Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanaman Invasif yang Mengancam Keanekaragaman Hayati Indonesia!

Potret tanaman invasif (unsplash.com/Shmily Digital Photography)
Intinya sih...
  • Tanaman invasif mengancam keanekaragaman hayati Indonesia
  • Lantana camara, Chromolaena odorata, Mimosa pigra, Eichhornia crassipes, dan Acacia nilotica adalah beberapa tanaman invasif yang merusak ekosistem
  • Tanaman ini tumbuh cepat, mengubah habitat alami, dan berdampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Tapi di balik kekayaan alam yang luar biasa itu, ada ancaman yang kerap tak terlihat oleh mata awam. Yup, tanaman invasif! Mereka datang tanpa permisi, tumbuh cepat, dan diam-diam menghancurkan habitat alami tumbuhan lokal.

Tanaman-tanaman ini bisa tampak indah, bahkan eksotis di mata sebagian orang. Tapi di balik warna-warni daun dan bunga, tersembunyi ancaman nyata bagi ekosistem yang telah terbangun selama ribuan tahun. Yuk, kenali lima tanaman invasif yang diam-diam mulai menggerogoti keanekaragaman hayati Indonesia.

1. Lantana camara (tembelekan)

Lantana camara (pixabay.com/nguyenthienlong)

Si kecil berwarna cerah ini memang cantik di mata, dengan bunga warna-warni yang memikat hati. Tapi jangan terkecoh oleh penampilannya, karena Lantana camara adalah salah satu tanaman invasif paling agresif di dunia. Di Indonesia, tembelekan telah menyebar luas dan mengancam pertumbuhan tanaman lokal di hutan dan lahan terbuka.

Tanaman ini punya keunggulan yang menjadikannya musuh tangguh: tahan kekeringan, cepat tumbuh, dan mengandung senyawa alelopati yang menghambat pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya. Selain merusak ekosistem, tembelekan juga beracun bagi hewan ternak jika termakan. Ia seolah tumbuh diam-diam, namun meninggalkan jejak kerusakan yang tak sedikit.

2. Chromolaena odorata (siam weed)

Chromolaena odorata (pixabay.com/WikiImages)

Siam weed atau kirinyuh adalah musuh tersembunyi yang menyebar cepat di padang rumput, lahan pertanian, dan tepi hutan. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, tapi kini telah menjadi ancaman di berbagai wilayah tropis, termasuk Indonesia. Sekilas tampak seperti gulma biasa, tapi dampaknya sangat merugikan.

Pertumbuhannya luar biasa cepat dan membentuk semak lebat yang menutupi tanaman asli. Ini membuat tanaman lokal kesulitan mendapatkan cahaya dan nutrisi yang cukup. Selain itu, Chromolaena juga bisa mengganggu lahan pertanian dan menurunkan produktivitas tanah karena pertumbuhan akarnya yang agresif.

3. Mimosa pigra (putri malu raksasa)

Mimosa pigra (pixabay.com/wiroth04)

Kalau kamu mengenal putri malu sebagai tanaman kecil yang menunduk saat disentuh, maka versi raksasanya ini jauh lebih galak. Mimosa pigra bisa tumbuh hingga 6 meter dan membentuk semak berduri yang nyaris tak bisa ditembus. Ia sangat invasif, terutama di daerah rawa dan bantaran sungai.

Dengan pertumbuhan yang cepat, Mimosa pigra menyingkirkan spesies lokal dan mengubah karakter ekosistem secara drastis. Hewan air dan burung pun kesulitan mencari makan atau berkembang biak di lingkungan yang sudah dikuasai tanaman ini. Keberadaanya juga dapat menyulitkan aktivitas manusia seperti perkebunan, pertanian, dan rekreasi.

4. Eichhornia crassipes (eceng gondok)

Eichhornia crassipes (unsplash.com/Shmily Digital Photography)

Eichhornia crassipes alias eceng gondok awalnya diperkenalkan sebagai tanaman hias air karena bunganya yang cantik. Tapi siapa sangka, tanaman ini jadi salah satu penyebab utama matinya danau dan sungai di berbagai daerah. Ia tumbuh sangat cepat dan menutupi permukaan air hingga cahaya tak bisa menembus ke dasar.

Kondisi ini membuat tanaman air lain, ikan, dan mikroorganisme kekurangan oksigen dan akhirnya mati. Selain itu, eceng gondok menyumbat aliran sungai, menghambat perahu nelayan, dan meningkatkan risiko banjir. Dampaknya bukan cuma ekologis, tapi juga sosial dan ekonomi.

5. Acacia nilotica (akasia berduri)

Acacia nilotica (unsplash.com/sarangib)

Tanaman ini dikenal dengan batang berdurinya yang keras dan bentuknya yang kokoh. Awalnya ditanam untuk konservasi lahan kering, Acacia nilotica kini malah menjadi masalah karena penyebarannya tak terkendali. Ia menyebar cepat dan mengubah padang rumput alami menjadi semak berduri yang tidak ramah bagi satwa liar.

Pertumbuhannya yang padat membuat tanaman lokal kesulitan berkembang, dan durinya menambah masalah bagi hewan yang mencari makan atau berlindung. Di beberapa wilayah Indonesia, tanaman ini telah menginvasi kawasan padang savana dan menghancurkan habitat satwa endemik. Seolah menjadi pagar berduri yang tak hanya menutup ruang, tapi juga mengusir kehidupan.

Tanaman-tanaman ini mungkin datang dengan niat baik—entah sebagai tanaman hias, penutup lahan, atau sekadar eksotik pelengkap taman. Namun tanpa pengawasan dan pemahaman yang cukup, mereka berubah jadi penjajah senyap yang mematikan. Alam Indonesia yang begitu kaya bisa perlahan kehilangan ragamnya karena dominasi segelintir spesies asing ini.

Mencegah lebih baik daripada membasmi setelah terlambat. Edukasi tentang tanaman invasif penting agar masyarakat tahu mana yang patut ditanam dan mana yang harus diwaspadai. Menjaga keanekaragaman hayati bukan hanya tugas pemerintah atau peneliti, tapi tanggung jawab kita semua.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us