Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi gas air mata (unsplash.com/ev)

Tragedi Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober silam menyita perhatian dunia. Menyorot hak asasi manusia, penggunaan gas air mata (riot control agent) sebenarnya sudah dilarang oleh FIFA dan penggunaannya hanya di kondisi tertentu.

Mengejutkannya, Polri mengaku menggunakan gas air mata kedaluwarsa dalam membubarkan suporter Arema FC dan Persebaya Surabaya. Meski pihak Polri mengklaim gas air mata kedaluwarsa tidak efektif, seperti makanan atau minuman kedaluwarsa, gas air mata yang sudah expired bisa berdampak negatif.

Apa itu gas air mata?

ilustrasi gas air mata (unsplash.com/Colin Lloyd)

Gas air mata adalah senyawa kimia yang menyebabkan iritasi. Terlepas dari namanya, gas air mata umumnya berbentuk semprotan atau bubuk dan berinteraksi dengan kelembapan. Itulah mengapa gas air mata memengaruhi area dengan selaput lendir, seperti mata, mulut, tenggorokan, kulit, dan paru-paru.

Dilansir Medical News Today, beberapa senyawa umum yang menjadi komponen gas air mata meliputi:

  • Chloroacetophenone (CN).
  • Chlorobenzylidene malononitrile (CS).
  • Chloropicrin (PS).
  • Bromobenzylcyanide (CA).
  • Dibenzoxazepine (CR).

Gas air mata awalnya dikembangkan sebagai senjata perang kimiawi. Sementara Protokol Jenewa 1925 melarang penggunaan gas air mata di medan perang, gas air mata tetap digunakan untuk membubarkan huru-hara. Dalam Peraturan Keamanan dan Pengamanan Stadion pasal 19b, FIFA juga melarang gas air mata.

Selain itu, terdapat berbagai peraturan ketat bagaimana penggunaan gas air mata di area publik. Hal-hal ini seperti gas air mata hanya bisa ditembakkan dari arah jauh, digunakan hanya di luar ruangan, dan konsentrasi yang diperbolehkan harus serendah mungkin.

Bisa menjadi zat berbahaya!

Anggapan umum adalah gas air mata kedaluwarsa bisa menurunkan dampak bahayanya terhadap tubuh. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Hal tersebut diutarakan oleh seorang profesor dari Simón Bolívar University, Mónica Kräuter.

Merilis sebuah studi pada 2017, Mónica memantau kejadian pembubaran protes di Venezuela pada 2014 silam. Ia mengatakan bahwa Chlorobenzylidene malononitrile (CS) adalah senyawa yang paling banyak digunakan dan sudah memenuhi standar Protokol Jenewa. Sayangnya, sebanyak 72 persen gas air mata yang digunakan dalam pembubaran protes tersebut ternyata sudah kedaluwarsa. Beberapa bahkan tak mencantumkan tanggal expired.

Lalu, bagaimana jika dilemparkan ke massa? Mónica mengatakan bahwa senyawa gas air mata kedaluwarsa bisa berubah menjadi gas-gas berbahaya, seperti:

  • Sianida
  • Fosgen
  • Nitrogen

ilustrasi gas air mata (unsplash.com/Koshu Kunii)

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), sianida dengan jumlah sedikit mudah menguap dan cepat kabur di udara sehingga tak berbahaya di ruang terbuka. Namun sianida jadi berbahaya jika terhirup dalam kadar tinggi dan jangka panjang, terutama di ruangan tertutup.  

Sianida amat berbahaya untuk jantung dan otak karena senyawa ini menghambat sel dari menghirup oksigen hingga mengalami kematian sel. Faktanya, kedua organ vital tersebut butuh oksigen.

Tak kalah berbahaya, fosgen bisa menyebabkan gejala batuk, pandangan kabur, sesak napas, edema paru (dalam 2–6 jam), hingga gagal jantung (dalam 48 jam). CDC memperingatkan dampak jangka panjang fosgen, seperti bronkitis dan emfisema kronis.

Fakta menarik, nitrogen mendominasi atmosfer Bumi (78 persen). Namun, jika terpapar secara langsung lewat gas air mata kedaluwarsa, nitrogen bisa berbahaya. Seperti sianida, nitrogen menghambat oksigen di tubuh, sehingga bisa menyebabkan sesak napas hingga kematian.

Dampak bahaya lainnya

Penggunaan gas air mata kedaluwarsa ternyata bukan sekali atau dua kali. Saat membubarkan protestan di Umarabad tahun2014, Ikatan Dokter Kashmir (DAK) mengecam penggunaan gas air mata kedaluwarsa. Saat itu, protes ditujukan kepada militer yang mengemudi ugal-ugalan hingga membunuh tujuh rakyat tak bersalah.

"Penggunaan gas air mata kedaluwarsa tak manusiawi dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Label produksi yang terlihat di situs protes menunjukkan bahwa gas air mata sudah kedaluwarsa sejak 2012," tulis Presiden DAK, Dr. Nisar ul Hassan, dikutip Kashmir Observer.

Menurut DAK, gas air mata kedaluwarsa bisa berbahaya. Pasalnya, hal tersebut bisa mengakibatkan kebutaan permanen, luka bakar kimiawi, dan memicu asma (pada yang rentan). Bahkan, penggunaan gas air mata expired bisa memicu keguguran pada ibu hamil, kejang-kejang, hingga kematian.

ilustrasi gas air mata (unsplash.com/ev)

Tidak untuk dianggap remeh atau digunakan, gas air mata yang sudah kedaluwarsa bisa berbahaya untuk kesehatan. Dari sesak napas hingga kematian, huru-hara seharusnya dibubarkan dengan cara humanis dan kondusif. Aparat seharusnya punya strategi lain saat menghadapi massa, tak melulu harus menembakkan gas air mata.

Jika melihat gas air mata ditembakkan, kita tak tahu itu sudah kedaluwarsa atau belum. Jadi, segera berlindung ke area yang masih segar udaranya, atau usahakan berada di tempat tinggi sehingga bisa terlindung dari asap gas air mata yang kedaluwarsa.

Editorial Team