Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Merpati Penumpang
Merpati Penumpang (commons.wikimedia.org/Ltshears)

Intinya sih...

  • Populasi Merpati Penumpang mencapai 3-5 miliar ekor hingga pertengahan 1800-an, dengan koloni sarang yang sangat luas.

  • Perburuan komersial menggunakan teknologi kereta api dan telegraf menyebabkan kepunahan massal Merpati Penumpang.

  • Kerusakan habitat alami dan ketidakmampuan hidup dalam kelompok kecil juga berkontribusi pada kepunahan mereka.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ribuan tahun lalu, langit Amerika Utara dipenuhi kawanan Merpati Penumpang (Ectopistes migratorius) yang sangat padat. Spesies ini pernah menjadi burung darat paling melimpah di benua tersebut, dengan populasi awal yang menakjubkan, diperkirakan mencapai 3 hingga 5 miliar ekor. Banyak orang pada masa itu meyakini kepunahan burung ini adalah hal yang mustahil.

Namun, dalam waktu kurang dari satu abad, seluruh keyakinan itu hancur. Eksploitasi manusia yang didorong kemajuan transportasi dan komersialisasi menjadi hukuman mati bagi Merpati Penumpang. Penasaran bagaimana Merpati Penumpang bisa musnah total? Berikut lima fakta tragis di balik kepunahan mereka.

1. Populasi terbesar dan migrasi yang menghitamkan langit

Merpati Penumpang (commons.wikimedia.org/Tim Krepp)

Merpati Penumpang adalah spesies yang benar-benar luar biasa. Saat bermigrasi, kawanan mereka mengalir di langit, menempuh jarak ratusan kilometer mencari sumber makanan. Jumlahnya begitu banyak hingga mampu menghitamkan langit dan menutupi matahari selama berhari-hari, dan ini menjadi pemandangan megah yang akan selalu dikenang oleh para pemukim awal di Amerika Utara.

Dilansir laman Northern Wilds, populasi Merpati Penumpang diperkirakan mencapai 3 hingga 5 miliar individu hingga pertengahan 1800-an. Koloni sarang mereka pun sangat luas, dilaporkan bisa mencakup ratusan kilometer persegi. Jumlah yang masif ini memudahkan mereka ditemukan, dan celakanya, membuat mereka sangat rentan diburu.

2. Dijadikan komoditas dan diburu habis-habisan

Ilustrasi Merpati Penumpang (commons.wikimedia.org/Hayashi and Toda (artists), Charles Otis Whitman (author))

Bencana besar bagi Merpati Penumpang datang bersamaan dengan perburuan komersial. Daging merpati, terutama anak burung, laku keras dan dijual murah di pasar-pasar kota besar. Permintaan yang tak pernah surut ini menjadi pendorong utama pembantaian.

Dilansir laman Audubon, pada abad ke-19, teknologi kereta api dan telegraf membantu para pemburu melacak koloni sarang serta mengirimkan hasil buruan berupa ton-ton burung ke berbagai kota di sepanjang jalur kereta api, termasuk Milwaukee, Chicago, St. Louis, Cincinnati, Philadelphia, New York, dan Boston.

Pemburu menggunakan berbagai cara kejam, termasuk membakar kulit pohon untuk menjatuhkan anak burung, atau memakai jaring besar untuk menangkap ratusan burung sekaligus. Metode ini efektif melenyapkan seluruh koloni dalam satu musim kawin.

3. Kelemahan struktural mereka adalah ketidakmampuan untuk hidup dalam kelompok kecil

Ilustrasi kawanan burung (pexels.com/대정 김)

Sifat Merpati Penumpang yang sangat sosial justru menjadi malapetaka. Mereka berevolusi untuk hanya bisa berkembang biak dengan sukses dalam koloni yang sangat besar. Jumlah yang masif menjadi syarat utama keberlangsungan hidup mereka. Masih dari laman Audubon, spesies yang sangat senang berkelompok ini hanya dapat memulai proses perkawinan dan reproduksi saat berkumpul dalam jumlah besar.

Ketika kawanan mereka berkurang drastis akibat perburuan, kelompok-kelompok kecil yang tersisa tidak sanggup lagi memicu perkawinan yang berhasil. Populasi turun di bawah ambang batas minimum untuk berkembang biak, menyebabkan reproduksi gagal total dan kepunahan cepat.

4. Hancurnya habitat hutan yang sangat vital

Ilustrasi hutan (pexels.com/mali maeder)

Perburuan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan kepunahan mereka, habitat alaminya juga ikut lenyap. Dilansir laman Discover Wildlife, mereka sangat bergantung pada biji-bijian dari pohon ek, beech, dan chestnut yang tumbuh di hutan kayu keras bagian timur Amerika Utara. Sayangnya, hutan ini menjadi target utama pemukiman.

Hutan yang menyediakan makanan dan sarang mereka dikonversi besar-besaran menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Tanpa kawasan hutan yang luas dan aman untuk bersarang, Merpati Penumpang kehilangan fondasi ekologis mereka. Kerusakan habitat ini membuat mereka semakin rentan terhadap tekanan perburuan yang sudah brutal.

5. Martha, merpati penumpang terakhir di dunia

Marta, Merpati penumpang terakhir (commons.wikimedia.org/Enno Meyer)

Kisah pilu Merpati Penumpang ditutup di dalam kandang. Semua usaha penyelamatan di alam liar gagal. Hanya tersisa beberapa ekor di penangkaran, dan yang terakhir dikenang sejarah adalah Martha.

Dilansir laman Smithsonian National Museum of Natural History, Martha, Merpati Penumpang betina terakhir, meninggal di Kebun Binatang Cincinnati, Ohio, pada 1 September 1914. Kematiannya menjadi simbol resmi dari kepunahan spesies. Setelah itu, jasadnya diawetkan sebagai bentuk refleksi atas dampak yang ditimbulkan manusia terhadap alam.

Kisah Merpati Penumpang menjadi pengingat penting bahwa kelimpahan populasi tidak menjamin keberlangsungan hidup suatu spesies. Eksploitasi berlebihan oleh manusia dapat menyebabkan kepunahan, seperti yang terjadi pada miliaran ekor burung ini. Peristiwa tersebut seharusnya mendorong kita untuk lebih berhati-hati dalam menjaga keseimbangan ekosistem agar spesies lain tidak mengalami nasib serupa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team