[OPINI] Film Captain Marvel & Stereotip Klise Tentang Superhero Wanita
Pentingnya menyadari hal yang tak disadari
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Film Captain Marvel berhasil meraup untung lebih dari 455 juta dolar AS secara global, membuatnya jadi film dengan karakter utama wanita dengan keuntungan terbesar sepanjang masa. Mungkin hal ini disebabkan oleh salah satu inovasi yang mereka lakukan: tentang bagaimana Marvel Cinematic Universe memperlakukan karakter utama mereka.
Ketika ngomongin soal mempresentasikan demografi minoritas (dalam hal ini: karakter utama wanita) di sebuah film rilisan rumah produksi yang besar dan mainstream seperti Hollywood, ada dua pendekatan yang dirasa fundamental: menekankan hal-hal yang mirip dan menekankan semua perbedaan.
Secara umum, apakah kita semua biasanya memperlakukan tokoh protagonis seperti pahlawan kulit putih tapi dari demografi yang berbeda, atau apakah kita memilih untuk menganggap perbedaan-perbedaan dari standar Hollywood ini sebagai sesuatu yang signifikan?
Hal yang sama kita terapkan pada superhero wanita. Apakah dia "salah satu dari superhero pada umumnya" atau kamu juga ikut fokus terhadap fakta bahwa Captain Marvel adalah seorang perempuan?
Jika sudah menyangkut soal perempuan keren, kicking ass, dan punya karakter yang kuat, media mainstream sudah secara konsisten menitik-beratkan pada pendekatan yang kedua.
Natsha Romanoff/Black Widow yang diperankan Scarlett Johansson adalah karakter wanita pertama Avenger di MCU. Bahkan nama Black Widow itu sendiri mengindikasikan sisi feminin unik yang berbahaya. Di film The Avengers (2012), dia mendapat mandat untuk mengumpulkan orang-orang agar mau jadi satu tim ketika dia sendiri sedang menjalankan misi rahasia dengan menggunakan gaun hitam yang seksi. Meski awalnya ia tidak terlalu waspada, tapi ketika mendengar informasi dari agen SHIELD Phil Coulson, ia mendadak berubah jalannya permainan dan mengalahkan semua lawannya, tak lupa ia pergi dengan menenteng stiletto miliknya.
Kekuatannya digambarkan sebagai sesuatu yang memiliki aura feminin yang unik dan juga rasa tidak aman atau insecurity secara bersamaan. Untuk membangun karakternya di Avengers: Age of Ultron (2015) ia diberi porsi hubungan percintaan-yang-gak-terlalu-romantis dengan Bruce Banner.
Tak lupa penggambaran masa lalu yang pada akhirnya membuka elemen terhadap semua keraguannya untuk memperjuangkan perasaannya, bahwa ia ternyata sudah menjalani histerektomi dan pelatihan abusif untuk menjadi seorang mata-mata kelas atas.
Film itu mengimplikasikan bahwa ia merasa tidak berharga atas hubungan romantis, karena ia gak bisa memiliki anak yang secara tradisional akan mengakhiri sebuah hubungan. Dan ini gak keren, karena akan memunculkan anggapan kalau meskipun kamu jadi mata-mata kelas atas dan jadi anggota Avengers, kamu gak akan jadi manusia seutuhnya kalau kamu gak bisa punya anak.
Baca Juga: 5 Hal Captain Marvel yang Akan Terungkap di Film Avengers: Endgame
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.