Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi strawaberry moon (unsplash.com/Yu Kato)

Intinya sih...

  • Strawberry moon bukan tentang warna stroberi, melainkan tentang timing sempurna alam.

  • Fenomena langka ini baru terulang 18 tahun lagi, akan menjadi bulan purnama terendah dalam setahun di belahan bumi utara.

  • Mengamati Strawberry Moon sebenarnya tidak memerlukan peralatan khusus, tetapi ada trik jitu untuk memotret bulan seperti fotografer pro.

Saat malam tanggal  10 sampai 11 Juni tiba, langit Indonesia akan disuguhi pemandangan luar biasa yang sayang untuk dilewatkan. Bulan purnama Juni yang dijuluki Strawberry Moon akan terbit di langit tenggara dengan warna keemasan yang memukau. Tapi tunggu dulu, jangan berharap melihat bulan berwarna merah stroberi! Nama ini justru menyimpan cerita yang jauh lebih menarik dari sekadar warna.

Strawberry Moon mendapat julukan ini karena bulan Juni adalah waktu panen stroberi liar di Amerika Utara, khususnya oleh suku-suku pribumi seperti Algonquin. Yang membuat fenomena tahun ini istimewa adalah bulan purnama ini akan tampak lebih besar dan rendah di langit dibanding biasanya karena fenomena major lunar standstill yang terjadi setiap 18.6 tahun. Ini kesempatan emas untuk menyaksikan keajaiban langit yang baru akan terulang lagi pada 2043.

1. Strawberry moon ternyata tidak berwarna stroberi

ilustrasi strawaberry moon (unsplash.com/Ahsan Avi)

Strawberry Moon bukanlah tentang warna bulan, melainkan tentang timing sempurna alam. Suku-suku pribumi Amerika seperti Algonquin, Ojibwe, Dakota, dan Lakota memberikan nama ini karena Juni adalah musim panen stroberi liar. Mereka memiliki tradisi memberi nama bulan purnama berdasarkan aktivitas atau fenomena alam yang terjadi saat itu.

Nama alternatif lainnya sama menariknya: Rose Moon karena mawar bermekaran, Hot Moon karena cuaca yang mulai panas, dan Birth Moon atau Hatching Moon yang menandai kelahiran hewan-hewan muda. Di Eropa, bulan ini disebut Honey Moon atau Mead Moon karena Juni adalah waktu panen madu pertama dalam setahun dan tradisional bulan pernikahan. Siapa sangka, istilah honeymoon yang kita kenal ternyata berasal dari fenomena astronomi ini!

2. Fenomena langka ini baru terulang 18 tahun lagi

ilustrasi bulan purnama (unsplash.com/Andrey Nuraliev)

Strawberry Moon 2025 akan menjadi bulan purnama terendah dalam setahun di belahan bumi utara. Fenomena ini terjadi karena saat bulan purnama, posisi bulan berlawanan dengan matahari, jadi ketika matahari berada di titik tertinggi (mendekati summer solstice), bulan berada di titik terendah.

Yang membuatnya unik adalah warna amber dan kemerahan yang mungkin terlihat, terutama saat bulan rendah di horizon. Warna ini bukan karena nama stroberi, tapi karena cahaya bulan harus melewati atmosfer bumi yang lebih tebal saat berada di horizon, menyebabkan hamburan cahaya yang menghasilkan warna kemerahan atau oranye. Di Indonesia, bulan akan terlihat dengan warna kuning oranye karena kelembaban yang tinggi di bulan Juni.

3. Cara terbaik mengamati tanpa alat mahal

ilustrasi bulan purnama ( unsplash.com/ Iván Levyv)

Mengamati Strawberry Moon sebenarnya tidak memerlukan peralatan khusus. Bulan akan terlihat paling jelas di tempat tanpa polusi cahaya dan dari lokasi yang tinggi dengan pandangan timur yang tidak terhalang. Waktu terbaik untuk mengamati adalah saat sunset tanggal 10 Juni, ketika bulan terbit di tenggara.

Untuk pengalaman optimal, carilah lokasi dengan horizon selatan yang terbuka karena ini adalah bulan purnama terendah dalam setahun. Cari juga fenomena earthshine, cahaya bumi yang dipantulkan membuat bagian bulan yang tidak terkena sinar matahari terlihat redup bercahaya. Ini biasanya terlihat paling jelas setelah sunset atau sebelum sunrise.

4. Trik jitu memotret bulan seperti fotografer pro

ilustrasi memotret langit (unsplash.com/Sarath P Raj)

Untuk fotografi bulan, gunakan mode manual dengan aturan Looney 11, set aperture f/11 dan kecepatan rana sesuai ISO yang dipilih (misal ISO 100 = 1/100 detik). Kecepatan rana minimal 1/180 detik untuk membekukan gerakan bulan, idealnya 1/250 hingga 1/320 detik.

Gunakan tripod untuk stabilitas dan jangan lupa shoot dalam format RAW untuk fleksibilitas editing maksimal. Waktu terbaik adalah saat senja, tidak lama setelah matahari terbenam, karena masih ada sisa cahaya langit yang bisa menambah dramatis foto. Untuk smartphone, manfaatkan aplikasi planetarium untuk mengetahui posisi tepat bulan akan terbit.

5. Bulan purnama ternyata mempengaruhi pola tidur kita

ilustrasi kamar tidur (unsplash.com/ Steven Aguilar)

Ternyata fase bulan bukan sekadar pemandangan indah. Penelitian dari Universitas Washington menunjukkan bahwa siklus bulan mempengaruhi pola tidur manusia, orang cenderung tidur lebih larut dan lebih sedikit menjelang bulan purnama. Efek ini terlihat baik di komunitas yang memiliki listrik maupun yang tidak, menunjukkan pengaruh alami bulan terhadap ritme sirkadian kita.

6. Tradisi spiritual dan budaya di balik strawberry moon

ilustrasi bulan purnama (unsplash.com/Anthony Cantin)

 

Fase bulan juga mempengaruhi pasang surut air laut karena gravitasi bulan yang berubah-ubah, serta menjadi acuan kalender lunar yang digunakan dalam penetapan Tahun Hijriah dan Imlek. Beberapa hewan bahkan mengandalkan cahaya bulan untuk migrasi dan reproduksi, seperti penyu laut yang bertelur saat bulan purnama.

Di Bali, hari purnama menjadi hari suci Sukla Paksa untuk beribadah kepada Sang Hyang Chandra sebagai manifestasi sumber cahaya dan energi. Suku-suku pribumi Amerika juga memiliki nama lain yang menarik: Birth Moon untuk menandai kelahiran hewan muda, Hot Moon karena cuaca yang mulai panas, dan di Eropa disebut Honey Moon karena tradisi panen madu dan pernikahan di bulan Juni.

Strawberry Moon 2025 mengajarkan kita bahwa alam semesta penuh dengan cerita yang lebih dalam dari yang terlihat mata. Sebuah bulan yang dinamai berdasarkan stroberi ternyata bukan tentang warna, melainkan tentang harmoni antara manusia dan alam. Fenomena yang terjadi setiap 18.6 tahun ini mengingatkan kita bahwa kita adalah bagian dari siklus kosmik yang lebih besar.

Ketika kamu menatap langit malam nanti dan melihat cahaya keemasan Strawberry Moon, ingatlah bahwa kamu sedang menyaksikan pertemuan antara sains modern dan wisdom kuno. Dari pengaruhnya terhadap pola tidur hingga tradisi spiritual lintas budaya, bulan purnama ini membuktikan bahwa kita masih terhubung dengan ritme alam meskipun hidup di era digital. Siapa sangka, momen astronomi sederhana bisa menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara tradisi dan teknologi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team