Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mendapatkan Berkah Ramadan Melalui Bisnis Makanan

ilustrasi berjualan makanan (pexels.com/Rayhan Ahmed)

Bisa dibilang, saya dan makanan adalah dua hal yang tak bisa terpisahkan. Baik menjadi penikmat atau pembuat, saya tak bisa berjauhan dengan dunia kuliner.

Pengalaman melihat almarhum nenek atau ibu saya yang selalu sibuk di dapur, mengolah makanan atau minuman from the scratch menjadi pondasi atas kecintaan saya pada kuliner. Saya ingat di setiap perayaan apapun baik itu suka cita maupun kedukaan, almarhum nenek dan ibu pasti memasak dengan jumlah besar untuk dinikmati sendiri dan dibagi-bagikan. Beliau-beliau berpendapat bahwa jika bisa memasak sendiri, kenapa harus beli? Dan lagi, bagi beliau-beliau, memasak sendiri selalu menimbulkan kepuasan tersendiri. 

1. Saat kuliah mencoba peruntungan jualan pasta

ilustrasi lasagna (pexels.com/Vidal Balielo Jr.)

Tumbuh besar dengan pengalaman tersebut tak hanya membuat saya lebih memilih untuk masak sendiri daripada beli makanan, namun juga menimbulkan ide di kepala untuk berjualan makanan di semester akhir perkuliahan karena banyaknya waktu luang yang saya miliki. 

Kala itu saya mencoba untuk berjualan makanan khas Italia seperti pasta, lasagna, panna cotta, hingga tiramisu secara online. Terbilang nekat memang. Namun meski nekat, saya tetap membekali diri dengan ilmu memasak western food dari duo celebrity chef favorit saya saat itu yakni Nigella Lawson dan Jamie Oliver. Sehingga setidaknya saya bisa paham basic memasak masakan tersebut.

Tak disangka dari keisengan tersebut, banyak yang suka dengan masakan buatan saya. Jika awalnya yang beli adalah teman-teman kuliah saya, lambat-laun pelanggan saya adalah orang-orang di luar circle saya karena saya juga memasarkannya di market place dan sosial media. Alhamdulillah, usaha saya bisa dibilang cukup berkembang karena kemudian saya bisa mempekerjakan 2 orang karyawan untuk membantu di dapur yang semakin hectic setiap harinya. Sayangnya, karena kesibukan mengerjakan skripsi ditambah saya juga mendapatkan pekerjaan tetap di media online, membuat bisnis saya terpaksa tutup dari yang temporary menjadi permanently.

2. Mimpi punya bisnis kuliner tak pernah padam

ilustrasi memasak (pexels.com/Tuğba Kobal Yılmaz)

Meski disibukkan dengan pekerjaan utama, rupanya 12 tahun berlalu, passion untuk berjualan makanan ternyata masih menyala di dalam diri saya. Entah kenapa saya selalu kepikiran dengan mimpi saya yaitu punya bisnis makanan yang tidak hanya profitable, namun juga tetap memiliki sense of warm and homey di dalamnya. Oleh karenanya di bulan Ramadan tahun 2025 ini saya memberanikan diri dengan mulai perlahan mewujudkan mimpi tersebut. 

Kali ini saya pilih berjualan risoles daripada meneruskan bisnis jualan makanan Italia saya terdahulu. Alasannya, simply karena saya ingin membuat camilan yang saya suka dan semua orang juga bisa menerimanya. Dan tentunya membuat risoles less ribet daripada memasak pasta dan lasagna di mana saya perlu merebus pasta, membuat saus bolognese secara manual dengan menggiling tomat sendiri, hingga memanggangnya. Belum lagi kalau harus ditambah saya membuat panna cotta dan tiramisu from the scratch sementara saya masih punya tanggung jawab dengan pekerjaan utama saya, tak bisa dibayangkan betapa lelah fisik dan pikiran.

Selain faktor tersebut, berbekal dari pengalaman saya sebagai editor Food and Travel di IDN Times Community, saya pun punya mimpi lainnya yakni ingin terus melestarikan kekayaan kuliner Indonesia agar tidak hilang tergerus zaman. Oleh karenanya, saya melirik makanan atau minuman Indonesia untuk saya jual dengan harapan menu makanan yang saya jual akan bertambah nantinya.

3. Perlahan namun pasti, membangun kembali mimpi yang tertunda

ilustrasi memotret makanan (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Alhamdulillah, launching berjualan risoles dengan merek @bits.bites.risoles ini disambut hangat oleh teman dekat hingga teman kantor saya. Senang rasanya jika makanan yang saya buat dengan sepenuh hati ini bisa dinikmati dan diapresiasi. Sebab, saya berprinsip bahwa makanan yang saya masak adalah makanan yang saya sajikan untuk diri sendiri. Sehingga saya selalu berusaha untuk membuat makanan dari bahan layak dan berkualitas serta melalui proses memasak sebaik dan sebersih mungkin.

Despite of all, dari mengerjakan bisnis dengan proses yang panjang dan melelahkan tersebut, saya belajar bahwa saat ini saya tidak hanya sedang berjuang mewujudkan mimpi, namun juga sedang belajar mengimani sepenuhnya dengan apa yang disebut sebagai berkah Ramadan. Sebab, tak dapat dipungkiri bahwa di awal-awal merancang bisnis ini, timbul beragam rasa tidak nyaman di hati dan pikiran. Mulai dari rasa ragu apakah saya mampu mengerjakan ini, rasa tidak percaya diri apakah makanan yang saya jual bisa diterima dengan baik atau tidak, hingga pikiran bagaimana kalau tidak laku, dan sebagainya. 

Namun, seperti yang disebutkan dalam ayat 5 dari Surat Al-Insyirah (QS. 94:5-6) yang menegaskan bahwa di balik setiap kesulitan, pasti ada kemudahan; maka berbekal niat baik dan ucapan bismillahirrahmanirrahim, saya memulai bisnis ini dan membangun mimpi saya. Saya yakin meski nantinya ada banyak tantangan yang menyertai di perjalanan, Allah selalu bersama dengan saya.

Sekian cerita Ramadan saya kali ini. Bagi yang sudah membaca, saya mohon doanya agar bisnis makanan saya ini berjalan dengan lancar, laris, dan barokah ya sehingga bisa memberikan manfaat tak hanya untuk diri saya sendiri, namun juga orang lain.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
Ernia Karina
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us