Dalam sains, empati dapat diartikan sebagai kemampuan dasar yang dimiliki oleh organisme - terutama manusia - untuk memahami, mengerti, dan merasakan apa yang dialami oleh makhluk hidup lainnya. Lewat empati inilah makhluk hidup dapat saling menciptakan sebuah hubungan yang didasarkan pada perasaan, bukan hanya logika.
Empati juga melibatkan perasaan sekaligus pemikiran yang kompleks. Itu sebabnya, empati tidak berkorelasi dengan kecerdasan seseorang di bidang akademik. Nah, ciri pertama dari psikopat adalah minim atau bahkan hilangnya empati pada seseorang. Bagaimana sains menjelaskannya?
Seorang ilmuwan sekaligus profesor di bidang neurologi bernama James Fallon telah membuktikan bahwa empati bisa dilacak secara fisik dalam otak manusia. Jika jejak empati dalam otak tersebut hilang, maka seseorang bisa kehilangan empatinya. Studi yang juga dicatat dalam laman Berkeley tersebut melibatkan penelitian medis mengenai otak manusia yang aktif.
Dalam studinya, disimpulkan bahwa seorang psikopat tidak memiliki bagian kecil di otak yang bertanggung jawab dalam mengatur perasaan empati. Sedangkan, pada orang normal, bagian kecil dalam otak tersebut ada dan dapat dilacak melalui MRI atau alat medis lainnya. Bagian kecil dalam otak tersebut adalah sistem limbik, yakni bagian otak yang mengatur tingkat emosional seseorang.
Ketiadaan bagian pada sistem limbik mengakibatkan penurunan di bagian korteks orbital dan prefrontal, sehingga akan berdampak langsung pada ketidakmampuan seorang psikopat dalam merasakan empati. Profesor James Fallon juga merangkum studinya itu ke dalam sebuah buku berjudul "The Psychopath Inside: A Neuroscientist's Personal Journey into the Dark Side of the Brain" yang dipublikasikan pada 2013 lalu.