Setelah Menikah Baru Kutahu, Ternyata Mudik Lebaran Itu Seru

Jakarta, IDN Times - Sejak saya kecil hingga dewasa, belum pernah merasakan yang namanya mudik Lebaran. Padahal secara garis keturunan, saya memiliki darah Nias, Sumatera Utra, dari Ibu saya.
Namun, sejak saya lahir memang keluarga dari Ibu saya kebanyakan sudah berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, sehingga tidak ada alasan cukup kuat untuk mengunjungi Nias. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk berangkat ke Nias pastinya tidak sedikit, bukan?
Sementara Ayah saya merupakan warga Jakarta asli, yang kampung halamannya berada di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Karena alasan tersebut, saya tidak pernah melakukan perjalanan mudik Lebaran. Padahal sejak kecil saya selalu memimpikan bisa melakukan mudik Lebaran ke kampung, yang saya pikir sangat menyenangkan.
Dulu, laporan perjalanan mudik Lebaran dari berbagai media selalu menjadi tontonan utama saya di televisi. Rasanya seru sekali bepergian bersama keluarga dengan kendaraan pribadi, meskipun macet-macetan di jalan, tetapi semua terbayarkan ketika tiba di kampung halaman yang masih asri dan udaranya segar.
Alhamdulillah, setelah menikah pada Agustus 2021, saya akhirnya bisa merasakan mudik. Yap, mudik ke kampung halaman istri saya yang berada di wilayah Pandeglang, Banteng. Walaupun bisa dibilang tidak terlalu jaraknya dari tempat saya di Ciledug, Tangerang, namun vibes mudik Lebaran tersebut kini selalu saya rasakan setiap tahunnya.
Kenikmatan tersebut semakin bertambah setelah saya dikaruniai anak laki-laki yang saat ini berusia 1 tahun 3 bulan, yang menambah keseruan bagi keluarga kecil kami setiap melakukan perjalanan mudik Lebaran.
Begitu tiba di kampung halaman istri, kami sekeluarga yang datang dari Tangerang selalu disambut dengan hangat. Tak lupa, disuguhkan pula berbagai makanan dan camilan khas Pandeglang, yang menambah kesan hangat saat mudik Lebaran.
Biasanya, perjalanan mudik kami dilakukan dengan menempuh jarak 110 kilometer yang dapat dicapai dalam waktu 2-3 jam, tergantung kondisi lalu lintas saat itu. Karena jarak yang tidak terlalu jauh itu, kami biasanya pulang-pergi di hari yang sama.
Kami berangkat di pagi hari sekitar jam 6 atau 7 pagi, dan kembali pulang ke Tangerang pada sore hari. Meski lelah karena harus menyetir total 6 jam dalam satu hari, namun hal itu terbayarkan dengan berbagai keseruan dan kehangatan yang kami rasakan ketika mudik Lebaran.
Terima kasih istri, telah memberikan pengalaman baru bagi saya yang selama ini mendambakan mudik Lebaran!