5 Alasan Mengapa Manusia Sering Berperang, Masalahnya Itu-itu Saja

Ada keinginan penyebaran paham hingga balas dendam

Kita semua pasti sepakat bahwa perdamaian jauh lebih baik ketimbang memerangi satu sama lain. Meskipun demikian, nyatanya sepanjang sejarah peradaban manusia, kelompok-kelompok tertentu sering berseteru hingga memecahkan genderang perang yang merenggut ribuan hingga jutaan nyawa.

Kemudian ada satu pertanyaan mendasar yang mungkin muncul di benak kita. Jika manusia adalah makhluk yang cinta damai dan cenderung suka pada hal-hal baik, lantas kenapa kita selalu menumpahkan darah satu sama lain dalam medan peperangan?

Peneliti-peneliti sebenarnya masih mendebatkan apakah perang itu merupakan jati diri manusia secara genetik ataupun akibat yang muncul dari kemunculan peradaban. Akan tetapi, setidaknya ada lima alasan umum soal mengapa kita sering sekali berperang. Keep scrolling, ya!

1. Perbedaan kelompok sosial

5 Alasan Mengapa Manusia Sering Berperang, Masalahnya Itu-itu Sajailustrasi anak laki-laki di tengah perang (pexels.com/Ahmed akacha)

Selain jadi pembeda yang membuat masing-masing kelompok unik, pada kenyataannya perbedaan identitas sosial justru sering pula menjadi pemicu perang. Kelompok sosial yang dimaksud di sini bisa berupa etnis, agama, dan negaranya masing-masing.

Dilansir Psychology Today, perbedaan tersebut bisa menjadi berbahaya ketika timbul perasaan eksklusif. Itu berarti ketika suatu kelompok merasa dirinya lebih superior dan lebih baik dari kelompok lain, maka secara otomatis akan timbul rasa persaingan dan permusuhan terhadap kelompok lain. 

Ditambah lagi, rasa superioritas ini kemudian bisa membuat mereka mau dan bisa bertindak semena-mena terhadap kelompok yang dianggapnya lebih rendah. Masalah perbedaan kelompok sosial terbukti telah berkali-kali jadi penyebab manusia melakukan perang dalam skala besar, misalnya saja Perang Salib dan Perang Dunia II.

2. Penyebaran pengaruh pada daerah lain

5 Alasan Mengapa Manusia Sering Berperang, Masalahnya Itu-itu SajaKetegangan di Checkpoint Charlie, Berlin, pada Oktober 1961 antara tank Amerika Serikat dengan Uni Soviet yang hampir memicu Perang Dunia III. (commons.wikimedia.org/USAMHI)

Bagi negara atau kerajaan besar di masa lampau hingga saat ini, menyebarkan pengaruhnya terhadap negara lain sudah seperti keharusan agar mereka dapat mempertahankan statusnya. Cara penyebarannya memang tak selamanya harus dengan kekerasan, tapi jika mereka merasa ingin mendominasi wilayah tertentu, peperangan sering dipilih untuk mewujudkannya.

Menurut Steve Taylor dalam Psychology Today, dengan mengambil wilayah tertentu dari pihak lain, sang agresor memperoleh keuntungan signifikan dalam hal penyebaran pengaruhnya. Hal ini bisa berbentuk ideologi, mengganti pemerintahan pihak yang diserang dengan pemerintahan boneka, hingga mengontrol daerah kunci agar lawan utamanya tidak bisa memperoleh keuntungan lebih.

Jenis peperangan seperti ini umumnya terjadi pada masa Perang Dingin. Kala itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet yang merupakan dua negara adidaya dengan ideologi berbeda saling berlomba dalam penyebaran pengaruh di daerah tertentu. Hasilnya, pada era tersebut kita sering melihat perang proxy yang disokong oleh kedua adidaya tersebut.

Baca Juga: Rusia Desak Negara Anggota PBB Menolak Resolusi soal Perang Ukraina

3. Keuntungan ekonomi

5 Alasan Mengapa Manusia Sering Berperang, Masalahnya Itu-itu SajaIlustrasi emas (IDN Times/Arief Rahmat)

Kekayaan merupakan salah satu hal yang terkadang membuat manusia dapat berbuat sesuatu yang sangat ekstrem guna memperolehnya, bahkan jika harus dengan menumpahkan darah manusia lain. Dalam kenyataannya pun kita sering menemui perang dengan motif ekonomi dibaliknya.

Dilansir Owlcation, dalam lingkup negara, motif ekonomi dalam perang biasanya dilakukan untuk menguasai kekayaan yang dimiliki negara yang diserang. Biasanya material yang dicari bisa berupa batuan berharga, mineral, hingga bahan bakar yang punya nilai ekonomi yang tinggi.

Hanya saja, nyatanya motif ekonomi ini sering kali ditutupi dengan motif lain guna menjustifikasi pemerintah suatu negara untuk memulai perang dengan negara lain. Di era modern, biasanya justifikasi yang digunakan adalah guna menjaga perdamaian, menuduh pemerintahan negara yang hendak diserang tidak legitimasi, hingga klaim teritorial secara sepihak oleh agresor.

4. Merasa memiliki ancaman yang sama

5 Alasan Mengapa Manusia Sering Berperang, Masalahnya Itu-itu SajaIlustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)

Ketika manusia merasakan ancaman dari pihak eksternal, tak jarang sikap defensif yang cenderung agresif muncul menyertainya. Dalam skala individu, hal ini memang tidak terlihat menjadi masalah serius. Akan tetapi, bagaimana ketika perasaan terancam terhadap kekuatan eksternal tersebut juga dirasakan oleh mayoritas orang dalam negara yang sama?

Ahli psikologi asal Amerika, William James, menyebutkan kalau rasa ancaman itu mampu mengikat orang-orang dalam satu negara untuk bersatu, terlepas dari apa pun latar belakang mereka, untuk menyerang pihak yang dianggap mereka berbahaya, dikutip dari The Guardian.

Biasanya, perasaan ini akan muncul ketika negara atau komunitasnya diserang terlebih dahulu dari pihak eksternal, namun tak jarang pula sebagai bentuk pembenaran atas tindakan agresi kepada kelompok lain. Beberapa contoh atas hal tersebut adalah serangan Rusia terhadap Ukraina dan invasi Amerika ke Irak.

5. Balas dendam atas kekalahan sebelumnya

5 Alasan Mengapa Manusia Sering Berperang, Masalahnya Itu-itu SajaPasukan spesial Amerika Serikat ketika melakukan serangan balasan kepada Al-Qaeda di Afghanistan setelah peristiwa 9 September 2001. (commons.wikimedia.org/U.S. Air Force)

Kekalahan suatu pihak terhadap pihak lain pada masa lalu juga bisa menjadi alasan yang mendorong manusia untuk berperang. Biasanya perang atas dasar balas dendam dimulai oleh pemimpin otoriter yang merasa tidak terima negaranya pernah ditindas dalam peperangan beberapa generasi sebelumnya.

Owlcation melansir, alasan perang atas dasar balas dendam ini biasanya dibumbui dengan propaganda nasionalisme guna membakar semangat rakyat supaya mau pergi berperang. Perang atas dasar balas dendam ini bisa dibilang sangat berbahaya karena bisa menjebak negara-negara dalam lingkaran setan, terlepas dari pihak manapun yang kalah.

Contoh dari perang atas dasar balas dendam terjadi pada Perang Dunia II, khususnya ketika Jerman berhasil menundukkan Prancis. Contoh lainnya dapat dilihat pada perang di Afghanistan yang dimulai Amerika Serikat sebagai bentuk balasan atas serangan 11 September 2001 di gedung World Trade Center (WTC).

Meskipun secara statistik di era modern ini peperangan antar manusia sudah sangat berkurang sejak Perang Dunia II, bukan berarti kita bebas dari ancaman peperangan. Justru dengan kehadiran senjata yang semakin presisi dan destruktif sudah seharusnya mengingatkan kita akan potensi kehancuran yang bisa manusia bawakan jika peperangan terjadi di era modern saat ini.

Atas dasar tersebut, maka sudah seharusnya kita ambil bagian untuk menjaga perdamaian yang telah dirajut saat ini sehingga kita bisa terus bergerak maju tanpa perlu khawatir ancaman perang.

Baca Juga: 7 Film Perang Dunia II dengan Akurasi Sejarah Tertinggi

Anjar Triananda Ramadhani Photo Verified Writer Anjar Triananda Ramadhani

Animal Lovers and Smartphone Enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya