Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi keluarga besar (freepik.com/freepik)

Idul Fitri selalu menjadi momen yang dinantikan. Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa, hari kemenangan ini datang membawa kebahagiaan, kehangatan, dan kebersamaan. Sejak kecil, Idul Fitri identik dengan suara takbir yang menggema, wangi kue-kue yang tersaji di meja, serta pelukan orang-orang terkasih yang menenangkan. Namun, semakin bertambah usia, semakin terasa bahwa Idul Fitri bukan hanya soal perayaan, melainkan juga tentang perjalanan menuju kedewasaan.

Tahun ini, Idul Fitri terasa berbeda. Bahagia tetap ada, tetapi terselip juga kegelisahan yang sulit dijelaskan. Dulu, semua terasa sederhana, bangun pagi, mengenakan baju baru, bersalaman dengan keluarga, lalu menikmati hidangan khas Lebaran tanpa banyak berpikir. Kini, ada berbagai perasaan yang bercampur, mulai dari syukur, haru, hingga resah tentang masa depan.

Saat ini, aku, dan mungkin beberapa orang lainnya yang tengah menjajaki fase pendewasaan, merasa khawatir tentang apa yang akan terjadi pada Idul Fitri berikutnya. Apakah masih akan dapat merayakannya dengan orang-orang yang dicintai? Apakah masih akan dapat menikmati suasana bahagia dan penuh harapan? Pertanyaan-pertanyaan ini mulai berlarian di pikiran.

Di tengah kebahagiaan Idul Fitri, aku juga semakin menyadari bahwa peran dalam keluarga mulai bergeser. Dulu, aku yang selalu menerima angpao dan dielus kepalanya oleh para orangtua. Kini, aku yang harus mulai belajar memberi, baik dalam bentuk materi maupun perhatian. Aku yang kini diharapkan untuk lebih dewasa, lebih memahami tanggung jawab, dan lebih peduli pada keadaan sekitar.

Idul Fitri mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Salah satunya adalah arti keikhlasan dalam menerima perubahan. Kita tak bisa selamanya menjadi anak kecil yang hanya menerima kebahagiaan tanpa memikirkan esensi di baliknya. Seiring bertambahnya usia, kita diajak untuk lebih memahami makna kebersamaan dan menghargai setiap detik yang kita miliki.

Meski ada perasaan resah, Idul Fitri tetap menjadi momen yang harus dirayakan dengan penuh syukur. Aku mencoba mengingatkan diri sendiri untuk tidak terlalu larut dalam kecemasan tentang masa depan. Sebab, yang terpenting adalah hari ini, momen di mana aku masih bisa melihat senyum kedua orangtuaku, mendengar canda tawa saudara-saudaraku, dan merasakan hangatnya kebersamaan dalam keluarga.

Aku belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari sesuatu yang besar. Ia hadir dalam bentuk-bentuk sederhana, seperti tawa saat makan ketupat bersama, pelukan hangat saat meminta maaf, atau sekadar duduk bersama di ruang keluarga sambil berbagi cerita. Momen-momen kecil inilah yang sebenarnya paling berharga.

Meskipun hati kecil masih menyimpan kekhawatiran, aku ingin menjadikan Idul Fitri sebagai pengingat bahwa hidup harus terus dijalani dengan syukur. Mungkin aku tidak bisa menghentikan waktu atau mengubah apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku bisa menikmati dan menghargai setiap detik yang ada sekarang.

Idul Fitri tahun ini menjadi pengingat bahwa kebahagiaan dan kegelisahan bisa berjalan beriringan. Tidak apa-apa merasa takut akan perubahan, tetapi jangan sampai rasa takut itu menghalangi kita untuk menikmati momen yang ada. Aku ingin tetap merayakan dengan penuh kegembiraan, sambil terus berdoa agar masih diberi kesempatan untuk berkumpul di Idul Fitri berikutnya.

Selamat Idul Fitri. Semoga kebahagiaan yang kita rasakan hari ini menjadi kenangan indah yang akan selalu kita ingat, apa pun yang terjadi di masa depan.

Editorial Team