Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Fakta yang Harus Kamu Ketahui tentang Jean-Paul Sartre, Apa Saja?

Jean-Paul Sartre via the-tls.co.uk

Jean-Paul Charles Aymard Sartre lahir pada tanggal 21 Juni 1905 di Paris, Prancis. Dia dikenal secara luas atas kontribusinya sebagai seorang filsuf, penulis naskah, dan guru. Karya-karyanya yang terkenal adalah magnum opus-nya, L'Etre et le néant (Being and Nothingness) dan dramanya, Les Mouches (The Flies).

Ide-idenya sangat memengaruhi studi filosofis dan sastra, khususnya dalam sebuah gerakan yang disebut eksistensialisme. Sebenarnya, masih ada banyak fakta menarik tentangnya. Penasaran? Baca kelanjutannya di bawah ini yuk!

1. Pernah membuat kepala sekolahnya mengundurkan diri

mondialisation.ca

Saat masih bersekolah di École Normale Supérieure, Sartre membuat kepala sekolahnya, Gustave Lanson, mengundurkan diri. Pada saat itu, dia dan rekan-rekan filsafatnya, yang disebut "Normaliens," mengerjai publik dengan membuat berita palsu.

Pertama-tama, dia meyakinkan media kalau Charles Lindbergh akan singgah di sekolahnya. Kemudian, Sartre dan teman-temannya mencari orang yang mirip dengan Lindbergh dan membawanya ke sebuah gedung yang diisi oleh awak media.

Orang-orang di sekitar Paris pun membicarakan kejadian itu dan Lanson terpaksa mengundurkan diri karena merasa tidak bisa mengendalikan murid-muridnya.

2. Pernah menjadi tawanan selama Perang Dunia II

opinionstage.com

Melansir dari Britannica, Sartre mendaftar ke militer Prancis pada tahun 1939 dan menjabat sebagai ahli meteorologi selama Perang Dunia II. Namun, dia ditangkap setahun kemudian oleh pasukan Jerman dan menjadi tawanan perang selama sembilan bulan di Nancy. Selama ditawan, Sartre menulis drama pertamanya, Barionà, fils du tonnerre.

Beberapa sejarawan juga percaya kalau selama ditawan, Sartre membaca Being and Time karya filsuf Jerman Martin Heidegger. Bisa dibilang kalau karya itu menjadi salah satu inspirasinya. Setelah dibebaskan pada tahun 1941, ia mengajar di Lycée Pasteur. Ia juga mulai menulis Being and Nothingness dan menerbitkannya dua tahun kemudian.

3. Pernah bersitegang dengan Albert Camus

newyorker.com

Hubungan kedua filsuf ini memang tidak akur, di mana keduanya sering mengkritik karya masing-masing. Sartre dan Camus pertama kali bertemu pada bulan Juni 1943, tepatnya pada pembukaan drama Sartre, The Flies. Bisa dibilang kalau mereka bersitegang karena pandangan Sartre yang cenderung "netral" terhadap pendudukan Nazi di Prancis.

Seperti yang diketahui, Camus sangat mengutuk fasisme dan kolonialisme.Ia bahkan mengecam kolonialisme Prancis di tanah kelahirannya, Aljazair. Meskipun sangat kritis, Camus tetap menghargai gagasan-gagasan Sartre. Camus juga memuji kejujuran serta kemampuan Sartre untuk membuat terobosan baru dalam bidang sastra.

4. Menjalin hubungan terbuka dengan Simone de Beauvoir

bonjourparis.com

Semua orang pasti tahu tentang pasangan eksentrik ini. Bisa dibilang kalau mereka berdua adalah filsuf paling modis pada masanya. Selain itu, eksistensialisme Sartre dan feminisme de Beauvoir telah menjadi kiblat bagi para filsuf sampai hari ini. Dan seperti yang diketahui, keduanya menjalin open relationship atau hubungan terbuka.

Singkatnya, hubungan ini membebaskan kedua belah pihak untuk berhubungan dan melakukan seks dengan orang lain. Tentu saja, hubungan ini bersifat konsensual atau terjadi atas persetujuan kedua belah pihak.

Bersama-sama, Sartre dan de Beauvoir melawan budaya arus utama dan kehidupan sosial di sekitarnya. Menurut mereka, segala kebiasaan dan pemikiran yang umum di masyarakat sangat lekat dengan gaya hidup borjuis.

Hal ini wajar mengingat mereka berdua, khususnya Sartre, memiliki hubungan yang dekat dengan Fidel Castro dan Che Guevara. Sartre sendiri menganut Marxisme tepat setelah Perang Dunia II berakhir. Dia sangat mengagumi Che Guevara, sampai menyatakan kalau Guevara adalah seorang intelektual yang hebat dan paling sempurna di zamannya.

5. Dianugerahi Nobel Sastra, tetapi menolaknya

aeon.co

Sartre dianugerahi Nobel Sastra pada tahun 1964 atas karyanya. Sebelumnya, tepatnya pada tahun 1957, Camus juga mendapatkan penghargaan yang sama. Nobel Prize menganggap karya-karya keduanya telah memberikan pengaruh yang luas di era modern, kaya akan gagasan, serta penuh dengan semangat kebebasan dan pencarian kebenaran.

Namun berbeda dengan Camus, Sartre justru menolak penghargaan tersebut. Ia memberi tahu beberapa alasannya dalam surat kabar harian Prancis, Le Figaro, edisi 26 Oktober 1964.

Pertama, Sartre mengatakan kalau dia akan selalu menolak penghargaan resmi, mengingat kalau dirinya juga telah menolak Legiun Kehormatan Prancis pada saat itu. Sartre bahkan mengatakan kalau dia akan menolak Lenin Prize jika diberikan.

Sartre menolak untuk mengasosiasikan dirinya dan karyanya dengan sebuah institusi, dengan alasan karena hal itu bertentangan dengan apa yang dia perjuangkan sebagai penulis.

6. Dikenal sebagai seorang filsuf eksistensialis

npg.org.uk

Banyak nama yang muncul di benak kita saat membahas eksistensialisme. Søren Kierkegaard dan Friedrich Nietzsche misalnya, yang berkontribusi secara signifikan terhadap apa yang akan menjadi gerakan eksistensialisme di pertengahan abad ke-20. Seperti yang diketahui, Sartre juga melakukan bagiannya untuk mempopulerkan gerakan tersebut.

Karyanya, L'existentialisme est un humanisme (Eksistensialisme adalah Humanisme), yang didasarkan pada kuliahnya di tahun 1940, menjadi dasar bagi pemikiran eksistensialismenya. Tidak seperti beberapa filsuf pada zamannya, Sartre mengakui dirinya sebagai seorang eksistensialis.

Menurut Robert C. Solomon dalam bukunya, From Rationalism to Existentialism: The Existentialists and They Nineteenth Century Backgrounds, Camus—yang sering disandingkan dan dianggap memiliki "napas" filosofis yang sama dengan Sartre—justru menolak untuk disebut sebagai seorang eksistensialis melainkan seorang absurdis.

7. Prosesi pemakamannya dihadiri oleh 50.000 orang

tellerreport.com

Jika kalian masih mempertanyakan pengaruh Sartre dalam dunia sastra, maka kalian harus melihat prosesi pemakamannya. Sartre sendiri meninggal pada 15 April 1980. Beberapa orang mengira kalau ia meninggal kerena penyakit paru-paru, meski alasan sebenarnya masih belum jelas.

Pemakamannya diadakan pada hari 19 April, di mana 50.000 warga Paris berbaris di jalan-jalan selama prosesi pemakamannya. Sartre awalnya dimakamkan di Pemakaman Montparnasse. Namun empat hari setelahnya, makamnya dibongkar dan jenazahnya dikremasi di Pemakaman Pere-Lachaise. Setelahnya, abunya dikuburkan kembali di Pemakaman Montparnasse.

Sartre dikenal karena gagasannya akan kebebasan. Menurutnya, "manusia dikutuk untuk bebas setelah dibuang dari Bumi." Selain itu, ia juga menyatakan kalau "eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi." Tentu saja, kalian harus membaca karya-karyanya agar dapat memahami Sartre sepenuhnya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agustin Fatimah
EditorAgustin Fatimah
Follow Us