7 Alternatif Baterai Lithium yang Diyakini Lebih Baik

- Baterai alternatif termasuk magnesium berair, natrium-ion, litium-belerang, sel bahan bakar hidrogen, dan grafena sedang dikembangkan sebagai pengganti lithium-ion.
- Teknologi baterai berair menawarkan keunggulan dalam kapasitas dan keselamatan, sementara baterai solid state menjadi solusi untuk elektrolit cair yang rentan terhadap panas.
- Meskipun masih dalam tahap pengembangan, industri modern sedang mempercepat upayanya untuk mengakhiri ketergantungan pada baterai lithium-ion dengan berbagai alternatif yang sedang dikembangkan.
Saat ini, baterai lithium-ion mendominasi teknologi penyimpanan energi. Alasannya, baterai lithium-ion memiliki kapasitas yang besar, bisa diisi ulang berkali-kali, dan harganya terjangkau. Ini menjadikan baterai lithium-ion ideal untuk aplikasi konsumen dan industri.
Namun, munculnya peralatan energi terbarukan, kendaraan listrik, dan isu seputar ekstraksi litium dan keamanannya memaksa pasar untuk mencari baterai yang tidak mengandung logam alkali. Akibatnya, banyak alternatif baterai litium sedang dikembangkan.
Berikut adalah alternatif baterai lithium-ion yang sedang dikembangkan.
1. Baterai aqueous magnesium

Logam magnesium menjadi salah satu kandidat ideal untuk menggantikan litium. Magnesium sendiri merupakan logam yang mudah ditemukan, tidak beracun, memiliki potensi elektrokimia negatif, dan memiliki kapasitas tinggi. Masalah utama dari magnesium adalah afinitasnya terhadap kelembapan dan pasivasi ketika berada dalam lingkungan berair.
Namun, baterai aqueous magnesium atau magnesium berair membuka jalan baru untuk komersialisasinya. Baterai ini dapat diisi ulang selama ratusan kali dan memiliki kapasitas pengosongan yang tinggi jika dibandingkan dengan teknologi baterai multivalen lainnya. Jika berhasil, baterai ini akan menghilangkan kebutuhan litium, meningkatkan keselamatan, dan mengurangi biaya teknologi baterai secara signifikan.
2. Baterai natrium-ion

Teknologi baterai natrium-ion tidak menyimpang terlalu jauh dari standar litium-ion. Baterai natrium-ion cukup menggantikan ion litium sebagai pembawa muatan dengan natrium. Perubahan tunggal ini berdampak besar pada produksi baterai karena kandungan natrium alami jauh lebih melimpah dibandingkan litium.
Faktanya, natrium bisa didapatkan dari lautan seluruh dunia. Ini juga dapat menurunkan biaya produksi baterai karena kamu tidak perlu lagi mengkhawatirkan penyimpanan dan pengangkutan bahan yang berpotensi berbahaya seperti litium.
Namun, baterai natrium-ion juga memiliki kekurangan. Ion-ionnya secara fisik lebih besar dari litium, yang artinya kepadatan energinya lebih rendah. Jika diaplikasikan, hal ini dapat mengakibatkan jarak tempuh yang lebih rendah untuk kendaraan listrik dan waktu pengoperasian yang lebih pendek untuk HP.
3. Baterai litium-belerang

Baterai lithium-ion menggunakan kobalt di anoda, yang terbukti sulit didapat. Baterai litium-belerang mampu mengatasi masalah ini dengan menggunakan belerang sebagai bahan katodik. Selain menggantikan kobalt, baterai litium-belerang menawarkan beberapa keunggulan, yaitu kepadatan energi yang lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah.
Masalah terbesar dengan baterai lithium-belerang saat ini berkaitan dengan tingkat degradasinya yang cepat.
4. Sel bahan bakar hidrogen

Sel bahan bakar hidrogen telah muncul sebagai alternatif populer untuk memasok energi ramah lingkungan. Ini melibatkan penggabungan gas hidrogen yang tersimpan dengan oksigen di udara untuk menghasilkan listrik dan uap air. Dengan kata lain, produk sampingan dari reaksi tersebut sepenuhnya ramah lingkungan.
Namun, sel bahan bakar hidrogen tidak sempurna. Misalnya, jika diterapkan pada kendaraan, kamu perlu membangun jaringan stasiun pengisian hidrogen. Membangun sel bahan bakar hidrogen juga cukup mahal.
5. Baterai grafena

Grafena adalah satu lapisan atom karbon, tersusun dalam kisi heksagonal atau struktur seperti sarang lebah. Grafena cocok untuk produksi baterai karena memiliki konduktivitas listrik yang sangat baik, bobot yang rendah, dan struktur fisik yang kuat.
Grafena dianggap menjadi kandidat terbaik untuk alternatif baterai lithium-ion, tetapi produk komersial masih belum layak untuk saat ini. Biaya yang tinggi menjadi alasan terbesar mengapa industri belum menggunakan grafena.
6. Baterai solid state

Baterai berair merupakan pilihan paling populer hingga saat ini, tetapi sayangnya ini bukanlah perangkat yang sempurna. Baterai dengan elektrolit cair rentan terhadap panas berlebih, bocor, dan kehilangan daya seiring waktu, yang dapat menyebabkan kinerja buruk, atau terbakar. Baterai berair juga cukup berat, sehingga sulit diterapkan pada kendaraan listrik.
Baterai yang menggunakan elektrolit padat, yang dikenal sebagai baterai solid-state, bisa menjadi solusi untuk masalah ini. Banyak perusahaan sedang berusaha memahami dan membuat inovasi dari baterai solid state. Namun, hingga saat ini teknologi tersebut masih sulit dipahami.
7. Baterai hidrogen mangan

Mangan adalah unsur paling melimpah ke-12 di bumi dan logam paling melimpah keenam. Logam ini juga memiliki banyak sifat kimia dan listrik yang bermanfaat dan berguna dalam aplikasi baterai.
Satu-satunya masalah utama dengan mangan adalah ketidakstabilannya, yang mengubah kinerja baterai seiring waktu. Hingga kini, banyak pihak sedang melakukan penelitian untuk mengatasi masalah ini.
Meskipun sebagian besar teknologi ini masih dalam tahap pengembangan dan belum tersedia secara komersial, ini menunjukkan bahwa industri modern sedang mempercepat upayanya untuk mengakhiri ketergantungan pada baterai lithium-ion.