Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahan

Suku Indian dipaksa berjalan ribuan kilometer

Kisah Trail of Tears (Jejak Air Mata) terjadi pada tahun 1830-an. Saat itu, suku Cherokee diusir dari tanah mereka oleh pemerintah AS dan dipaksa berjalan hampir 1.000 mil atau 1.609 kilometer ke penampungan baru, tempat yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Ribuan orang meninggal dalam perjalanan itu. Ini menjadikannya salah satu pelanggaran hak asasi manusia terburuk dalam sejarah Amerika.

Akan tetapi, cerita Trail of Tears sebenarnya sangat rumit karena dipenuhi dengan perjanjian yang meragukan, undang-undang pemerintah, dan kasus Mahkamah Agung. Mereka yang terlibat juga sama menariknya, mulai dari Kepala Suku Cherokee palsu, presiden, hingga jenderal yang bertanggung jawab atas semuanya. Berikut adalah kisah memilukan dari penduduk asli yang dibiarkan terjadi di tanah Amerika.

1. Trail of Tears terjadi akibat perburuan emas

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahanilustrasi bongkahan emas (commons.wikimedia.org/Robert M. Lavinsky)

Emas adalah sebuah benda yang membuat banyak orang kehilangan akal sehatnya. Inilah yang menjadi pencetus Trail of Tears. Pada tahun 1829, sebuah surat kabar Georgia mengumumkan bahwa 1 ton emas ditemukan di negara bagian tersebut, sebagaimana yang ditulis laman New Georgian Encyclopedia.

Bagian utara Georgia ditinggali oleh suku Cherokee. Emas-emas tersebut berada di daerah itu dalam jumlah ribuan. Akibatnya, banyak orang yang datang dari setiap negara bagian. Beberapa dari mereka bahkan hanya berjalan kaki. Pada saat itu, fenomena ini dikenal sebagai Great Intrusion.

Penduduk asli Amerika menghalangi para pendatang baru ini ke wilayah mereka. Akibatnya, para pemburu emas ini mulai menuntut pemerintah untuk mengatasi penduduk asli tersebut. Kurang dari setahun setelah emas ditemukan, Presiden Andrew Jackson menandatangani Indian Removal Act (Undang-Undang Penghapusan Indian) yang mengarah langsung ke peristiwa Trail of Tears. Pada waktu yang hampir bersamaan ketika suku Cherokee terakhir diusir dari tanah mereka, emas di wilayah itu pun habis.

 

2. Andrew Jackson sangat membenci penduduk asli Amerika

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahanpotret mantan Presiden AS, Andrew Jackson, pada tahun 1845, beberapa bulan sebelum kematiannya (commons.wikimedia.org/Mathew Benjamin Brady)

Menurut situs resmi Cherokee Nation, Andrew Jackson mungkin berutang nyawa kepada suku Cherokee. Itu dimulai pada tahun 1814 ketika ia memerintahkan pasukannya untuk melawan suku Indian Creek. Lalu, dia menyerang suku Seminoles pada tahun 1818. Selama 1 dekade, Andrew Jackson adalah orang yang menegosiasikan 9 dari 11 perjanjian dengan AS untuk menghancurkan penduduk asli Amerika.

Sebagai presiden, dia membuat Undang-Undang Penghapusan Indian. Suku Cherokee yang mendengar desas-desus pemindahan paksa penduduk asli mendorong delegasi Cherokee untuk datang menemui Andrew Jackson di Washington. Namun, dia justru mengatakan, "Anda akan tetap di tanah kuno Anda selama rumput tumbuh dan air mengalir."

3. Berbagai cara ditempuh suku-suku Amerika untuk tetap bertahan di tanah mereka

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir PemindahanIlustrasi ini menggambarkan serangan Cherokee terhadap garnisun Fort Loudoun di Monroe County, Tennessee, Amerika Serikat pada Agustus 1760. (commons.wikimedia.org/Ernest Peixotto)

Meskipun istilah Trail of Tears umumnya disematkan untuk pemindahan paksa suku Cherokee, mereka bukan satu-satunya penduduk asli Amerika yang digusur pemerintah selama tahun 1830-an. Dilansir lamam Encyclopedia Britannica, sekitar 100 ribu orang diusir dari tanah mereka dan 15 ribu dari mereka tewas di perjalanan saat pergi ke Barat. Kebanyakan dari mereka berasal dari suku Cherokee, Creek, Chickasaw, Choctaw, dan Seminole.

Suku-suku ini mencoba berbagai upaya untuk membuat penjajah Amerika menyukai mereka. Suku-suku ini akhirnya dikenal sebagai Five Civilized Tribes karena mereka mematuhi semua orang kulit putih dengan harapan bisa diterima, seperti bekerja di pertanian skala besar dan bersekolah dengan gaya pendidikan Barat. Bahkan, beberapa orang kulit putih memiliki budak dari suku pribumi. Namun, hal ini justru membuat orang kulit putih semakin kesal dengan mereka.

Setelah Undang-Undang Penghapusan Indian ditandatangani, beberapa suku meninggalkan tanah mereka secara sukarela, sementara suku yang lain berperang dengan AS selama bertahun-tahun untuk mencoba tetap bertahan. Suku Cherokee menyusun konstitusi berdasarkan sistem AS untuk membuktikan hak mereka, bahkan melibatkan Mahkamah Agung untuk mencoba peruntungan hingga mereka berhasil memenangkan kasus besar. Tidak peduli apa yang suku-suku itu lakukan, hasilnya tetap sama. Puncaknya adalah peristiwa Trail of Tears

4. Kepala suku palsu mencari keuntungan dari derita suku Indian

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahanpotret John Ridge yang terpajang di Museum Peninggalan Cherokee (commons.wikimedia.org/Wesley Fryer)

Pada pertengahan tahun 1830-an, terlihat jelas keseriusan pemerintah dengan Undang-Undang Penghapusan Indian. Suku-suku lain sudah dipindahkan baik secara sukarela ataupun dengan paksa. Suku Cherokee masih memperdebatkan apa yang harus mereka lakukan.

John Ridge adalah anggota suku Cherokee, tetapi dia mewakili dirinya sendiri kepada pemerintah AS dan mengaku sebagai kepala suku. Ridge menandatangani Treaty of New Echota (Perjanjian Echota Baru) pada 1835 yang menyatakan persetujuannya untuk menjual semua tanah Cherokee seharga 5 juta dolar AS atau setara Rp75 miliar. History mengatakan bahwa Kepala Suku Cherokee yang asli, John Ross, menulis surat kepada Kongres untuk menjelaskan kesalahan itu dengan mengatakan, "Persetujuan yang dimaksud bukanlah tindakan bangsa kita. Kami bukan pihak dalam perjanjiannya." Akan tetapi, pemerintah tidak peduli. Intinya, mereka sudah memiliki perjanjian itu. Namun, pada tahun 1839, setelah peristiwa Trail of Tears terjadi, suku Cherokee berkumpul dan membunuh John Ridge. 

 

Baca Juga: Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19

5. Banyak pihak yang menentang pemindahan paksa penduduk asli Amerika

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahanfoto daguerreotype berwarna John Quincy Adams yang diambil pada tahun 1843 (commons.wikimedia.org/Brobt/Philip Haas)

Jelas, suku Cherokee tidak setuju jika tanah mereka direnggut orang asing dan mereka dikirim dalam perjalanan berbahaya ke antah-berantah. Dikutip PBS, setelah Perjanjian Echota Baru, lebih dari 15 ribu dari suku-suku Amerika (hampir seluruh negara pada saat itu) menandatangani petisi agar mereka tidak dipaksa untuk pindah.

Saat menjadi anggota Kongres, John Quincy Adams tidak nyaman dengan situasi menegangkan tersebut. Dia menyebut Trail of Tears sebagai kekejian bangsa Amerika terhadap penduduk asli. Davy Crockett, Henry Clay, dan Daniel Webster justru menentangnya. Baik Indian Removal Act dan Treaty of New Echota baru saja disahkan dalam Kongres setelah perdebatan sengit itu.

Beberapa orang kulit putih juga bersimpati dan aktif menentang pemindahan penduduk asli Amerika, terutama Quaker dan abolisionis. The ladies of Steubenville, Ohio mengajukan petisi kepada Kongres untuk menentang praktik tersebut pada tahun 1830. Sementara itu, penyair Ralph Waldo Emerson mengajukan permohonan kepada Presiden Van Buren pada 1936 untuk kebebasan penduduk asli.

Dilansir laporan Sea Coast Online, tujuh kota di AS meminta agar perjanjian sebelumnya dihapuskan dan mengizinkan penduduk asli Amerika untuk tetap tinggal di tanah mereka. Bahkan, banyak penduduk Georgia, khususnya yang sudah ada sebelum demam emas, menginginkan suku Cherokee tetap tinggal di wilayah tersebut. Namun, pemerintah Amerika seolah-olah tutup telinga.

6. Kesan baik Winfield Scott dalam Trail of Tears

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahanpotret lukisan Winfield Scott (commons.wikimedia.org/Robert Walter Weir)

Salah satu orang yang bertanggung jawab atas pemindahan paksa ribuan suku Indian adalah Winfield Scott. Dia dianggap sebagai jenderal terbesar pada masanya. Scott pernah memimpin pasukannya dalam 3 perang besar dan mencalonkan diri sebagai presiden sebanyak 3 kali.

Winfield Scott selalu memberikan instruksi yang sangat mendetail kepada prajuritnya agar tidak menembak mereka yang melarikan diri dan merawat orang yang lemah atau sakit. Scott bahkan mengajari mereka tentang beberapa poin penting dalam sejarah suku Cherokee. Scott juga berbicara langsung dengan suku Cherokee sendiri dan mencoba meyakinkan bahwa mereka akan mendapatkan tempat yang lebih layak.

Scott menghormati dan mendengarkan para kepala suku saat mereka meminta untuk tidak pergi pada musim panas. Ia pun mendorong penduduk asli Amerika untuk divaksinasi sebelum berangkat. Scott juga mengirimkan pesan kepada para pemukim di sepanjang jalur perjalanan dan meminta mereka untuk bersikap baik kepada suku Cherokee saat mereka melewatinya.

7. Terjadinya Trail of Tears

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahanmonumen peringatan Trail of Tears (commons.wikimedia.org/Adam Jones)

Trail of Tears tidak berjalan baik seperti yang dibayangkan Jenderal Scott. Banyak pelanggaran yang terjadi selama perjalanan tersebut. Seseorang dari suku Cherokee menulis surat tentang apa yang terjadi dan mengirimkan tulisannya ke Biro Urusan Indian AS. 

Dia menceritakan bahwa tentara AS datang dan mengumpulkan suku Cherokee dengan menodongkan bayonet. Suku Cherokee tidak diizinkan membawa satu pun barang-barang mereka. Mereka dipaksa pergi hanya dengan membawa pakaian yang mereka kenakan.

Saat musim dingin tiba, sebagian besar suku Cherokee tidak memiliki pakaian dan selimut yang memadai. Mereka digiring layaknya ternak dan dicambuk agar jalan lebih cepat. Ribuan tewas karena suhu dingin yang ekstrem, kekurangan gizi, kelelahan, dan penyakit. Seorang tentara bahkan mengakui bahwa itu adalah perintah paling brutal dalam sejarah peperangan Amerika.

8. Benteng tempat penampungan sama buruknya seperti Trail of Tears itu sendiri

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahanbenteng Fort Macon (commons.wikimedia.org/Shannon Gable)

Segera setelah Indian Removal Act ditandatangani pada tahun 1830, benteng-benteng dibangun dari Georgia hingga Oklahoma untuk menampung suku Indian sepanjang perjalanan mereka. Pembangunan benteng ini dimulai 8 tahun sebelum Trail of Tears terjadi dan 5 tahun sebelum Perjanjian Echota Baru. Hal ini membenarkan bahwa pemerintah Amerika sebenarnya tahu apa yang akan terjadi.

Benteng ini dianalogikan seperti kamp konsentrasi dan kehidupan di dalamnya bahkan lebih buruk daripada perjalanan itu sendiri. Menurut buku Inside America's Concentration Camps: Two Centuries of Internment and Torture, buku yang ditulis oleh James Dickerson, benteng-benteng kecil ini menampung ratusan suku Cherokee sekaligus. Setiap hari, ada saja orang yang meninggal.

Kondisinya yang memprihatinkan juga membuat banyak orang meninggal karena penyakit dan malnutrisi. Selain itu, beberapa dari mereka yang tidak kuat akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup. Seolah-olah penderitaan ini tidak cukup, para tentara kedapatan mencuri sedikit barang yang dimiliki suku Cherokee. Banyak juga di antara tentara yang berulang kali melecehkan perempuan dan anak-anak.

9. Wilayah suku Indian tidak bertahan lama

Fakta Trail of Tears, Perang Lawan Suku Indian dengan Akhir Pemindahanpintu masuk ke Cherokee Removal Memorial Park di Meigs County, Tennessee (commons.wikimedia.org/Brian Stansberry)

Meskipun dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, Trail of Tears pada akhirnya sangat berharga bagi suku Cherokee. Menurut University of Minnesota, sebagai imbalan atas penyerahan tanah suku Cherokee di Georgia, sebuah wilayah yang disebut Teritori Indian di sebelah barat Mississippi disisihkan untuk ditinggali mereka selamanya. Sekarang, wilayah ini disebut Oklahoma.

Namun, hanya 2 dekade di tempat tinggal barunya di Oklahoma, Perang Sipil memecah suku Cherokee seperti bagian AS lainnya dan menyebabkan sengketa perbatasan di wilayah tersebut. Kemudian, pada tahun 1887, sebuah undang-undang disahkan dan mengatakan bahwa suku Cherokee harus membeli tanah yang telah diberikan oleh pemerintah kepada mereka. Pada 1907, Oklahoma secara resmi menjadi negara bagian dan bangsa Cherokee dihapuskan, kurang dari 70 tahun setelah mereka meninggalkan rumah mereka.

Siapa pun yang menentang dan mengganggu orang kulit putih Amerika yang ingin mengeruk sumber daya alam suku Indian pasti akan disingkirkan, hal yang sama yang dialami suku Cherokee. Penjajah Amerika yang ingin mengambil kekayaan alam di tanah mereka justru menciptakan kekejaman yang luar biasa kepada penduduk asli. Hal ini sangat mencoreng sejarah Amerika yang reputasinya sudah buruk sejak awal penjajah datang.

Semoga ini bisa jadi gambaran untuk memahami sejarah Amerika yang penuh dengan lika-liku. Jadi apa pendapatmu terhadap fakta-fakta Trail of Tears barusan? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar, ya.

Baca Juga: Sejarah Suku Navajo yang Termasuk Suku Terbesar di Amerika

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya