Tradisi Unik Keluarga Katolik Setiap Lebaran di Kulon Progo

Di Nanggulan, Kulon Progo, sebuah kabupaten di Yogyakarta, yang merupakan tanah kelahiran suamiku terdapat sebuah tradisi unik yang telah dilakukan secara turun temurun oleh para warganya. Setiap Lebaran, tradisi kami (yang merupakan keluarga Katolik) adalah pergi berkeliling ke rumah tetangga dan sanak saudara Muslim untuk menjalin silaturahmi. Bukan sekadar saling berkunjung, tetapi juga berbagi kebahagiaan dalam suasana yang penuh kedamaian.
Kami memulai tradisi ini dengan semangat yang tinggi, mengingat betapa pentingnya mempererat tali persaudaraan antar sesama umat beragama. Pada hari pertama atau kedua Lebaran, kami akan mengunjungi rumah tetangga atau kerabat yang Muslim. Tidak hanya sekadar memberi ucapan selamat, tetapi kami ikut merayakan kebahagiaan mereka. Beberapa tetangga kami bahkan sudah mempersiapkan hidangan khas Lebaran, seperti ketupat dan opor ayam, untuk disajikan kepada siapa pun yang datang.
Namun yang paling unik dari tradisi ini adalah kebiasaan kami untuk mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi anak-anak. Setiap rumah yang kami datangi, baik itu rumah tetangga atau sanak saudara, pasti akan memberi amplop berisi uang kepada anak-anak kami. Terkadang, jumlahnya tidak banyak, tetapi bagi kami, itu adalah simbol kasih sayang dan perhatian yang sangat berarti. Tahun demi tahun, kami merasakan betapa luar biasanya nilai silaturahmi yang terkandung dalam tradisi ini. Tidak hanya umat Muslim yang merayakan Lebaran dengan kebahagiaan, tetapi juga kami sebagai umat Katolik merasa bagian dari kegembiraan tersebut. Ada rasa kebersamaan yang melintasi batas agama, menunjukkan bahwa persaudaraan antar umat beragama di Indonesia bisa terjalin erat.
Selain itu, tradisi ini juga membawa pesan yang sangat dalam tentang pentingnya berbagi kebahagiaan dan menghargai perbedaan. Kami belajar bahwa Lebaran bukan hanya tentang menjalankan ibadah atau merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa, tetapi juga tentang mempererat hubungan sosial antar umat manusia. Silaturahmi yang kami lakukan adalah bentuk nyata dari toleransi yang hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Kami juga membuka rumah bagi para tetangga dan teman-teman Muslim kami yang datang untuk merayakan Lebaran. Kami menyambut mereka dengan senyum dan hidangan ringan, meskipun kami tidak merayakan Lebaran. Bahkan, kami juga memberikan THR alias uang saku kepada anak-anak yang datang. Ini adalah cara kami untuk menunjukkan bahwa kebahagiaan yang dirasakan oleh umat Muslim juga adalah kebahagiaan kami bersama. Begitu juga sebaliknya, mereka yang datang ke rumah kami membawa rasa hangat dan kasih sayang, meskipun kami merayakan perayaan yang berbeda.
Akhirnya, meskipun kami sebagai keluarga Katolik, tradisi Lebaran yang kami jalani selama ini memberi kami kesempatan untuk lebih menghargai perbedaan, merayakan kebersamaan, dan membangun hubungan yang lebih erat dengan sesama. Lebaran bukan hanya milik umat Muslim, tetapi juga milik semua umat yang ingin merayakan kedamaian dan persaudaraan. Dan bagi kami, itu adalah pengalaman yang tak ternilai harganya. Semoga tradisi ini tetap terjaga di tengah gemuruh intoleransi di negeri ini.