Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gunung Halla (needpix.com/tobatoppers)

Intinya sih...

  • Gunung Halla, puncak tertinggi di Korea Selatan, menjadi mahkota Pulau Jeju dan Situs Warisan Alam Dunia UNESCO.
  • Hallasan adalah gunung api perisai yang terbentuk dari aliran lava encer selama jutaan tahun dan memiliki danau kawah bernama Baengnokdam.
  • Gunung Halla memiliki tiga zona iklim yang berbeda, menciptakan keanekaragaman hayati dan menjadi lokasi penting untuk studi adaptasi ekosistem alpin.

Gunung Halla, atau Hallasan, menjulang setinggi 1.950 meter di atas permukaan laut, merupakan puncak tertinggi di Korea Selatan. Gunung ini menjadi mahkota Pulau Jeju, pulau vulkanik yang terkenal dengan panorama alamnya yang memukau. Sejak 2007, Hallasan beserta ekosistem sekitarnya ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO.  

Bagi pecinta alam, Gunung Halla adalah surga pendakian. Memiliki lima jalur pendakian, yaitu Eorimok, Gwaneumsa, Yeongsil, Donnaeko, dan Seongpanak. Setiap trek menawarkan keunikan tersendiri, mulai dari hutan lebat hingga tebing vulkanik. Pendakian ke puncaknya bisa diselesaikan dalam sehari, menjadikannya destinasi wajib bagi siapa pun yang menginjakkan kaki di Jeju. Lebih lanjut, simak lima fakta menarik seputar Gunung Halla berikut ini.

1. Merupakan gunung api perisai

Pemandangan sekitar Gunung Halla (needpix.com/weirenjune)

Gunung Halla tergolong shield volcano (gunung api perisai) yang terbentuk dari aliran lava encer selama jutaan tahun, membentuk lereng landai khas. Aktivitas vulkaniknya dimulai sejak Zaman Kenozoikum (sekitar 2,5 juta tahun lalu) dan terus membentuk Jeju melalui letusan kecil hingga besar. Dilansir dari Jeju Tourism Organization, letusan terakhir terjadi sekitar 5.000 tahun lalu, menciptakan kerucut vulkanik seperti Seongsan Ilchulbong.  

Masyarakat lokal punya pepatah, “Pulau Jeju adalah Hallasan, dan Hallasan adalah Jeju.” Hal ini bukan hiperbola, karena dari mana pun di pulau, puncak Hallasan selalu terlihat, meski sering tersembunyi di balik awan. Fakta ini juga didukung studi Smithsonian Institution yang menyebut Hallasan sebagai gunung berapi aktif yang masih dipantau, meski statusnya saat ini “tidur”. 

2. Memiliki Danau Kawah Baengnokdam

Danau Kawah Baengnokdam (commons.wikimedia.org/Mass Ave 975)

Di puncak Hallasan, terdapat danau kawah bernama Baengnokdam, yang berarti “Danau Rusa Putih”. Legenda menyebutkan, rusa mistis sering turun ke danau ini untuk minum. Dilansir dari Lithos Journal, danau ini terbentuk akibat kolapsnya puncak gunung akibat pergerakan magma di bawah permukaan.  

Menariknya, struktur Baengnokdam memperlihatkan kontras geologis yang tajam. Di sisi barat, lava basalt kental membentuk tebing curam, sementara di timur, lava encer menciptakan dataran tinggi. Di lereng selatan, mitos tentang manusia abadi yang tinggal di danau masih hidup dalam cerita rakyat. Meski indah, danau ini relatif kecil, diameternya hanya 500 meter dengan kedalaman 100 meter. 

3. Zona iklim yang berbeda-beda

Puncak Gunung Halla tertutup salju (commons.wikimedia.org/Yolo0906)

Gunung Halla memiliki tiga zona iklim yang berbeda, mulai dari pesisir hingga puncak: subtropis di dasar, sedang di tengah, dan alpin di atas 1.400 meter. Perbedaan ini menciptakan keanekaragaman hayati. Di ketinggian 1.700 meter, terdapat 39 spesies tumbuhan kutub, seperti Rhododendron mucronulatum, yang biasanya hanya tumbuh di daerah subalpin.  

Kawasan ini juga rumah bagi fauna endemik seperti musang Jeju (Mustela sibirica quelpartis), salamander Jeju (Hynobius quelpaertensis), dan ular women diver (Gloydius blomhoffii brevicaudus). Dilansir dari New World Encyclopedia, isolasi geografis Jeju selama ribuan tahun memicu evolusi unik pada spesies-spesies ini, menjadikan Hallasan sebagai lokasi penting untuk studi adaptasi ekosistem alpin.

4. Kuil Buddha kuno Gwaneumsa

Kuil Gwaneumsa (flickr.com/TravelingOtter)

Kuil Gwaneumsa, yang terletak di jalur pendakian Gwaneumsa, adalah kuil Buddha tertua di Jeju. Dibangun pada abad ke-10 di era Dinasti Goryeo, kuil ini sempat hancur pada 1702 akibat penindasan agama dan baru direkonstruksi pada 1908. Arsitekturnya memadukan unsur tradisional Korea dengan lanskap vulkanik Jeju, seperti batu-batu basalt hitam yang menjadi pondasi.  

Selain sebagai pusat spiritual, kuil ini menjadi monumen sejarah. Di halamannya, terdapat tugu peringatan untuk korban Pemberontakan Jeju 1948-1950, konflik berdarah antara pemerintah dan warga yang menewaskan puluhan ribu orang. Kini, Gwaneumsa tak hanya dikunjungi peziarah, tetapi juga turis yang ingin merenungi jejak sejarah kelam tersebut.  

5. Gunung keramat bagi masyarakat Korea

Gunung Halla tampak atas (commons.wikimedia.org/LG전자)

Sebelum bernama Halla, gunung ini disebut Yeongju (Gunung Suci) dalam kepercayaan shamanisme Korea. Ritual Dangje, persembahan untuk dewa gunung, masih dilakukan secara berkala oleh penduduk setempat. Bahkan, catatan kuno Tiongkok menyebut Hallasan sebagai salah satu dari “Tiga Gunung Suci Asia”, bersama Gunung Fuji (Jepang) dan Gunung Penglai (Tiongkok).  

Legenda menyebut, Kaisar Qin Shi Huang (259–210 SM) pernah mengirim utusan ke Jeju untuk mencari elixir of life (ramuan keabadian) dari mata air Hallasan. Mitos ini mungkin berakar dari keberadaan mata air mineral alami di lereng gunung, yang dianggap berkhasiat oleh masyarakat. 

Gunung Halla adalah perpaduan antara kekuatan alam, sejarah, dan mitos. Setiap sudutnya menawarkan cerita yang memikat. Tak heran jika UNESCO menobatkannya sebagai Triple Crown Heritage, yaitu gabungan Situs Warisan Dunia, Cagar Biosfer, dan Geopark Global. Bagi traveler, mendaki Hallasan bukan sekadar petualangan fisik, tetapi juga perjalanan menyelami jiwa Pulau Jeju.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team