Kesehatan Mental Millennial dan Gen Z di Era Digital

Yuk, bijak dalam bermedia sosial

Fenomena digitalisasi terjadi di sebagian besar sektor kehidupan mulai dari pendidikan, kesehatan, politik, budaya, sosial, dan ekonomi. Teknologi terbaru juga turut andil dalam menggantikan metode konvensional yang sudah ada. Media sosial menjadi salah satu hal yang berkembang pesat dalam sektor komunikasi.

Misalnya pada zaman dahulu seseorang bertukar kabar dengan surat dalam berkomukasi. Membutuhkan waktu yang lama agar surat tersebut dapat dibaca oleh penerima. Melalui perkembangan teknologi yang begitu pesat, seseorang dapat bertukar pesan dalam hitungan detik.

Lebih cepat dan efisien tentunya dibandingkan metode konvensional. Kehadiran media sosial layaknya dua mata pisau yang mempunyai dua sisi. Media sosial mempunyai dampak positif tetapi akan diikuti dampak negatif jika kita tidak bijak dalam penggunaannya.

Tidak semua informasi yang tersebar di media sosial berasal dari fakta. Belakangan ini sering terjadi penyebaran informasi/berita hoax yang diperoleh dengan mudah. Informasi seperti ini mudah tersebar dengan adanya teknologi digital seperti sekarang. Untuk menanggulangi hal tersebut, seseorang perlu menggunakan media sosial dengan bijak terutama generasi Millenial dan Gen Z.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan, setidaknya 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet, dan media digital saat ini menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang mereka gunakan.

Detoksifikasi media sosial di era digital

Di era digital seperti sekarang, manusia begitu dimudahkan dengan adanya teknologi yang serba canggih. Kemudahan komunikasi dengan media sosial seperti WhatsApp, Instagram, Twitter, Linkedin, Facebook serta aplikasi lainnya memberikan berbagai dampak bagi penggunanya. Tidak semua media sosial memeberikan dampak positif bagi penggunanya.

Millennial dan Gen Z merupakan pengguna terbesar media sosial. Mereka menggunakan media sosial untuk mengabadikan setiap moment seperti liburan, prestasi, healing serta trend yang sedang viral bahkan banyak dari mereka yang sekadar curhat di media sosial. Media sosial sangat terbuka dengan konten postingan para penggunanya sehingga berdampak buruk bagi mereka yang belum bisa memfilter informasi dengan baik.

Seseorang akan terus membandingkan dirinya dengan seseorang yang lebih sukses dari berbagai hal seperti dari segi prestasi, karier, kekayaan, dan lainnya. Hal ini akan menyebabkan seseorang menjadi insecure terhadap pencapain diri. Apabila hal tersebut terjadi secara berkepanjangan maka akan mengakibatkan tekanan mental dan frustasi.

Tingkat kecemasan (anxiety) menjadi tinggi tentang hal yang bahkan belum terjadi karena berlebihan dalam bermedia sosial. Oleh karena itu perlunya melakukan detoksifikasi media sosial agar kesehatan mental tetap terjaga. Detoksifikasi dapat dilakukan perlahan tanpa harus menghentikan penggunaan media sosial.

Menggunakan media sosial seperlunya, bukan menghentikan penggunaan namun lebih kearah pengurangan untuk hal yang kurang bermanfaat. Memberikan jadwal tertentu untuk membuka media sosial agar tidak tejebak terlalu lama wasting tim scrolling konten. Hal yang tak kalah penting adalah selektif dalam memfilter konten yang ingin dilihat, pilihlah konten yang bermanfaat dan memotivasi diri agar berkembang, bukan untuk membandingkan diri. Media sosial digunakan agar lebih produktif dan berpikir positif.

Kesehatan global dibawa ke forum G20

2022 menjadi tahun kehormatan bagi Indonesia. Setelah Italia, Indoneisa terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Serangkaian acara Periode Presidensi G20 Indonesia telah dimulai sejak 1 Desember 2021. KTT G20 kali ini mengusung tema "Recover Together, Recover Stronger”. Acara puncak akan digelar pada November 2022 mendantang di Bali.

Presidensi G20 sendiri mengusung 3 isu prioritas yakni arsitektur kesehatan global, transformasi digital dan ekonomi, serta transisi ekonomi berkelanjutan. Arsitektur kesehatan global sendiri memiliki banyak cakupan, salah satunya adalah isu mental health (kesehatan mental). Terlebih ketika pandemik Covid-19 mulai dirasakan masyarakat global.

Tak bisa dipungkiri dampak pandemik Covid-19 sangat berpengaruh kesehatan terutama kesehatan mental. Pembatasan sosial menyebabkan kurangnya interaksi langsung yang biasa terjadi tiap harinya. Penggunaan media sosial menjadi salah satu alternatif penyambung komunikasi. Peningkatan penggunaan media sosial meningkat tajam selama pandemik Covid-19. Media sosial memiliki dampat positf dan negatif. Penelitian Zhao & Zhou, menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebih menyebabkan kesehatan mental yang buruk. Di sisi lain, media sosial juga menjadi alat komunikasi dan membangun self-branding yang baik jika digunakan dengan bijak.

Melalui isu arsitektur kesehatan global di G20, Indonesia diharapkan mampu menjadi pioneer dalam mengatasi isu kesehatan mental secara global, terutama di lingkup Asia. Bermula dari mencintai diri sendiri dan mawas diri terhadap kesehatan mental lingkungan sekitar. Kamu juga dapat berkontribusi dengan karya tulisan yang dituangkan dalam 1000 Aspirasi Indonesia Muda. Mari bersama berkontribusi membangun negeri dengan mental yang sehat.

Baca Juga: Bukan Tren, Saatnya Buka Obrolan Serius tentang Kesehatan Mental

Dewi Septiyani Photo Verified Writer Dewi Septiyani

a girl who loves paint, write and traveling

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dimas Bowo
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya