Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakota

Peristiwa yang melibatkan pembunuhan dan asimilasi paksa

Sejarah antara Amerika Serikat dan penduduk asli Amerika tidak membuat AS terlihat seperti pahlawan. Salah satunya bagian sejarah yang mengarah pada genosida dan pembunuhan massal di negara itu jarang sekali dibicarakan. Jika iya, sejarah itu hanya disinggung sesingkat mungkin atau diubah untuk menutupi masa lalu yang kelam. 

Untuk memahami peristiwa yang terjadi di Wounded Knee, pembantaian tahun 1890 dan pendudukan tahun 1973, penting untuk diketahui bahwasanya tidak ada negara yang hebat. Setiap bangsa pernah melakukan kekejaman. Sejarah Wounded Knee yang kacau dan tindakan pemerintah AS terhadap bangsa Sioux, yang terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan bahasa dan geografi: Dakota (Santee, Dakota Timur), Lakota (Teton, Dakota Barat) dan Nakota (Yankton, Dakota Tengah), akan menyadarkan kita atas pentingnya perjuangan yang masih dihadapi penduduk asli Amerika hingga saat ini.

1. Awalnya, pemerintah AS merebut tanah bangsa Sioux

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku LakotaIlustrasi ini menggambarkan emigran Inggris saat membuat jalur rel kereta api Pasifik yang disaksikan suku Indian. (commons.wikimedia.org/Samuel Bowles)

Ketika ekspansi ke Barat dimulai, suku-suku asli diusir dari tanah mereka ke reservasi. Beberapa dari mereka bahkan dibunuh di tanahnya sendiri. Lalu, tanah dan kekayaan sumber daya mereka diambil paksa oleh penjajah. Sementara itu, bangsa Sioux berjuang untuk mempertahankan tanah mereka dengan berbagai cara. Yah, itu cukup berat bagi bangsa Sioux karena 60 juta hektare tanah mereka di Dakota Selatan harus mereka rebut kembali dari pemerintah AS. Pakta tersebut ditandatangani dengan Perjanjian Fort Laramie tahun 1868.

Perjanjian Fort Laramie dibatalkan setelah emas ditemukan di Black Hills. Pemukim barat mulai mendatangi wilayah itu untuk menggali emas. Bangsa Sioux sempat melawan, tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak untuk mengalahkan pasukan penjajah itu. Enam puluh juta hektare yang dijanjikan oleh pemerintah AS dipangkas sepertiganya pada tahun 1877 dan luasnya berkurang menjadi 12,7 juta pada tahun 1887, tulis laporan Britannica.

2. Tarian hantu

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotailustrasi tarian hantu suku Indian Sioux di Amerika Utara (commons.wikimedia.org/Library of Congress)

The ghost dance (tarian hantu) diilhami oleh tradisi pribumi dan agama Kristen. Tarian itu menyatukan cerita tentang seorang Mesias dan makhluk tertinggi, yang diyakini memiliki kekuatan untuk membersihkan tanah mereka dari penjajah kulit putih dan menghidupkan kembali penduduk asli yang sudah meninggal. Kedamaian akan tercipta, fauna akan berkembang, dan kerbau akan kembali ke kejayaannya sebelumnya. Tarian ini menyebar dari Barat melalui Great Plains.

Gerakan tarian hantu membuat pejabat AS gelisah. Tentu, sebagian besar dari mereka tidak percaya pada takhayul dalam upacara dan tarian itu. Namun, tarian itu dianggap memberikan semangat pemberontakan. Meski dimaksudkan untuk perdamaian, pesan yang tersirat menggambarkan penduduk asli yang ingin meredam dominasi pemerintah AS. Itu sebabnya, pemerintah AS melawannya setiap ada kesempatan, salah satunya mengincar Kepala Bangsa Sioux, Sitting Bull, meskipun faktanya dia sudah menyerah. Tarian ini juga menjadi salah satu faktor terjadinya pembantaian di Wounded Knee.

3. Tarian hantu memiliki dukun palsu?

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotapotret Wovoka, pemimpin kedua tarian hantu dan dukun dari suku Paiute (commons.wikimedia.org/National Archives and Records Administration)

Ada lebih dari 1 dukun tarian hantu dan lebih dari 1 iterasi gerakan. Yang pertama dipimpin oleh Tävibo dari suku Paiute. Dukun kedua, Wovoka, juga berasal dari suku Paiute. Ia mengaku sebagai putra Tävibo. Wovoka menghidupkan kembali gerakan tarian hantu untuk kehidupan keduanya. Akan tetapi, beberapa suku asli percaya bahwa dia adalah seorang dukun palsu.

Wovoka dibesarkan di sebuah peternakan dan bekerja untuk keluarga kulit putih, mengikuti gaya hidup kulit putih, dan menganut agama kulit putih (Kristen). Hal itu adalah taktik orang kulit putih untuk mengasimilasi penduduk asli dan membunuh tradisi mereka. Kekristenan diyakini akan memengaruhi gerakan tarian hantu Wovoka. Namun, Wovoka diberikan sebuah penglihatan dengan ia bertemu Tuhan dan melihat penduduk asli yang sudah mati hidup kembali. Dia kembali untuk menghidupkan kembali gerakan tersebut.

Kedamaian adalah inti dari ajaran Wovoka. Dia berkhotbah tanpa kekerasan, mendesak penduduk asli untuk tidak menyerang orang kulit putih, atau menolak pekerjaan dari mereka, tulis laman PBS. Akibatnya, banyak orang di Wounded Knee terpengaruh dengan ajarannya dan tidak mau melawan orang kulit putih. Akan tetapi, setelah terjadinya pembantaian, Wovoka menolak berkomentar dan gerakan tarian hantu mati di Wounded Knee.

4. Pengejaran suku Lakota yang melarikan diri

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku LakotaBuffalo Bill, Kapten Baldwin, Jenderal Nelson A Miles, Kapten Moss, dan lainnya menunggang kuda di Wounded Knee. (commons.wikimedia.org/Hugh Lenox Scott)

Ada sekitar 350 orang Lakota, sebuah suku yang merupakan bagian dari bangsa Sioux yang agung, yang berkemah di Sungai Wounded Knee. Mereka melarikan diri dari Reservasi Standing Rock setelah Kepala Bangsa Sioux, Sitting Bull, terbunuh. Mereka ingin mencari perlindungan di Reservasi Pine Ridge di sepanjang Wounded Knee Creek, sebagaimana yang dijelaskan Digital Public Library of America.

Pasukan yang mengejar Suku Lakota diperintahkan untuk melucuti senjata mereka dan menangkap Spotted Elk (Big Foot), yang merupakan Kepala Suku Miniconjou, salah satu pengikut Sitting Bull. Angkatan Darat berhasil menemukan mereka, lalu ingin membawa Suku Lakota ke Fort Omaha, tempat mereka akan dipenjara. Tentara Amerika tidak ingin mengambil risiko dengan bertemu Red Cloud dan pengikutnya di Pine Ridge.

5. Perselisihan singkat

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotapotret pasukan AS di Wounded Knee (commons.wikimedia.org/Library of Congress/John C.H.Grabill)

Suku Lakota yang sedang tertidur di kemahnya dibangunkan oleh Kavaleri Ke-7, yang dipaksa untuk menyerahkan senjata. Big Foot memberikan beberapa senjata api sebagai tanda itikad baik, tetapi para prajurit AS ini masih belum yakin. Angkatan Darat tetap menggeledah untuk mencari senapan.

Salah satu anggota Suku Lakota, Sits Straight, melakukan gerakan tarian hantu dan mengajak yang lain untuk bergabung. Sayangnya, kekuatan tarian hantu tidak melindungi mereka, malah membuat para prajurit semakin resah saat tariannya semakin intensif. Kavaleri masih melucuti senjata anggota lainnya saat tarian sedang berlangsung.

Black Coyote yang tuli menolak melepaskan senapannya. Beberapa sumber mengklaim bahwa dia tidak mau menyerahkannya karena senapannya mahal, tetapi ada yang mengira bahwa dia tidak memahami apa yang dikatakan tentara AS. Namun, saat senjata Black Coyote ditembakkan ke udara, aksi ini menandakan dimulainya salah satu tragedi terburuk di tanah Amerika.

Baca Juga: Sejarah Pilu Penduduk Asli Amerika pada Abad Ke-19

6. Hari terjadinya pembantaian

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotailustrasi pembantaian Wounded Knee (commons.wikimedia.org/Oscar Frederick)

Saat penembakan terjadi pada 29 Desember 1890, banyak orang pribumi yang tidak memegang senjata karena telah diambil oleh pasukan AS. Ada 100 atau 120 laki-laki dari 350 suku yang ada di tempat kejadian. Sisanya adalah perempuan dan anak-anak, yang dipisahkan dari laki-laki, ketika pasukan AS melucuti senjata. Penembakan pertama terjadi dari jarak dekat. Kavaleri membunuh setengah laki-laki di tempat kejadian, termasuk Big Foot. Lalu, peluru mereka menyasar para perempuan dan anak-anak.

Pasukan mengepung kamp dari berbagai sisi. Tentara mengejar mereka yang melarikan diri dan membantai mereka. Ada pula bayi yang ditemukan di pelukan ibunya yang telah terbunuh. Tragedi ini sangat disayangkan karena sebagian besar suku Lakota tidak bersenjata, sakit, dan kelaparan. Dilansir kabar The Guardian, hanya 25 tentara AS yang tewas. Sementara itu, 300 jenazah penduduk asli Amerika dikuburkan secara massal.

7. Barang-barang suku Lakota dijarah, termasuk pakaian yang mereka pakai

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotabaju penari tarian hantu milik suku yang diambil setelah Pembantaian Wounded Knee (commons.wikimedia.org/Smithsonian Institution Bureau of Ethnology)

Tentara AS juga menodai jenazah-jenazah suku Lakota dengan mengambil semua barang yang dipakai, termasuk pakaian mereka. Barang-barang yang dijarah disimpan untuk dijadikan suvenir atau dijual kepada kolektor, dikutip laporan Indian Country Today. Barang-barang ini bahkan ada yang diiklankan di surat kabar lokal. Baju tarian hantu dan barang-barang suci lainnya dijadikan koleksi pribadi atau menjadi dekorasi dinding. Namun, banyak dari barang curian ini telah ditemukan dan dikembalikan kepada keturunannya atau ditempatkan di museum.

Selain itu, anggota tarian hantu yang dipenjara dibebaskan untuk menghibur masyarakat kulit putih untuk merayakan kematian penduduk asli Amerika. Para pemimpin tarian hantu diparadekan di sekitar arena pertunjukan Wild West Buffalo Bill. Orang kulit putih Amerika mencari keuntungan dari tragedi ini.

8. Kesalahan masyarakat kulit putih terkait respons mereka mengenai pembantaian

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotapotret L Frank Baum, penulis The Wonderful Wizard of Oz (commons.wikimedia.org/George Steckel

Tanggapan umum masyarakat kulit putih terhadap Pembantaian Wounded Knee pada saat itu sangat menyimpang, seperti dukungan mereka terhadap aksi tentara. Hal ini dipengaruhi oleh artikel surat kabar yang berpihak pada Kavaleri Ke-7. Media melaporkan bahwa Angkatan Darat AS terpaksa mengambil tindakan kekerasan karena adanya pemberontakan. Stigma "Indian Amerika berusaha membunuh kita" memang sengaja ditanamkan ke masyarakat oleh pemerintah AS. Mereka ingin merebut tanah dari penduduk asli Amerika.

L Frank Baum, penulis The Wizard of Oz, ikut-ikutan anti-Indian. Sebelumnya, dia memang sudah rasis dan lebih vokal setelah terjadinya Pembantaian Wounded Knee serta pembunuhan Sitting Bull. Setelah berita itu sampai ke telinganya, Baum menulis banyak artikel yang menyerukan pemusnahan semua penduduk asli Amerika. Baum mengklaim bahwa orang kulit putih telah memenangkan tanah Amerika dengan penaklukan dan akan lebih aman jika semua penduduk aslinya dibunuh. Sayangnya, gagasan penaklukan penduduk asli Amerika ini juga belum sepenuhnya diatasi dalam masyarakat modern.

9. Asosiasi yang dibentuk bagi penyintas Pembantaian Wounded Knee

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotapotret mereka yang selamat dari Pembantaian Wounded Knee (commons.wikimedia.org/John C. H. Grabill)

Mereka yang selamat dari Pembantaian Wounded Knee dan keluarganya mulai menuntut kompensasi meskipun tidak ada kompensasi yang dapat menggantikan orang-orang terkasih yang telah meninggal. Kebutuhan inilah yang melahirkan Asosiasi Penyintas Wounded Knee pada 1901. Anggota pendirinya adalah Dewey Beard, orang terakhir yang selamat dari Pertempuran Little Bighorn. Ada juga Joseph Horn Cloud, putra Horn Cloud, salah satu korban Pembantaian Wounded Knee. Nyatanya, belum ada reparasi yang dibayarkan untuk Pembantaian Wounded Knee. Namun, asosiasi itu berhasil mendapatkan kembali beberapa barang yang dijarah.

10. Ketegangan lain setelah terjadinya Pembantaian Wounded Knee

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotapotret delapan suku Sioux di Reservasi Pine Ridge (commons.wikimedia.org/National Park Service)

Pemerintah AS sangat pandai melanggar perjanjian dengan suku asli Amerika dan membuat suku-suku itu marah, salah satunya penderitaan mereka di reservasi. Jadi, sekelompok penduduk asli Amerika berkumpul pada 1968 dan membentuk AIM, Gerakan Indian Amerika. AIM adalah organisasi hak-hak sipil militan yang dibentuk untuk memerangi kebrutalan polisi dan kemiskinan yang merajalela di reservasi. AIM memang masih ada sebagai organisasi yang lebih kecil, tetapi kepemimpinan nasionalnya dibubarkan pada 1978.

Pada 1973, terjadi kekacauan di Reservasi Pine Ridge. Reservasi mengalami kesulitan ekonomi. Banyak dari suku Oglala Lakota yakin kalau Ketua Suku Dick Wilson korup. Seperti yang dikemukakan The Atlantic, suku tersebut meminta bantuan AIM setelah gagal mendakwa Wilson.

11. Tujuh puluh satu hari aksi para aktivis

Pembantaian Wounded Knee, Aksi Kejam Pemukim Eropa kepada Suku Lakotapotret aktivis Oglala Sioux (commons.wikimedia.org/David A. Rektor)

Aktivis suku Oglala Lakota, dengan Gerakan Indian Amerika di belakangnya, pindah ke Kota Wounded Knee pada 27 Februari 1973. Di sana, mereka tinggal selama 71 hari. Para aktivis itu diamati oleh penegak hukum dan FBI. Akan tetapi, mereka tetap bertahan dan menuntut agar Perjanjian Fort Laramie tahun 1868 diakui.

Kota itu ditutup dan terjadi adu tembak. Akibatnya, 2 orang tewas dan 15 luka-luka. Taktik pengepungan dikerahkan, FBI memutus pasokan makanan dan utilitas diblokir. Ada beberapa negosiasi meskipun berakhir pada 8 Mei ketika para aktivis menyerah. Dikutip laman Indian Country Today, secara keseluruhan 1.200 aktivis ditangkap. Namun, sebagian besar dakwaan dibatalkan setelah FBI tertangkap basah memanipulasi saksi. Pengepungan itu kemudian dikenang sebagai Wounded Knee Incident atau Occupation of Wounded Knee.

Pembantaian Wounded Knee adalah sejarah dari salah satu pencurian, perjanjian yang dilanggar, dan genosida. Sejarah ini bukanlah kisah heroik tentang penduduk asli yang menyerahkan rumah mereka dengan hangat, seperti kesalahpahaman yang terjadi dalam perayaan Thanksgiving. Nyatanya, kisah ini sangat gelap dan mengerikan.

Baca Juga: Sejarah Suku Navajo yang Termasuk Suku Terbesar di Amerika

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya