presiden Trump.

Bahkan CNN dan New York Times dua hari kemudian memberitakan bahwa persediaan uranium Iran sudah lebih dahulu diselamatkan ke tempat lain yang aman sebelum pemboman dilancarkan. Paling-paling hal ini hanya Akan mengganggu penyelesaikan proyek nuklir Iran dengan beberapa bulan saja. Karuan saja menurut polling yang baru, sebanyak 85 persen orang Amerika tidak mendukung keputusan menyerang Iran. Bahkan di antara kelompok MAGA hanya 5 persen memberikan dukungan. Bagaimana kelanjutan dari cerita, kita tunggu saja di lain laporan saya.

Diluar ini semua, penutupan Selat Hormuz untuk pejayaran cargo ke daerah lain termasuk Asia jelas terjadi. Buat Indonesia impor energi, pupuk, dan gandum yang semua diperlukan buat perekonomian nasional jelas akan terjadi. Jelas Presiden Trump tidak memikirkan hal-hal tersebut pada waktu membuat keputusan. Mungkin yang dikhawatirkan hanya Rusia yang tentu akan segera membantu Iran denganpengembangan proyek nuklirnya.

Podcaster, Ben Miselas, dari Midas Touch sudah menyebutkan bahwa selama tiga bulan sebelumnya, Tulsi Gabbard, Direktur Intel AS sudah mengatakan bahwa pengembangan proyek nuklir Iran belum akan bisa menghasilkan senjata nuklir yang membahayakan, yang nampaknya tidak diindahkan Presiden Trump. Bagaimana pun kita melihat bahwa keputusan ini jelas tidak didasari dengan perhitungan matang dan berakhir dengan kekacauan saja. Ini jelas berbeda dengan Keputusan Presiden George W. Bush waktu memerintahkan penyerangan Irak, atau langkah Presiden Clinton Waktu ada perang di Sudan, atau pun Presiden Biden dalam Perang di Afghanistan.

Yang mungkin diinginkan Presiden Trump adalah seperti yang dilakukan Presiden Obama pada waktu mengumumkan keberhasilan operasi militernya membunuh Osama bin Laden. Maaf atas sinisisme saya. Presiden Trump dan Menlu Marco Rubio mengatakan, terjadinya pergeseran kepemimpinan di Iran, yang tampaknya juga tidak benar. Sebab satu dua hari setelahnya diberitakan bahwa Menlu Iran Abbas Araghchi pergi ke Moscow untuk bertemu Presiden Putin, tentunya antara lain untuk meminta bantuan, dan yang jelas tidak menunjukkan adanya pergantian kepemimpinan. Mungkin yang justru terjadi adalah dalam waktu dekat Iran sudah kembali melanjutkan proyek nuklirnya. Ok, bisa saja yang saya tuliskan ini tidak terjadi, akan tetapi tanpa kejalasan lain bukan mustahilkan? (Dradjad, 04/07/2025).

Guru Besar Ekonomi Emeritus, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Jakarta.

Share
Topics
Editorial Team
Umi Kalsum
EditorUmi Kalsum
Follow Us