TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sukses dalam Hidup, 5 Cara Ilmiah Mengembangkan Kecerdasan Emosi

Penting untuk tetap "peka" menghadapi hidup

unsplash.com/Caroline Veronez

Oh, bukan hanya untuk menghadapi pasangan. Kecerdasan emosional (EQ) juga bisa dikatakan penentu kesuksesan dalam dunia kerja dan bisnis. Dengan memiliki EQ yang cukup tinggi, bukan hanya kamu mengerti dirimu sendiri, kamu pun juga mengerti orang lain.

Menurut sebuah survei oleh Johnson & Johnson pada 2001, pekerja yang memiliki kinerja bagus di perusahaan farmasi tersebut ternyata memiliki EQ yang tinggi. Mendukung survei Johnson & Johnson, TalentSmart - perusahaan penguji EQ - memaparkan bahwa 90 persen dari pekerja dengan kinerja baik memiliki EQ tinggi.

Jika kamu adalah seorang leader, maka EQ-mu harus ditingkatkan agar tidak terkesan bossy. Tanpa mereka sadari, jika mereka tak mengerti anak buah mereka, maka tidak akan ada work relationship yang terbangun.

Jadi, bagaimana cara meningkatkan EQ-mu? Inilah lima cara meningkatkan EQ tanpa perlu kursus sana-sini.

1. Buang jauh-jauh emosi negatif

Unsplash/ Tyler Nix

Kamu tidak suka dengan anak buahmu? Rekan kerjamu tidak becus dalam pekerjaannya? Hal tersebut biasanya bikin mood jadi jelek. Akan tetapi, di sinilah kamu diuji. Jika kamu ingin meningkatkan EQ-mu, kesampingkan dulu mood jelek itu.

Dilansir dari Psychology Today, seorang psikolog asal Amerika Serikat (AS), Preston Ni, mengatakan bahwa ada dua hal yang dapat dilakukan untuk meredam emosi negatif:

  • Mengurangi personalisasi negatif, dan
  • Mengurangi ketakutan akan ditolak.

Jika kamu tidak sreg dengan anak buahmu atau rekan kerjamu, jangan buru-buru bereaksi. Tahan sebentar, lalu lihatlah dari sudut pandang yang lain. Bisa jadi ia memiliki masalah di rumah? Atau, ia baru terkena musibah? Jangan buru-buru mencap orang lain negatif!

Lalu, jika kamu takut pada penolakan, jangan lihat sisi penolakannya. Misalkan, kamu melamar ke dua kantor impianmu, daripada berpikir "Ah, aku pasti akan ditolak lagi, nih", lebih baik ganti menjadi "Jika aku tidak diterima, masih ada yang lain"!

Baca Juga: 7 Cara Move-On Ini Ampuh, Layak Coba Karena Sudah Teruji Secara Ilmiah

2. Hadapi semua dengan kepala dingin

Unsplash/ Anthony Tran

Bukan kerjaan namanya jika kamu tidak merasakan sedikit tekanan. Istilahnya, life is never flat. Tetapi, jika kamu tahu enggak akan pernah flat, maka kamu pun harus siap menghadapi pasang surut.

Sebagai contoh, kamu kena marah sama bos? Jika iya, jangan malah bersumpah serapah! Coba tanyakan dirimu, "Di mana saya salah?" dan "Apa yang saya bisa lakukan selanjutnya?"

Hal tersebut dapat membuatmu terhindar dari jatuh ke lubang yang sama. Lebih baik, kan, daripada membiarkan kepala panas terus hanya karena dimarahi bos?

Jika kamu stres dalam kerjaan, kamu pun dapat melatih dirimu untuk lebih... tenang. Hadapi semua bukan dengan urat dan kepala panas, melainkan dengan nada lembut dan kepala dingin. Bagaimana untuk lebih "dingin"? Ni memberikan beberapa saran. Jika kamu merasa gugup dan tertekan:

  • Cuci muka,
  • Hirup udara segar,
  • Hindari minuman berkafein, dan
  • Gerakkan badanmu

Kalau ingin kepala dingin, berarti kamu pun juga harus merasakan hal yang dingin dan segar, kan? Berarti dua saran pertama dapat kamu lakukan. Jangan sekali-kali minum kopi atau teh jika sedang gugup, karena kafein dapat meningkatkan kortisol sehingga kamu stres!

Jika kamu merasa tertekan, Ni sarankan untuk menggerakkan badanmu. Gerakan menentukan perasaan. Ia mengatakan bahwa cara kita menggerakkan badan kita amat menentukan. Seiring badan jadi energetik, mood pun pasti akan naik.

3. Mampu mengekspresikan diri dengan baik

Unsplash/ Priscilla Du Preez

Salah satu tanda EQ yang baik adalah kemampuan komunikasi yang baik. Dilansir dari Forbes, career coach asal AS, Ashley Stahl, mengatakan bahwa komunikasi adalah bagian dari EQ. Kemampuan komunikasi yang bagus berbanding lurus dengan EQ.

Hal tersebut mencakup prinsip kita. Sebagai seorang pribadi, kita harus berdiri teguh pada prinsip yang kita miliki. Jangan jadi pribadi yang suam-suam kuku atau setengah-setengah. Mampukan dirimu untuk berkata "Tidak", tanpa harus merasa terancam atau bersalah (tetapi, pastikan dulu, apa yang kamu katakan itu benar!).

Stahl mengatakan bahwa jika menghadapi masalah, orang dengan EQ tinggi cenderung memakai kosa kata yang spesifik tanpa bertele-tele dan langsung datang dengan solusi.

Unsplash/Brooke Cagle

Sebagai pendukung, Ni pun juga mengatakan hal yang sama. Hanya saja, ia memberikan saran untuk tidak memulai segala sesuatu dengan "Kamu".

"Kok begitu? Kalau 'Saya', kan jadi terkesan egois."

Oh, hal tersebut tidak berlaku di sini. Jika kamu memulai opini atau umpan balik dengan kata "Kamu" di waktu yang salah, kata tersebut malah terkesan otoriter dan bossy. Contoh? "Kamu harus...", "Kamu lebih baik...", atau "Kamu tuh...". Coba kamu di posisi lawan bicara? Rasanya tertuduh, kan?

Jika kamu sering mengucapkan pendapat dimulai dengan kata yang terkesan menuduh tersebut, lawan bicara malah tersinggung dan menjadi defensif. Hasilnya? Tidak akan ada sepakat. Belajar untuk lebih mengawalinya dari diri sendiri.

"Saya rasa... pekerjaan ini lebih baik dilakukan seperti ini. Kerjaan kamu sudah bagus, kok. Tingkatkan lagi, ya!"

Lebih enak, kan? Hal tersebut menunjukkan kedewasaan EQ, lho, karena kamu lebih mengerti akan perasaan lawan bicaramu!

4. Mampu bangkit dari keterpurukan

Unsplash/Clay Banks

Jika kamu gagal dan tidak mau bangun, kamu gagal selama-lamanya. Legenda pemain basket AS, Michael Jordan, mengatakan bahwa tembakannya meleset lebih dari 9 ribu kali dan kalah di hampir 300 pertandingan. Presiden ke-16 AS, Abraham Lincoln berkali-kali gagal di dunia politik dan bisnis hingga akhirnya ia menjadi presiden AS.

Terkesan dilebih-lebihkan? Setidaknya, mereka mengatakan bahwa dengan berkali-kali gagal, mereka tidak berhenti mencoba hingga berhasil.

Semua orang punya masalah. Namun, sedikit orang yang mau bangkit! Inilah kualitas yang perlu kamu catat untuk meningkatkan EQ-mu, yaitu kemampuan untuk bangun kembali dari keterpurukan.

"Apa hubungannya bangun dari keterpurukan dengan EQ?"

Jangan salah! Reaksimu terhadap musibah dan keterpurukan menggambarkan dirimu sendiri.

Stahl mengatakan reaksimu terhadap keterpurukan akan mengantarkanmu ke kesuksesan atau ke kegagalan. Tanyakan dirimu sendiri hal-hal konstruktif sekaligus introspeksi dirimu seperti, "Apa yang bisa saya pelajari?", "Sekarang, hal penting apa yang bisa saya lakukan?", dan "Jika saya berpikir di luar batas, apakah yang akan saya dapatkan?"

Baca Juga: 7 Penjelasan Ilmiah Kenapa Kamu Tidak Rela Membuang Barang

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya