TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Resistan Antibiotik, 12 Bakteri Ini Dianggap Paling Mematikan

Beberapa di antaranya semakin kuat dari waktu ke waktu

Ilustrasi seorang perempuan yang sedang sakit di ranjang sebuah kamar. (medicalnewstoday.com)

Manusia akan terus mengembangkan lebih banyak terapi antibiotik dan antimikroba, sementara itu, bakteri akan terus mengembangkan resistansi. Bahkan jika bakteri dimusnahkan sepenuhnya, yang baru akan selalu muncul. 

Sebelum adanya antibiotik, kematian yang terkait dengan infeksi bakteri hanya 30 persen di Amerika. Hal ini membuat strain resistan antibiotik sangat mengkhawatirkan, apalagi hanya ada sedikit alternatif untuk melawan bakteri.

Namun apa saja bakteri paling mematikan dan paling berbahaya yang kita ketahui? Apa yang membuat mereka begitu berbahaya? Berikut adalah beberapa bakteri paling mematikan yang pernah ada.

1. MRSA

Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) di laboratorium perawatan kesehatan CDC (dok. Center for Disease Control/AP)

MSD Manual melansir kabar bahwa Staphylococcus aureus dianggap sebagai bakteri paling berbahaya dan strain Methicillin-resistant Staphylococcus aureus, atau MRSA, adalah salah satunya. Pertama kali di jelaskan pada 1960-an, MRSA tidak terlalu berbeda dari infeksi staph pada umumnya, yang dapat menginfeksi bagian tubuh mana pun, mulai dari katup jantung hingga tulang, menyebabkan endokarditis dan osteomielitis.

Menurut jurnal Methicillin Resistance in Staphylococcus Aureus yang di tulis oleh Paul D. Stapleton dan Peter W. Taylor, yang diterbitkan pada tahun 2002 menjelaskan beberapa jenis S. aureus dapat diobati, tapi jenis lain telah mengembangkan resistansi terhadap antibiotik, yang membuatnya sangat sulit untuk diobati. MRSA memiliki tingkat kematian antara 15 persen hingga 60 persen. Berbagai jenis MRSA memiliki kerentanan dan pengobatan antibiotik yang berbeda.

2. Mycobacterium tuberculosis

Ilustrasi seorang perempuan yang sedang sakit di ranjang sebuah kamar. (medicalnewstoday.com)

Bakteri yang dikenal sebagai Mycobacterium tuberculosis telah ada selama jutaan tahun. Angka kematiannya mencapai 1,4 juta setiap tahun. Meskipun TB biasanya menyerang paru-paru, Mycobacterium tuberculosis juga dapat menyerang otak, tulang belakang, dan ginjal. Menurut European Respiratory Journal yang terbit tahun 2002, pengobatan pertama yang efektif untuk TB ditemukan pada tahun 1944.

Streptomisin menjadi terapi antibiotik pertama, tetapi pada 1950-an, beberapa orang didiagnosis dengan galur M. tuberculosis yang resistan terhadap streptomisin. Dikutip WHO, ada juga TB-MDR atau TB yang resistan terhadap jenis obat tertentu. Selain itu, ada XDR-TB, yakni TB yang paling langka dan paling mematikan, dan resistan terhadap semua bentuk pengobatan utama.

3. Streptococcus pyogenes

Fotomikrograf bakteri Streptococcus pyogenes, dilihat dengan pewarnaan Pappenheim. (commons.wikimedia.org/Public Health Image Library)

Bakteri Streptococcus pyogenes menyebabkan sejumlah infeksi yang mengancam jiwa, mulai dari septic arthritis, myositis, dan necrotizing fasciitis, tapi gejala yang paling umum adalah radang tenggorokan dan radang amandel, lapor Microbe. Di yakini bahwa hingga 15 persen dari populasi tanpa gejala membawa bakteri tersebut.

Pengobatan S. pyogenes, biasanya penisilin, tetapi S. pyogenes yang parah dan dikenal sebagai strep invasif, memerlukan antibiotik yang lebih kuat selain penisilin serta pembedahan untuk mengangkat jaringan mati, tulis Case Reports in Infectious Diseases.

Di seluruh dunia, diperkirakan hingga 500 ribu orang meninggal karena penyakit terkait S. pyogenes. Secara keseluruhan, tingkat kematian tertinggi terjadi pada dua hari pertama, tetapi sebagian besar kematian terjadi dalam waktu seminggu setelah infeksi awal, sering kali karena kegagalan multiorgan.

4. Clostridium botulinum

gambar mikroskop elektron pemindaian (SEM) dari bakteri Clostridium botulinum (fineartamerica.com/Eye of Science)

Menurut Indian Journal of Dermatology yang diterbitkan tahun 2010, Clostridium botulinum menghasilkan toksin botulinum yang disebut sebagai salah satu zat biologis paling beracun yang pernah diketahui, dan dapat menyebabkan botulisme pada manusia. Toksin penyebab botulisme juga di hasilkan oleh Clostridium butyricum dan Clostridium baratii.

Gejala botulisme dapat muncul antara 12 jam hingga 10 hari, tetapi semua bentuk botulisme bisa berakibat fatal. Toksin botulinum mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan yang biasanya berujung pada kegagalan pernapasan.

5. Escherichia coli

ilustrasi sakit perut (entirelyhealth.com)

Escherichia coli biasanya hidup di dalam usus, tapi beberapa strain dapat menyebabkan kerusakan serius. Strain tersebut termasuk E. coli penghasil toksin Shiga, atau STEC yang dapat merusak lapisan usus kecil dan menyebabkan diare.

STEC dan strain E. coli lainnya di tularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi, dan bakteri ini tidak dapat bertahan hidup pada suhu yang tinggi, yakni suhu 70 derajat Celcius atau lebih tinggi. Namun, meskipun tidak selalu berakibat fatal, pada beberapa orang, E. coli dapat menyebabkan sindrom uremik hemolitik (HUS), yang mengancam jiwa. 

Diperkirakan bahwa di seluruh dunia, hingga 200 ribu orang meninggal akibat infeksi terkait E. coli setiap tahunnya, tetapi tingkat infeksi juga sangat bervariasi menurut wilayah. Seperti yang diungkapkan jurnal GMS Infectious Diseases yang di terbitkan tahun 2013, meskipun penyakit terkait E. coli dapat diobati dengan antibiotik, infeksi STEC terkadang dapat diperburuk oleh agen antimikroba.

Baca Juga: 8 Infeksi Kulit Akibat Bakteri Paling Umum, Jaga Kebersihan!

6. Salmonellosis

bakteri Salmonellosis (hlives.com)

Terlepas dari namanya, salmonellosis biasanya di temukan dalam makanan yang terkontaminasi, bisa dari daging atau sayuran. Namun, sumber utama infeksi salmonella pada manusia cenderung berasal dari ayam dan babi.

Sebanyak 99 persen infeksi salmonellosis pada hewan disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica dan pada manusia akan menyebabkan non-invasive non-typhoidal salmonellosis, invasive non-typhoidal salmonellosis (iNTS), atau demam tifoid. Dari ketiganya, iNTS dan demam tifoid merupakan penyakit paling mematikan yang disebabkan oleh S. enterica. Bahkan dengan pengobatan, iNTS memiliki tingkat kematian hingga 47 persen dan demam tifoid yang disebabkan oleh salmonella menyebabkan hampir 200.000 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya.

7. Gonore

Penisilin mulai digunakan sebagai pengobatan gonore pada tahun 1940-an, dan pada tahun 1946 gonore resistan terhadap penisilin. Meskipun penggunaan azitromisin dan ceftriaxone saat ini berhasil, tahap resistansi gonore berikutnya ini dikenal sebagai super gonore.

WHO mengabarkan bahwa, super gonore mengacu pada saat bakteri Neisseria gonorrhoeae menjadi "superbug", menyebabkan gonore yang sangat resistan terhadap obat dengan resistansi tingkat tinggi. Resistansi ini berlaku untuk penisilin, azitromisin, seftriakson, dan beberapa antibiotik lainnya. Pada 2018, super gonore telah dilaporkan dibanyak negara termasuk Australia, Prancis, dan Inggris.

Bagi perempuan, gonore yang tidak diobati dapat menyebabkan penyakit radang panggul, dan nyeri jangka panjang serta infertilitas. Bagi laki-laki, gonore dapat menyebabkan epididimitis, yang menyebabkan nyeri skrotum dan pembengkakan. Stanford Health Care juga menulis bahwa dalam kasus yang jarang terjadi, bakteri dapat memasuki aliran darah dan menginfeksi bagian lain dari tubuh, menyebabkan nyeri sendi dan luka kulit. Pada titik inilah gonore bisa mematikan.

8. Acinetobacter baumannii

bakteri Acinetobacter baumannii (fineartamerica.com/Science Source)

Bakteri Acinetobacter baumannii menjadi salah satu patogen paling berbahaya yang harus dihadapi manusia, yang biasanya di temukan di tanah dan air. Dilansir Clinical Microbiology Review, strain A. baumannii dilaporkan resistan terhadap semua antibiotik yang diketahui, dan dapat menyebabkan pneumonia, masalah kulit/jaringan lunak, infeksi saluran kemih, dan masalah sistem saraf pusat.

Perilaku resistan antibiotiknya sangat mengkhawatirkan para ilmuwan. Jurnal Infectious Diseases and Clinical Microbiology yang terbit pada 2019 menggambarkan A. baumannii sebagai salah satu dari enam mikroorganisme resistan multidrug (MDR) yang diisolasi pada pasien rawat inap di seluruh dunia. Angka kematian global yang disebabkan oleh A. baumannii bervariasi, dan biasanya mencapai 43 persen. 

9. Bacillus anthracis

bakteri Bacillus anthracis (dok. CDC)

Bacillus anthracis adalah bakteri yang menyebabkan penyakit antraks. Ketika B. anthracis mengering, ia membentuk spora yang dapat bertahan hidup di bulu hewan atau tanah selama bertahun-tahun. Dikutip CDC, tergantung di mana antraks masuk ke dalam tubuh, gejalanya akan bervariasi, tetapi semua jenis antraks berpotensi fatal.

Kematian akibat inhalasi dan antraks meningeal adalah yang tertinggi, hampir 100 persen kasus berakibat fatal jika tidak ditangani, tetapi dengan pengobatan, angka kematian turun menjadi sekitar 50 persen. Secara historis, manusia menggunakan B. anthracis sebagai senjata biologis. 

10. Yersinia pestis

pemindaian mikrograf elektron bakteri Yersinia pestis (iflscience.com)

Bakteri Yersinia pestis telah menyebar di Asia, Afrika, dan Eropa. Kejadian yang paling terkenal akibat bakteri ini adalah Black Death di abad ke-14 dan Wabah Justinian 541-544. Selama Black Death saja, diperkirakan hingga 50 juta orang meninggal di Asia, Afrika, dan Eropa.

Y. pestis menyebabkan tiga jenis wabah: pes, radang paru-paru, dan septikemia. Pada abad ke-21, Y. pestis diobati dengan campuran antibiotik, termasuk doksisiklin dan levofloksasin. Wabah itu belum hilang dari sejarah, antara 2010 hingga 2015, ada lebih dari 580 kematian yang dikaitkan dengan wabah tersebut.

11. Pseudomonas aeruginosa

bakteri Pseudomonas aeruginosa (fineartamerica.com/Steve Gschmeissner)

Beberapa bakteri menyebabkan pneumonia, tetapi salah satu penyebab paling serius adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa. Dilansir Current Microbiology, P. aeruginosa memiliki resistansi antibiotik yang tinggi, dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan resistansi baru selama pengobatan. Akibatnya, infeksi ini sulit diberantas.

P. aeruginosa pertama kali muncul pada 1960-an, ia memiliki tingkat kematian sekitar 90 persen. Saat antibiotik antipseudomonal dikembangkan, angka kematian turun sekitar 18 persen hingga 61 persen, tulis Clinical Infectious Diseases.

Baca Juga: 7 Cara Mencegah Infeksi Salmonella, Bakteri yang Ada dalam Makanan

Verified Writer

Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya