5 Hewan yang Sering Ada dalam Industri Film, Pintar dan Terlatih!

- Anjing, aktor paling setia dan cerdas
- Kuda, andalan di film epik dan aksi
- Kucing, sulit diatur tapi karismatik di kamera
- Burung, dari elang hingga burung hantu yang tampil elegan
- Primata, pintar meniru dan ekspresif seperti manusia
Industri film tak hanya mengandalkan teknologi CGI untuk menghadirkan adegan yang memukau. Di balik layar, ada sejumlah hewan yang benar-benar dilatih secara professional demi menghasilkan akting yang tampak natural dan meyakinkan. Mulai dari ekspresi wajah hingga gerakan tubuh yang presisi, kemampuan hewan-hewan ini kerap membuat penonton lupa bahwa mereka sedang menyaksikan makhluk nonmanusia berakting di depan kamera.
Menariknya, pemilihan hewan dalam film bukan sekadar soal tampilan lucu atau garang. Dari sudut pandang sains, spesies tertentu dipilih karena kecerdasan, daya ingat, serta kemampuan mereka merespons isyarat manusia dengan cepat. Melalui proses pelatihan berbasis perilaku dan penguatan positif, hewan-hewan ini mampu mengikuti arahan kompleks, menjadikan mereka “bintang” tak tergantikan dalam dunia perfilman modern.
1. Anjing , si aktor paling setia dan cerdas

Anjing menjadi salah satu hewan langganan untuk terlibat dalam sebuah film. Hewan ini juga hewan peliharaan paling dekat dengan kehidupan manusia. Dilansir laman Reader’s Digest, Rin Tin Tin salah satu anjing bintang film orisinal yang dimiliki oleh Hollywood. Rin Tin Tin berhasil mencuri hati ribuan warga Amerika dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh seekor anjing. Anjing ini ditemukan oleh German Sheperd pada zona Perang Dunia 1, dan pemiliknya menyadari betapa pintar dan mudahnya melatih Tin Tin. Kecerdasan dan kemampuan belajar anjing ini dimanfaatkan secara luar biasa dalam industri film.
Secara sains, perilaku anjing unggul dalam membaca isyarat manusia, memiliki memori kuat, serta mampu membangun ikatan emosional yang membuat penonton terhubung secara psikologis dengan cerita di layar. Tak hanya menjadi hiburan, keberhasilan mereka juga menandai awal pengakuan terhadap hewan sebagai subjek terlatih dengan nilai ekonomi tinggi. Hingga kini, warisan para “aktor berkaki empat” ini masih terasa baik dalam film modern, riset, perilaku hewan, maupun cara manusia memahami kecerdasan nonmanusia di dunia hiburan.
2. Kuda, jadi andalan di film epik dan aksi

Dalam setiap film aksi maupun film kolosal, kuda menjadi salah satu hewan yang sering muncul karena memiliki beragam keahlian. Kuda biasanya digunakan sebagai stunt spesialis, kuda penarik kereta, kuda perang, serta kuda yang terlatih untuk adegan pertempuran. Dolbadarn Film Horses merupakan salah satu penyedia terkemuka kuda untuk produksi film dan televisi. Mereka memiliki pengalaman lebih dari empat dekade, dan membuktikan diri sebagai mitra terpercaya. Kombinasi antara kuda terlatih professional, penunggang berpengalaman, serta perhatian besar terhadap detail menjadikan setiap adegan tampil autentik dan aman. Kuda juga merupakan hewan mangsa dengan sistem saraf yang sangat peka terhadap rangsangan visual, suara, dan gerakan.
3. Kucing, susah diatur tapi karismatik di kamera

Kucing dengan sifatnya yang mandiri, misterius, dan sulit ditebak, sering kali menghadirkan kedalaman dramatis yang lebih kuat di layar lebar. Kepolosan dan ekspresi kucing justru menjadi magnet kuat di layar lebar. Dilansir laman Los Angeles Times, salah satu penampilan kucing paling menonjol dalam film Inside Llewyn Davis karya Joel dan Ethan Coen. Dalam film tersebut, karakter utama yang diperankan oleh Oscar Isaac, seorang musisi folks yang kesulitan hidup di New York tahun 1961, harus mengurus seekor kucing yang tanpa sengaja jatuh ke dalam tanggung jawabnya. Jika dibandingkan dengan kepatuhan dan keterlatihan anjing, kucing lebih sulit terkendali. Hal ini bukan soal hewan mana yang lebih disukai, melainkan bagaimana karakter alami mereka dimanfaatkan untuk memperkaya cerita dan pengalaman emosional penonton.
4. Burung, dari elang hingga burung hantu yang tampil elegan

Dalam industri film, burung pemangsa seperti elang dan burung hantu sering digunakan sebagai simbol kekuatan, kebebasan, atau nuansa misterius. Namun, demi efek dramatis, suara asli hewan-hewan ini kerap diganti atau dibesar-besarkan. Elang botak, misalnya, hampir selalu “dipinjamkan” suara elang berekor merah karena teriakan aslinya dianggap kurang megah. Hal serupa juga terjadi pada burung hantu, yang sering digambarkan memiliki suara seram untuk memperkuat suasana tegang atau horror.
Penggunaan suara yang tidak sesuai ini memang efektif secara sinematik, tetapi dapat membentuk persepsi yang keliru di masyarakat tentang perilaku dan karakter asli satwa liar. Meski begitu, fenomena ini juga menunjukkan betapa kuatnya peran suara hewan dalam membangun emosi dan identitas visual di layar lebar. Dengan memahami perbedaan antara suara asli dan versi filmya, penonton bisa lebih kritis sekaligus lebih menghargai keunikan alam yang sebenarnya.
5. Primata, pintar meniru dan ekspresif seperti manusia

Primata memiliki ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan struktur sosial yang mirip manusia. Hal ini membuat emosi seperti sedih, marah, atau senang terlihat lebih “hidup” dan mudah dipahami penonton. Dibandingkan dengan hewan lain, primata relatif mudah dilatih untuk mengikuti instruksi sederhana, beradegan, dan berinteraksi dengan aktor manusia di lokasi syuting. Kemudian primata juga dianggap lucu, menggemaskan, atau menghibur, sehingga mampu menarik perhatian penonton dan meningkatkan nilai komersial sebuah film atau acara TV. Namun eksploitasi hewan dalam industri hiburan juga melanggar hak dasar mereka atas kebebasan, tetapi juga menimbulkan penderitaan fisik dan psikologis yang sering kali tersembunyi dari publik. Meskipun terdapat klaim pengawasan dan jaminan perlakuan manusiawi, berbagai investigasi menunjukkan bahwa sistem tersebut masih lemah dan sarat konflik kepentingan.
Meski dikenal pintar dan mudah dilatih, penggunaan hewan dalam industri film tetap menyisakan persoalan etis yang tidak bisa diabaikan. Di balik adegan lucu, heroik, atau menggemaskan yang tampil di layar, ada proses panjang yang kerap memaksa hewan berperilaku tidak alami dan jauh dari kebebasan hidupnya. Dengan kemajun teknologi, industri hiburan sebenarnya memiliki alternatif yang lebih manusiawi tanpa harus mengeksploitasi hewan.


















