Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[OPINI] Kata Autis sebagai Ledekan: Cerminan Nirempati

ilustrasi orang dengan autisme (IDN Times/Novaya Siantita)

Di era yang serba canggih ini, di mana akses terhadap informasi dan edukasi semakin mudah, masih ada perilaku yang mencerminkan ketidakpedulian dan minimnya empati. Salah satunya adalah penggunaan kata "autis" sebagai ledekan. Ini bukan hanya sekadar kata yang diucapkan sembarangan; ini adalah cerminan dari ketidakpekaan dan kurangnya empati terhadap individu dengan autisme serta keluarganya.

Autisme adalah spektrum gangguan perkembangan yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Menggunakan kondisi medis ini sebagai bahan ledekan sangatlah merendahkan dan tidak pantas. Ini menunjukkan bahwa pelaku tidak hanya tidak memahami tantangan yang dihadapi oleh individu dengan autisme, tetapi juga tidak peduli dengan perasaan mereka. Ledekan semacam ini bisa sangat menyakitkan dan merusak harga diri seseorang.

Membayangkan jika kondisi medis lain, seperti kanker atau diabetes, digunakan sebagai bahan ledekan dapat membantu kita menyadari betapa tidak etisnya perilaku ini. Mengapa kondisi medis yang serius dan membutuhkan dukungan justru dijadikan bahan ejekan? Ini menunjukkan betapa dangkalnya pemahaman dan empati kita sebagai masyarakat.

Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang orang lain alami dari sudut pandang mereka. Penggunaan kata "autis" sebagai ledekan adalah bukti nyata kurangnya empati dalam masyarakat kita. Ini menunjukkan bahwa banyak orang tidak mampu atau tidak mau berusaha memahami perasaan dan pengalaman orang lain, terutama mereka yang berbeda dari kita.

Perilaku ini memperlihatkan betapa kita sebagai masyarakat masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya kita junjung tinggi. Ketidakmampuan untuk merasakan penderitaan orang lain dan ketidakpedulian terhadap perasaan mereka mencerminkan kekurangan dalam pendidikan moral dan sosial kita.

Dampak dari penggunaan kata "autis" sebagai ledekan tidak hanya dirasakan oleh individu yang diolok-olok, tetapi juga oleh komunitas autisme secara keseluruhan. Ini memperkuat stigma negatif terhadap autisme dan menghalangi upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif. Ketika kita menggunakan kata ini dengan cara yang merendahkan, kita secara tidak langsung mengatakan bahwa orang dengan autisme kurang berharga atau tidak layak dihormati.

Stigma semacam ini dapat menghalangi individu dengan autisme untuk mendapatkan dukungan dan penerimaan yang mereka butuhkan. Ini juga menciptakan lingkungan yang tidak ramah dan tidak inklusif, di mana orang merasa tidak aman untuk menjadi diri mereka sendiri.

Penggunaan kata "autis" sebagai ledekan adalah cerminan dari ketidakpedulian dan kurangnya empati dalam masyarakat kita. Ini adalah perilaku yang tidak hanya merugikan individu dengan autisme tetapi juga merusak nilai-nilai kemanusiaan kita. Dalam dunia yang ideal, kita harus mampu memahami dan menghormati perasaan dan pengalaman orang lain, terlepas dari perbedaan yang ada.

Namun, kenyataannya, perilaku seperti ini menunjukkan bahwa kita masih memiliki jalan panjang untuk mencapainya. Menggunakan kata "autis" sebagai ledekan bukan hanya tidak berempati; itu adalah cerminan dari betapa jauh kita masih harus melangkah untuk menjadi masyarakat yang benar-benar peduli dan inklusif.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nahlu Hasbi Heriyanto
EditorNahlu Hasbi Heriyanto
Follow Us