Anggapan umum adalah gas air mata kedaluwarsa bisa menurunkan dampak bahayanya terhadap tubuh. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Hal tersebut diutarakan oleh seorang profesor dari Simón Bolívar University, Mónica Kräuter.
Merilis sebuah studi pada 2017, Mónica memantau kejadian pembubaran protes di Venezuela pada 2014 silam. Ia mengatakan bahwa Chlorobenzylidene malononitrile (CS) adalah senyawa yang paling banyak digunakan dan sudah memenuhi standar Protokol Jenewa. Sayangnya, sebanyak 72 persen gas air mata yang digunakan dalam pembubaran protes tersebut ternyata sudah kedaluwarsa. Beberapa bahkan tak mencantumkan tanggal expired.
Lalu, bagaimana jika dilemparkan ke massa? Mónica mengatakan bahwa senyawa gas air mata kedaluwarsa bisa berubah menjadi gas-gas berbahaya, seperti:
ilustrasi gas air mata (unsplash.com/Koshu Kunii)
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), sianida dengan jumlah sedikit mudah menguap dan cepat kabur di udara sehingga tak berbahaya di ruang terbuka. Namun sianida jadi berbahaya jika terhirup dalam kadar tinggi dan jangka panjang, terutama di ruangan tertutup.
Sianida amat berbahaya untuk jantung dan otak karena senyawa ini menghambat sel dari menghirup oksigen hingga mengalami kematian sel. Faktanya, kedua organ vital tersebut butuh oksigen.
Tak kalah berbahaya, fosgen bisa menyebabkan gejala batuk, pandangan kabur, sesak napas, edema paru (dalam 2–6 jam), hingga gagal jantung (dalam 48 jam). CDC memperingatkan dampak jangka panjang fosgen, seperti bronkitis dan emfisema kronis.
Fakta menarik, nitrogen mendominasi atmosfer Bumi (78 persen). Namun, jika terpapar secara langsung lewat gas air mata kedaluwarsa, nitrogen bisa berbahaya. Seperti sianida, nitrogen menghambat oksigen di tubuh, sehingga bisa menyebabkan sesak napas hingga kematian.