Di balik gemerlapnya budaya dan kekayaan alam Indonesia, tersembunyi luka mendalam yang terus menganga: standar kecantikan yang diskriminatif dan rasis. Stereotip kulit putih sebagai simbol kecantikan masih mendominasi, mengantarkan perempuan dengan kulit sawo matang atau gelap pada stigma dan ejekan.
Meskipun kulit kuning langsat atau tan adalah warna kulit asli mayoritas penduduk Indonesia. Istilah seperti "aura magrib" atau "mukanya magrib banget" menjadi senjata tajam yang melukai rasa percaya diri dan harga diri mereka.
Ironisnya, ejekan ini tak jarang datang dari sesama perempuan. Di tengah budaya patriarki yang kental, perempuan terinternalisasi untuk bersaing dan saling menghakimi. Standar kecantikan yang dipaksakan ini menjadi alat untuk menjatuhkan dan merendahkan, menciptakan hierarki dimana kulit putih diposisikan di puncak dan kulit gelap di dasar.