TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengapa Puncak Merasa Sepi Berada di Rentang Usia 20-an? Ini Kata Ahli

Apalagi kalau diceng-cengin karena status jomblo...

unsplash.com/infectedluna

Bila dilihat dari satu kacamata, usia 20-an memang seperti puncak euforia seseorang. Setelah lulus kuliah dan memasuki fase kehidupan selanjutnya, koneksi pun menjadi lebih luas. Kehidupan sosial jadi bagian mutlak: pesta, berkumpul dengan teman-teman, dan sederet aktivitas yang 'hidup' lainnya. Tidak perlu dimungkiri lagi, imajinasi soal kehidupan usia 20-an sebagai puncak kesenangan tidak lepas dari stigma yang dimunculkan di media.

Sebut saja foto dan video yang ditampilkan di Instagram dan sederet serial tivi dan film. Mereka memang menunjukkan hal-hal yang mungkin dilalui pada usia 20-an seperti mengejar karir, putus cinta, bertunangan, dan sebagainya, tetapi tidak menunjukkan sisi lain tentang bagaimana justru di saat-saat ini pula titik krusial individu terjadi: merasa sepi dan sendiri. Berikut ini penjelasan selengkapnya!

1. Kesepian dalam Keramaian

bustle.com

Sebuah studi tahun 2016 yang dipublikasikan di Development Psychology menemukan bahwa rasa kesepian mencapai puncak pada individu sebelum usia 30 tahun. Hal ini berlaku bagi laki-laki maupun perempuan.

Perlu disadari, kesepian (loneliness) dan sendiri (alone) adalah dua hal yang sama sekali berbeda. Seseorang yang sendiri tidak selalu berarti dia merasa kesepian. Pun sebaliknya, seseorang bisa saja setiap harinya berada dalam lingkungan yang ramai dan dikelilingi teman-teman, tetapi jauh di dalam hati dan kesadarannya, dia merasa kesepian.

Baca Juga: Flash Sale: Permainan Psikologis yang Mampu Membuatmu Jadi Konsumtif

2. Berakar dari rasa takut akan kegagalan

independent.co.uk

Bagaimanapun, rentang usia ini diyakini sebagai rentang usia yang paling baik untuk berkembang. Pekerjaan yang keren, pasangan yang cocok, finansial yang oke, dan sederet cita-cita lain soal kehidupan dewasa yang mandiri dan ideal seperti (lagi-lagi), yang disajikan dalam potret Instagram orang asing, kisah novel fiksi, maupun film-film hopeless romantic.

Dan dari sinilah rasa kesepian itu muncul, semata-mata karena merasa takut akan gagal. Bila jalan hidupnya ternyata tidak sesuai dengan yang diimpikan, maka perasaan tertekan itu pun akan muncul.

Padahal, hei, bahkan artis papan atas dengan kehidupan glamor dan influencer atau selebgram itu juga memiliki sisi frustasi yang tidak mereka tunjukkan. Pada akhirnya, senantiasa membandingkan kehidupan pribadi yang riil dengan kehidupan orang asing yang bahkan hanya dilihat melalui dunia maya membuat rasa gagal itu semakin menghantui diri sendiri.

3. Perubahan dalam menciptakan lingkaran sosial

medicalnewstoday.com

Di samping kesadaran internal yang disebutkan sebelumnya, lingkaran pertemanan juga sangat memengaruhi seseorang merasa kesepian atau tidak. Selepas masa kuliah, setiap individu pun sibuk dengan dirinya masing-masing untuk meraih apa yang sudah mereka targetkan.

Sebagian orang pun masih belum benar-benar bisa beradaptasi dengan hal ini. Tidak ada lagi jam-jam lembur mengerjakan tugas kelompok, tidak ada lagi kesempatan muncul tiba-tiba di tempat indekos kawan, dan berbagai kebersamaan lain yang biasa dilakukan kemudian berubah membuat seseorang pun jadi lebih mudah untuk merasa kesepian.

4. Menciptakan kebahagiaan semu

usatoday.com

Yang menyedihkan, masih banyak kelompok rentang usia 20-an yang takut akan stigma masyarakat yang mengecapnya sebagai orang-orang yang kesepian. Sebagai gantinya, mereka pun menciptakan kebahagiaan semu seperti mempublikasikan secuil kebahagiaan di media sosial.

Padahal, hal ini justru akan semakin membuat mereka semakin merasa sepi. Ketidakjujuran ini pun kerap berujung pada situasi mental yang lebih serius, seperti merasa terisolasi bahkan depresi.

Baca Juga: Kenapa Para Psikolog Gak Diajarkan Cara Cegah Bunuh Diri Saat Kuliah? 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya