4 Negara yang Dulu Dibentuk Hanya untuk Menjadi Zona Penyangga Politik

- Afghanistan dibentuk sebagai zona penyangga antara Inggris dan Rusia untuk mencegah perluasan kekuatan Rusia ke India.
- Belgia diakui sebagai negara netral untuk mencegah benturan langsung antara Prancis, Belanda, dan Prusia di Eropa Barat.
- Thailand memainkan peran penting sebagai zona penyangga di Asia Tenggara selama era kolonialisme Eropa untuk mencegah benturan langsung antara Inggris dan Prancis.
Dalam sejarah hubungan internasional, kekuatan besar dunia kerap menciptakan negara-negara baru bukan karena kepentingan rakyat setempat, melainkan demi strategi pertahanan. Negara-negara ini dijadikan zona penyangga, yaitu wilayah netral atau semi-netral yang berfungsi sebagai penahan konflik antara dua blok kekuatan besar.
Meskipun kini banyak yang telah berkembang menjadi negara berdaulat dengan identitas nasional yang kuat, asal-usul mereka menunjukkan betapa politik internasional bisa membentuk peta dunia. Penasaran negara mana saja yang dulunya sengaja dibentuk hanya untuk menjadi zona penyangga politik? Yuk, simak!
1. Afghanistan

Afghanistan sejak abad ke-19 dikenal sebagai zona penyangga yang strategis di antara dua kekuatan besar, yakni Kekaisaran Inggris dan Rusia. Dilansir dari History Maps, Inggris menggunakan Afghanistan sebagai benteng perlindungan untuk India-nya dari perluasan Rusia ke selatan. Dalam prosesnya, wilayah Afghanistan ditetapkan sebagai negara berdiri sendiri dengan batas-batas yang dirancang untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan mencegah benturan langsung antara kedua imperium tersebut.
Perbatasan yang dibentuk, termasuk Garis Durand, menjadi garis pemisah penting yang masih menjadi sumber ketegangan regional hingga kini.
Letak geografis Afghanistan yang bergunung-gunung dan medannya yang sulit dilalui membuatnya ideal sebagai zona penyangga sekaligus daerah yang berulang kali menjadi arena perebutan pengaruh politik. Selama Perang Dingin, negara ini kembali menjadi titik panas persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang ingin memperluas pengaruhnya di kawasan Asia Tengah.
2. Belgia

Belgia dibentuk sebagai negara yang berfungsi sebagai zona penyangga antara kekuatan besar Eropa Barat seperti Prancis, Belanda, dan Prusia untuk mencegah benturan langsung di wilayah tersebut. Dilansir dari Britannica, kemerdekaan Belgia pada tahun 1830 diakui oleh negara-negara Eropa melalui Perjanjian London yang juga menetapkan status netral Belgia sebagai langkah strategis agar negara ini tidak menjadi medan konflik antar kekuatan besar.
Posisi geografisnya yang diapit oleh negara-negara besar membuat Belgia menjadi benteng penting bagi stabilitas politik di kawasan tersebut. Peran Belgia sebagai zona penyangga terlihat jelas saat Perang Dunia I, ketika Jerman melanggar netralitasnya dengan menyerang Belgia pada tahun 1914. Serangan ini memicu keterlibatan Inggris dan Sekutu lainnya untuk mempertahankan kedaulatan Belgia dan menghentikan ekspansi militer Jerman di Eropa Barat.
Sejak saat itu, Belgia kerap menjadi medan pertempuran dalam konflik besar, terutama karena letaknya yang strategis dan status netral yang tidak selalu dihormati. Meskipun dimaksudkan untuk menjaga stabilitas kawasan, peran sebagai zona penyangga justru membuat Belgia lebih rentan terhadap invasi dan perebutan kekuasaan antar negara besar di Eropa.
3. Thailand

Thailand, yang dulu dikenal sebagai Siam, berperan sebagai zona penyangga (buffer state) yang sangat penting di Asia Tenggara selama era kolonialisme Eropa. Dilansir dari laman Britannica, Thailand berada di antara wilayah jajahan Inggris di Burma dan Malaya serta wilayah jajahan Prancis di Indochina, sehingga menjadi penyangga alami yang mencegah benturan langsung antara kekuatan kolonial tersebut.
Raja Chulalongkorn (Rama V) memainkan peran penting dengan melakukan reformasi dan diplomasi yang berhasil menjaga kemerdekaan Thailand, meskipun harus menyerahkan beberapa wilayah di perbatasan demi mempertahankan inti kerajaan.
Posisi tersebut bertahan hingga masa Perang Dunia II, ketika Thailand kembali memanfaatkan statusnya sebagai zona penyangga untuk menjaga kedaulatannya. Strategi ini membuat Thailand mampu mempertahankan kemerdekaannya di tengah tekanan kolonial.
4. Mongolia

Mongolia telah berperan sebagai zona penyangga (buffer state) penting di antara dua kekuatan besar Asia, Rusia dan Cina. Dilansir dari laman The Diplomat, Mongolia menjadi wilayah yang memisahkan pengaruh kedua negara tersebut sejak awal abad ke-20, dengan posisi geopolitik yang strategis dan sejarah sebagai negara satelit Uni Soviet di masa lalu.
Fungsi Mongolia sebagai buffer state muncul dari letaknya yang luas serta peranannya dalam menyeimbangkan ketegangan dan menjaga kestabilan kawasan Asia Tengah dan Timur. Setelah runtuhnya Uni Soviet, Mongolia mengambil kebijakan netralitas dan memperkuat hubungan bilateral yang seimbang dengan kedua tetangganya.
Menurut laman Foreign Policy Research Institute (FPRI), Mongolia berupaya menghindari ketergantungan berlebihan pada salah satu kekuatan besar, menyeimbangkan pengaruh China dan Rusia sekaligus membangun hubungan dengan negara-negara ketiga melalui kebijakan “third neighbor” demi menjaga kedaulatan dan stabilitas politiknya. Mongolia mengadopsi strategi non-blok dan diplomasi aktif agar dapat berperan sebagai zona penyangga yang efektif di tengah persaingan geopolitik yang kompleks.
Meskipun sering menjadi sasaran intervensi dan ketegangan politik, negara-negara ini mampu bertahan dan menyesuaikan diri dengan dinamika global. Dari peran awal sebagai zona penyangga, mereka perlahan membentuk identitas nasional yang kuat dan berdaulat di tengah tekanan geopolitik.