Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mengubah sampah menjadi energi (pexels.com/Artem Podrez)
ilustrasi mengubah sampah menjadi energi (pexels.com/Artem Podrez)

Menurut laporan World Bank mengenai What a Waste 2.0 menyatakan bahwa terdapat sebanyak 2,01 miliar ton sampah padat perkotaan setiap tahunnya di seluruh dunia. Tidak hanya itu, hasil laporan tersebut juga dipredisikan akan ada kenaikan jumlah sampah dunia sebanyak 70% di tahun 2050. Tentu, hal ini menjadi permasalahan serius dalam menanggulangi jumlah sampah yang terus menerus meningkat di beberapa negara.

Untuk itu, beberapa negara berupaya mengatasi jumlah kenaikan sampah ini. Dengan menerapkan sistem pengelolaan sampah, bernama waste to energy. Sistem waste to energy adalah pengelolaan limbah yang diubah menjadi energi. Waste to energy juga sudah diterapkan pada beberapa negara. Yuk, intip negara-negara yang menerapkan waste to energy di bawah ini.

1. Swedia dengan pembangunan fasilitas hogbytorp

ilustrasi mengumpulkan sampah di Swedia (pexels.com/Anna Shvets)

Negara pertama yang mengelola sampah dengan sistem waste to energy adalah Swedia. Sudah tidak asing lagi, bagi negara Skandinavia ini menjaga lingkungan agar tetap bersih, asri, dan bebas dari sampah. Bahkan, Swedia menjadi salah satu negara penyumbang sampah terkecil di dunia.

Dilansir laman Blue Ocean, hanya 1 persen sampah yang di kirim ke tempat pembuangan akhir di Swedia. Tidak hanya itu, Swedia juga berhasil menghasilkan energi panas lewat sistem waste to energy sebanyak 52 persen untuk menghangatkan 1 juta rumah dan listrik sebanyak 250,000 rumah. Bahkan, pemerintah Swedia membangun fasilitas pengelolaan sampah menjadi energi bernama Högbytorp di Stockholm, Swedia. 

Menurut Bioenergy International, menyampaikan fasilitas Högbytorp menggabungkan teknologi produksi biogas dan insinerasi limbah. Untuk menghasilkan energi panas, energi listrik, dan produk kompos atau pupuk cair lainnya. Dengan adanya pembangunan Högbytorp, Swedia berhasil menciptakan sistem pengelolaan sampah menjadi energi yang ramah lingkungan dan berguna bagi seluruh masyarakat Swedia.

2. Denmark dengan pabrik pengelolaan sampah menjadi energi

ilustrasi CopenHill atau Amager Bakke di Copenhagen (Wikipedia Commons/kallerna)

Tidak hanya negara Swedia saja yang mengelola sampah menjadi energi atau waste to energy. Negara bagian Nordik lainnya ikut mengimplemenatsikan sistem waste to energy, yaitu Denmark. Bahkan, negara Denmark memiliki pabrik pengelola limbah menjadi energi listrik dan panas yang berlokasi di tengah Kota Copenhagen bernama CopenHill atau Amager Bakke.

Dilansir laman State of Green, bagunan CopenHill dirancang Bjarke Ingels Group (BIG) sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Sebab, semakin meningkatnya emisi karbon di dunia. Dengan adanya pabrik CopenHill dapat mengubah sampah rumah tangga dan bisnis menjadi energi listrik yang ramah lingkungan

Dengan adanya CopenHill berhasil menyediakan pemanas distrik untuk 16,000 rumah dan tenaga listrik untuk 62.500 rumah di daerah Conpenhagen, Denmark. Tidak hanya itu, pabrik ini dirancang sangat berbeda dengan pabrik pengelolaan limbah kebanyakan. Sebab, design dari CopenHill sangat ramah untuk dikunjungi oleh masyarakat umum. Terdapat fasilitas ruang publik berupa area ski, taman, area panjat tebing, dan area rekreasi lainnya.

3. Jerman dengan waste incineration plants

ilustrasi membuang botol plastik (pexels.com/Mikhail Nilov)

Negara Jerman juga memiliki sistem waste to energy di negara mereka bernama waste incineration plants atau thermal waste treatment. Biasanya orang Jerman juga menyebutnya dengan Abfallverbrennungsanlage yang berarti fasilitas pembakaran sampah. Proses dari waste incineration plants yaitu dengan pembakaran sampah tidak dapat di daur ulang baik untuk menghasilkan energi panas.

Hasil energi panas dari proses tersebut digunakan untuk memproduksi uap yang akan menggerakkan turbin untuk menghasilkan listrik. Managemen emisi dari proses tersebut dilengkapi dengan filterisasi yang dapat menangkap gas beracun sebelum dilepaskan ke atmosfer, sehinga aman bagi lingkungan. Bahkan, sisa abu dari proses waste incineration plants dapat digunakan sebagai bahan konstruksi atau diolah untuk mengekstraksi logam berharga.

Dilansir laman Stadtreinigung Hamburg, salah satu pabrik pengelola limbah menjadi energi terletak di Hamburg, Jerman bernama Müllverwertungsanlage Borsigstraße (MVB) dan Müllverwertungsanlage Rugenberger Damm (MVR). Di mana, memproses limbah menjadi energi panas dan listrik yang terhubung ke jaringan pemanas distrik kota Hamburg, Jerman. 

4. Jepang dengan teknologi gasifikasi

ilustrasi memilah sampah (pexels.com/SHVETS production)

Selanjutnya, negara yang dijuluki sebagai Negeri Sakura, yaitu Jepang. Sudah tidak asing lagi, jika Jepang memiliki kepedulian tinggi dalam menjaga kebersihan lingkungan di negara mereka. Jepang juga menciptakan sebuah teknologi canggih yang dapat mengubah limbah menjadi energi, bernama teknologi gasifikasi.

Dilansir laman Green Network Asia, menyampaikan Jepang menggunakan teknologi gasifikasi dan peleburan langsung untuk mengelola limbah seperti limbah rumah tangga, medis, dan lumpur. Dengan kapasitas pengolahan 10.000 hingga 230.000 ton sampah per tahun.

Cara kerja gasifikasi ini, dengan pemanasan pada suhu tinggi dengan kontrol oksigen yang sangat terbatas untuk mengubah sampah menjadi gas sintesis atau syngas. Nantinya, syngas ini akan menjadi bahan bakar yang dapat menghasilkan listrik untuk disalurkan sebagai pasokan listrik ke jaringan publik​ di Jepang. Menurut Waste Management World, menambahkan bahwa residu yang dihasilkan dengan sistem gasifikasi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran konvensional, sehingga lebih ramah lingkungan.

5. Singapura dengan proyek Tuas Nexus

ilustrasi mengumpulkan sampah di sekitar pantai (pexels.com/Ron Lanch)

Negara yang menerapkan sistem waste to energy berikutnya, datang dari negara tetangga Indonesia yaitu Singapura. Sistem waste to energy di Singapura dikenal juga sebagai proyek Tuas Nexus. Proyek ini merupakan salah satu proyek besar dalam menaruh perhatiannya akan limbah padat dan limbah air yang ada di Singapura. 

Dilansir State of Green, Tuas Nexus mengintegrasikan dua fasilitas utama yaitu, Integrated Waste Management Facility (IWMF) berfokus pada limbah padat dan Tuas Water Reclamation Plant (WRP) berfokus pada limbah air dan air bekas. Proyek Tuas Nexus melibatkan penggunaan fluidized bed combustion atau pembakaran unggun terfluidisasi dalam mengelola sampah menjadi energi listrik. Di mana akan dikontribusi pada keberlanjutan energi dan pengurangan emisi karbon di Singapura. 

Dari lima negara di atas yang telah menerapkan waste to energy sebagai bentuk kesadaran dalam mengelola sampah. Bahwasanya, hanya dengan sampah dapat menjadi energi yang dapat digunakan oleh masyarakat. Adanya waste to energy  menjadi solusi dan inovasi cerdas untuk mengurangi sampah, sekaligus memenuhi kebutuhan energi terbarukan pada kehidupan di masa depan. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team