Perjalanan Mudik Lebaran Lintas Pulau dengan Bus 24 Jam Lebih, Kapok!

Sebelum tahun 2022, mudik ke kampung halaman tinggal naik bus, 3 jam sampai. Ketika pada akhirnya ketika tahun 2022 menjalani Ramadan di Bali, dan tetap mudik ke kampung halaman. Berpikir daripada berganti moda transportasi, ah, mending naik bus aja dari Denpasar tinggal tidur dan sampai di kampung halaman meski memakan waktu lama.
Karena tidak riset dan asal beli tiket di tanggal yang berdekatan dengan Idulfitri, alhasil aku merasakan perjalanan mudik yang begitu panjang. Inilah pengalaman mudik dengan bus, menyeberang dengan kapal feri, hingga sampai rumah dengan selamat.
1. Pertama kali mudik lintas pulau

Mudik lintas pulau adalah pengalaman baru yang penuh antusiasme sekaligus tantangan. Biasanya, perjalanan ke kampung halaman hanya melibatkan darat dalam satu pulau, tetapi kali ini harus menyeberang dengan kapal ferry dari Bali ke Jawa. Pesimis bus akan berjalan cepat terasa ketika memasuki Pelabuhan Gilimanuk. Di sana, antrean kendaraan terlihat mengular, menandakan betapa ramainya arus mudik tahun itu. Saat itu jam menunjukkan sekitar pukul 8 malam WITA. Memilih melanjutkan tidur, terbangun pukul 2 dini hari dan menyadari bahwa bus masih mengantre untuk masuk ke pelabuhan.
Bus akhirnya naik ke kapal, keesokan harinya. Kurang lama gak, tuh?
Selama penyeberangan, banyak penumpang turun dari bus untuk menikmati suasana laut. Kalau saya jelas memilih tetap di dalam bus sambil fokus memejamkan mata. Beberapa memilih beristirahat di kursi yang tersedia, sementara yang lain mengobrol dengan sesama pemudik. Ketika kapal akhirnya merapat di Pelabuhan Ketapang, perjalanan darat kembali dilanjutkan. Begitu bus keluar dari kapal, pemandangan Banyuwangi saya dibangunkan penumpang sebelah, untuk sarapan katanya. Karena saya tetap puasa, saya menolak ajakannya.
2. Pertama kali mencoba moda transportasi bus antarpulau
Entah kenapa, iseng tahun 2022 memilih buat mencoba mudik dengan bus. Memilih bus karena membayangkan naik pesawat, kemudian ke terminal, dan melanjutkan perjalanan lagi dengan bus. Ah, repot! Namun, pengalaman mudik dengan bus tahun tersebut kayaknya menjadi pertama dan terakhir mudik dengan bus. Mengkalkulasi biaya dan waktu tempuh, memang mending naik pesawat aja. Tiket pesawat pun gak mengalami kenaikan ke luar Pulau Bali. Bahkan harganya sama dengan bus tarif lebaran.
Sebenarnya, kursi bus cukup nyaman dengan fasilitas reclining seat yang memungkinkan istirahat lebih baik. Snack, makanan berbuka, serta makanan keesokan harinya juga sangat enak. Tapi bagaimanapun juga tetap enak makan di luar kendaraan. Di dalam bus juga terdapat toilet dan smoking room. Namun, bagi saya ternyata menempuh perjalanan panjang tanpa kepastian is not my cup of tea. Mending cepetan sampai aja, deh.
3. Sebagai destinasi paling akhir, perjalanannya sangat lama
Meskipun awalnya bersemangat dengan perjalanan ini, kenyataan bahwa kampung halaman berada di daerah yang cukup jauh membuat perjalanan terasa lebih panjang dari dugaan. Berangkat selepas Ashar dari Denpasar, bus baru tiba di tujuan saat Maghrib keesokan harinya. Total lebih dari 24 jam perjalanan terasa seperti uji kesabaran, terutama ketika jalanan macet parah di beberapa titik. Saat melewati kota-kota besar di Jawa, bus sering tersendat karena banyaknya kendaraan yang juga ingin mudik. Tapi jelas kemacetan terparah berada di Jembrana dan Negara menuju ke Pelabuhan Gilimanuk.
Setelah mau gak mau menikmati lamanya perjalanan, akhirnya tiba di kampung halaman. Tahun itu menjadi pengalaman berharga tentang arti perjalanan, kesabaran, dan kebersamaan dalam momen mudik yang tidak terlupakan. Juga menjadi pelajaran untuk riset terlebih dahulu arus mudiknya, karena ternyata hari saya mudik saat itu adalah puncak arusnya. Pantas saja.
Well, sekarang saya memilih untuk beli tiket pesawat, perjalanan 45 menit, naik bus Damri 30 menit ke terminal bus, dan naik bus pulang selama 3 jam. Dengan rute seperti ini lebih hemat waktu dan gak selisih banyak dari segi biaya.
Anyway, coba tebak saya mudik ke mana?