Lebaran di Possum Creek, Merayakan Idulfitri di Tengah Lockdown

Tahun 2020, Lebaran saya berbeda dari biasanya, karena waktu itu saya tidak di Indonesia. Pada bulan-bulan awal pandemi COVID-19, saya berada di Australia, tepatnya di Possum Creek, sebuah daerah kecil di Northern Rivers Region, New South Wales.
Situasi dunia saat itu sangat tidak menentu, dan Australia memberlakukan lockdown ketat untuk menekan penyebaran virus. Pemerintah menerapkan berbagai pembatasan sosial, termasuk larangan berkumpul dalam jumlah besar dan pembatasan perjalanan antarwilayah. Ini terjadi setelah beberapa hari saya sampai di negara tersebut.
Possum Creek adalah daerah pedesaan yang tenang dengan pemandangan alam yang indah. Populasinya kecil, sekitar 284 jiwa, dan mayoritas penduduknya tentu saja bukan Muslim. Lebaran yang biasanya khas, kali ini terasa lebih sepi. Sejujurnya memang ini yang saya cari karena ancaman dari COVID-19.
Lockdown yang diberlakukan membuat Ramadan dan Lebaran menjadi sangat sederhana. Biasanya, Lebaran identik dengan salat Id berjamaah di masjid atau lapangan terbuka dan silaturahmi. Namun, tentu saja itu tidak bisa saja lakukan.
Pada pagi hari Lebaran, saya tetap salat Id di rumah. Meski sendirian, saya mencoba tetap khusyuk dan bersyukur. Saya mengikuti khutbah Lebaran secara daring. Selanjutnya beraktivitas seperti biasa, sekadar jalan-jalan menyusuri bukit dan sungai, atau hiking ringan.
Sehari sebelumnya juga saya mencoba memasak hidangan Lebaran sendiri, tentunya yang bahan-bahannya bisa dengan mudah didapat. Di supermarket maupun toko Asia, walaupun ada, bahan-bahan yang biasa dipakai untuk memasak masakan Tanah Air sangat terbatas. Contohnya, sulit sekali menemukan lengkuas, kencur, dan kemiri!
Untungnya saya masih bisa menemukan bumbu jadi rendang, jadi itulah yang saya masak. Saya juga membuat sambal, dan kentang balado. Saya juga membagi makanan tersebut ke tetangga.
Karena minim Muslim, saya harus menjelaskan kepada beberapa orang tentang apa itu Lebaran dan mengapa ini adalah hari yang penting bagi umat Islam. Beberapa orang menunjukkan rasa ingin tahu mereka dan bahkan mengucapkan selamat Idulfitri kepada saya setelah saya menjelaskan makna perayaan ini.
Lebaran jauh dari rumah memberi saya perspektif baru tentang makna hari raya. Biasanya, Lebaran di Indonesia penuh dengan perayaan dan kemeriahan. Namun, di tengah pandemi dan keterbatasan yang ada, saya belajar bahwa Lebaran bukan hanya tentang tradisi, tetapi juga tentang refleksi, kesabaran, dan rasa syukur. Saya belajar menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan dan merasakan esensi dari hari kemenangan ini.
Pengalaman ini juga mengajarkan saya untuk lebih fleksibel dan adaptif dalam menjalankan ibadah. Meskipun berada di wilayah dengan minoritas Muslim dan di tengah situasi sulit, saya tetap bisa merayakan Lebaran meski hanya sebatas esensi. Di mana pun kita berada, selama tetap berpegang pada nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan, semangat Lebaran akan selalu terasa di hati.