Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Berkorban Nyawa! 4 Ilmuwan Dunia Ini Meninggal Karena Penelitiannya

potret balon udara panas (Pixabay.com/Nicolae_Balt)
potret balon udara panas (Pixabay.com/Nicolae_Balt)
Intinya sih...
  • Marie Curie meninggal karena terpapar radiasi bahan polonium dan radium.
  • Alexander Bogdanov wafat akibat percobaan transfusi darah yang fatal.
  • Jean-François Pilâtre de Rozier meninggal dalam kecelakaan balon udara buatannya.

Setiap penemuan ilmiah, baik berupa teori maupun produk, lahir dari proses panjang yang melibatkan riset dan percobaan mendalam oleh para ilmuwan. Keberhasilan mereka di masa lalu telah membawa dampak besar bagi kemajuan hidup manusia hingga kini. Memahami sejarah sains bukan hanya mengenalkan kita pada sosok-sosok di balik penemuan penting, tetapi juga memberi pelajaran berharga tentang kecerdasan, dedikasi, dan pengorbanan mereka—bahkan hingga kehilangan nyawa demi ilmu pengetahuan. Berikut empat ilmuwan dunia yang wafat karena kegiatan penelitiannya.

1. Marie Curie (Meninggal akibat terpapar radiasi bahan polonium dan radium)

potret Marie Curie bersama suaminya Pierre Curie (commons.wikimedia.org/Unknown author)
potret Marie Curie bersama suaminya Pierre Curie (commons.wikimedia.org/Unknown author)

Pasangan Marie dan Pierre Curie bekerja sama dalam melakukan penelitian terhadap sinar-X yang baru ditemukan saat itu oleh ilmuwan Jerman, Wilhelm Röntgen, serta radiasi uranium yang ditemukan fisikawan Prancis, Henri Becquerel. Mereka memilih mineral pitchblende, sejenis bijih uranium, sebagai objek penelitian. Dalam penelitian yang berlangsung selama empat tahun, mereka berhasil menemukan unsur polonium dan radium yang terkandung dalam uranium. Kedua unsur ini sangat radioaktif dan memiliki sifat unik yang belum pernah ditemukan sebelumnya.

Penemuan Marie dan Pierre Curie memberikan dampak besar dalam dunia sains. Beberapa manfaat dari penemuan mereka antara lain untuk pengobatan kanker (radioterapi), sumber energi dalam eksplorasi luar angkasa, serta penelitian nuklir. Sebagai penghargaan atas jasa mereka, pasangan Curie dianugerahi Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1903. Marie Curie pun menjadi wanita pertama penerima Hadiah Nobel.

Marie Curie meninggal pada 4 Juli 1934 di sanatorium Sancellemoz, Passy, Haute-Savoie, Prancis, pada usia 66 tahun. Penyebab kematiannya adalah anemia aplastik, kondisi medis di mana sumsum tulang gagal memproduksi sel darah baru. Hal ini diyakini sebagai akibat dari paparan radiasi jangka panjang selama karier ilmiahnya. Saat itu, efek berbahaya dari radiasi belum diketahui secara luas, sehingga Marie sering bekerja tanpa perlindungan yang memadai, seperti dilansir laman Britannica.

2. Alexander Bogdanov (Meninggal karena percobaan transfusi darah)

ilustrasi transfusi barang (Pixabay.com/Mohamed_hassan)
ilustrasi transfusi barang (Pixabay.com/Mohamed_hassan)

Salah satu ilmuwan yang meneliti darah adalah Alexander Bogdanov, ilmuwan asal Rusia yang juga dikenal sebagai dokter, ekonom, filsuf, penulis fiksi ilmiah, dan politikus. Sejak 1921, Bogdanov mulai fokus pada bidang gerontologi dan hematologi setelah pensiun dari dunia politik. Penelitiannya berfokus pada keterkaitan darah dengan kesehatan dan proses penuaan manusia (sumber: National Medical Research Center for Hematology).

Ketertarikan Bogdanov terhadap hematologi juga terlihat dalam novel utopis ilmiahnya berjudul The Red Star, yang menceritakan metode transfusi darah dan peran darah sebagai mediator utama dalam menjaga kehidupan suatu organisme. Di dunia nyata, Bogdanov melakukan eksperimen transfusi darah antara dirinya dan orang-orang terdekatnya.

Pada 1926, Bogdanov diangkat sebagai direktur Institusi Transfusi Darah yang didirikannya dengan dukungan Komite Sentral Partai Komunis Bolshevik. Pada Mei 1926, institusi tersebut berhasil melakukan transfusi darah pertama. Hingga April 1928, tercatat 400 transfusi darah telah berhasil dilakukan.

Bogdanov sendiri menjalani 11 kali transfusi darah, lima di antaranya sebanyak 900 ml. Namun, pada transfusi ke-12, ia mengalami reaksi fatal setelah tiga jam prosedur dilakukan. Ia menolak bantuan medis dan lebih memilih mengamati serta mencatat gejala yang muncul demi ilmu pengetahuan. Ia akhirnya meninggal. Terdapat berbagai spekulasi mengenai kematiannya, tetapi yang paling diyakini adalah bahwa darah yang ditransfusikan kepadanya berasal dari donor yang terinfeksi malaria dan tuberkulosis.

3. Jean-François Pilâtre de Rozier (Meninggal karena kecelakaan balon udara buatannya)

potret balon udara panas (Pixabay.com/Nicolae_Balt)
potret balon udara panas (Pixabay.com/Nicolae_Balt)

Saat ini, transportasi udara memudahkan kita menjangkau lokasi jauh dengan cepat. Alat transportasi udara pertama di dunia adalah balon udara panas, yang diciptakan oleh Montgolfier bersaudara pada 1783. Seiring waktu, balon udara mengalami berbagai modifikasi. Pada 1784, ilmuwan Prancis Jean-François Pilâtre de Rozier memodifikasi balon udara dengan menambahkan balon gas hidrogen.

Menurut laman Linda Hall, Jean-François de Rozier adalah salah satu manusia pertama yang terbang menggunakan balon udara panas, bersama rekannya François Laurent d’Arlandes. Sebelumnya, balon udara telah diuji coba dengan penumpang hewan seperti domba, bebek, dan ayam.

Ia menciptakan balon Rozière, gabungan balon udara panas dan balon hidrogen, dengan tujuan memperpanjang waktu dan jarak tempuh penerbangan. Penerbangan direncanakan dari Prancis ke Inggris, menyeberangi Selat Inggris. Namun, pada 15 Juni 1785, balon Rozière terbakar dan jatuh di distrik Wimereux, dekat Boulogne-sur-Mer, Prancis.

Kecelakaan tersebut disebabkan oleh sifat hidrogen yang mudah terbakar. Kombinasi udara panas dan gas hidrogen membuat balon Rozière rentan terhadap kebakaran. Jean-François Pilâtre de Rozier menjadi orang pertama yang melakukan penerbangan sekaligus menjadi korban pertama kecelakaan udara.

4. Carl Wilhelm Scheele (Meninggal karena keracunan zat kimia)

potret patung wajah Carl Wilhelm Scheele di gerbang Universitas Gamla Chemicum (commons.wikimedia.org/Celsius)
potret patung wajah Carl Wilhelm Scheele di gerbang Universitas Gamla Chemicum (commons.wikimedia.org/Celsius)

Melansir dari Britannica, Carl Wilhelm Scheele adalah ahli kimia Jerman-Swedia yang berjasa atas penemuan berbagai unsur dan senyawa kimia. Penemuannya yang paling penting adalah oksigen, yang sebenarnya ia temukan pada 1772, namun baru dipublikasikan tahun 1777. Sayangnya, ia tidak diakui secara resmi sebagai penemu oksigen karena Joseph Priestley lebih dahulu memublikasikannya pada 1774. Scheele menemukan oksigen dengan cara memanaskan merkuri oksida dan zat lainnya. Ia mengamati gas tak berwarna dan tak berbau yang membuat api menyala lebih terang. Karena itu, ia menamainya "udara api".

Carl Wilhelm Scheele meninggal pada 21 Mei 1786, pada usia 43 tahun. Penyebab kematiannya diyakini sebagai akibat keracunan berbagai zat kimia berbahaya yang ia tangani selama bertahun-tahun tanpa perlindungan yang layak. Pada masa itu, belum ada standar keselamatan laboratorium, sehingga ilmuwan seperti Scheele rentan mengalami masalah kesehatan serius.

Itulah empat ilmuwan dunia yang meninggal karena dedikasinya dalam mengembangkan sains. Penemuan dan pengorbanan mereka menjadi fondasi kemajuan ilmu pengetahuan yang kita nikmati hingga kini. Mereka layak disebut sebagai pahlawan sains yang jasa-jasanya tidak akan terlupakan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us