Dianggap Memalukan, 11 Invasi Ini Berakhir dengan Kegagalan

Keputusan suatu negara untuk menginvasi negeri atau wilayah asing berakhir dengan hilangnya banyak nyawa dari pasukan mereka, atau bahkan akhir dari kedaulatan negara mereka sendiri. Hal ini pernah terjadi pada awal kekaisaran Romawi di era sebelum Masehi atau puncak Perang Dingin beberapa generasi yang lalu, negara-negara kuat ini mencoba menginvasi tetapi gagal.
Alasan mengapa invasi ini gagal pun beragam, mulai dari terlalu meremehkan kekuatan oposisi, ahli strategi inferior melawan jenderal yang lebih tinggi, medan yang menguntungkan satu sisi, cuaca yang ekstrem, atau kombinasi dari semua itu. Berikut adalah daftar invasi yang gagal dalam sejarah dunia.
1. Pertempuran Myeongnyang 1597

Menurut History Collection, pertempuran Myeongnyang, atau juga dikenal sebagai The Miracle at Myeongnyang dimulai pada tahun 1592, ketika Jepang menginvasi Korea. Selama lima tahun berikutnya, invasi ini tidak berjalan dengan baik karena kecemerlangan angkatan laut kerajaan Joseon Korea, Laksamana Yi Sun Shin, seperti yang dilansir Britannica. Namun, Yi Sun Shin ditangkap karena pengkhianatannya, dihukum dan diturunkan pangkatnya menjadi tentara biasa.
Salah satu saingannya, Laksamana Won Gyun, mengambil alih komando armadanya. Satu tahun kemudian, Gyun tewas, dan Korea hanya memiliki 12 kapal yang tersisa sementara Jepang memiliki 330 kapal. Akibatnya, Sun Shin naik pangkat lagi menjadi komando.
Sun Shin membuat rencana dengan membujuk Jepang ke Selat Myeongnyang yang terbilang sangat sempit, akibatnya kapal Jepang yang sangat banyak itu mengalami kesulitan untuk bermanuver yang menyebabkan kapal-kapalnya bertabrakan dan tenggelam. Pergeseran arus juga membuat Jepang sulit untuk mundur dan pasukan Sun Shin tidak kehilangan satu kapal pun dalam pertempuran itu, sementara Jepang kehilangan 31 kapalnya, dan 90 kapal rusak. Pada tahun 1598, Korea berhasil mengusir penjajah Jepang.
2. Pertempuran Cannae pada 216 SM
Kekaisaran raksasa Romawi pernah menjadi sentral dunia. History menyebut bahwa Pertempuran Cannae adalah 'Hari Paling Gelap di Roma' karena tentara Romawi hampir musnah akibat strategi jenius seorang jenderal Afrika yang bersumpah untuk menghancurkan Romawi.
Menurut Biography, Hannibal Barca lahir pada 247 SM, seorang anak dari Hamilcar Barca dan seorang jenderal bangsa Kartago (sekarang Tunisia). Menyusul kekalahan Kartago dari Roma di perang pertama dari tiga perang antara kedua negara.
Pada 218 SM, perang kedua antara Roma dan Kartago dimulai, saat Hannibal Barca memasuki Italia dengan melintasi Pegunungan Alpen. Dua tahun berikutnya, dia berhasil menghancurkan legiun Romawi dan mengumpulkan wilayah serta tentara anti-Roma. Konsul Roma, Quintus Fabius Maximus, memutuskan untuk mengubah strategi, dan berharap memenangkan atrisi.
Dilansir Ancient, Roma membenci strategi ini dan memilih Lucius Aemilius Paulus dan Caius Terentius Varro untuk menyerang Cannae dan menghancurkan Barca dengan menambahkan pasukannya dua kali lipat. Britannica menyatakan bahwa Romawi memiliki 80.000 tentara, sedangkan Barca 50.000 tentara. Romawi menyerang pusat pasukan Barca. Sebaliknya, kavaleri Barca mengepung orang Romawi, dan hanya 14.000 orang Romawi yang selamat dari pertempuran itu.
3. Pertempuran Ilipa pada 206 SM

Jika Pertempuran Cannae menandai kekalahan Romawi, beda halnya dengan Pertempuran Ilipa yang menjadikan Romawi satu-satunya negara adidaya di Mediterania. Seperti yang dinyatakan oleh Britannica, pertempuran tersebut menandai awal dari akhir kekuasaan Kartago di Spanyol dan niat Hannibal Barca untuk menaklukkan atau menginvasi Roma.
Pada 206 SM, pasukan Kartago (bukan di bawah komando Barca) berusaha menaklukkan pasukan Roma, yang dipimpin oleh Cornelius Scipio. Mereka bertemu orang Romawi di Ilipa dengan pasukan yang lebih besar. Menurut Erenow, setelah beberapa hari, Scipio mencontek strategi yang pernah digunakan Barca.
Dia mengirim kavalerinya saat fajar untuk menyerang penduduk Kartago. Akibat penyerangan itu, Kartago menyerang pusat Romawi, tetapi orang Romawi sudah dievakuasi terlebih dahulu.
Nah, di sinilah pasukan Romawi dengan jumlah yang lebih sedikit, mengepung Kartago. Hanya 7.000 pasukan Romawi yang tewas, dan 44.000 pasukan Kartago tewas. Pertempuran itu pun menggagalkan upaya invasi Kartago ke Roma, seperti yang dikutip The Art of Battle.
4. Pertempuran Selat Tsushima pada 1905
Menurut Arts and Culture, pada tahun 1905, angkatan laut Rusia menempuh jarak 18.000 mil laut untuk menginvasi Jepang. Yang juga disebut 'Pertempuran Selat Tsushima' dan 'Pertempuran Laut Jepang', pertempuran itu merupakan kekalahan yang memalukan bagi Rusia karena perbedaan peran teknologi di abad ke-20
Menurut History, Rusia menolak saran Jepang untuk membagi Korea dan Manchuria menjadi wilayah strategis. Karena itu, pada bulan Februari 1904, Jepang melancarkan serangan mendadak terhadap armada angkatan laut Rusia di Port Arthur China. Ini adalah awal pertempuran Perang Rusia-Jepang. Rusia meremehkan kekuatan militer Jepang, yang telah mencetak banyak kemenangan atas bangsa Eropa.
Menurut Britannica, pada 15 Oktober 1904, armada Baltik Rusia berlayar dari Liepaja. Kurang dari seminggu kemudian, kapal-kapal tersebut salah sasaran dengan menembaki kapal pukat Inggris, Rusia akhirnya meminta maaf kepada Inggris dan membayar kompensasi yang pantas.
Setelah tujuh bulan melakukan perjalanan, armada Rusia melakukan kontak dengan Laksamana Togo Heihachiro dari Jepang. Thought Co mengatakan bahwa Rusia memasuki Selat Tsushima dengan 11 kapal perang dan delapan kapal penjelajah, di mana Jepang sendiri memiliki empat kapal perang dan 27 kapal penjelajah. Sayangnya, teknologi Rusia jauh di belakang teknologi Jepang. Rusia pun kehilangan dua pertiga kapalnya dalam waktu dua hari. Rusia menyudahi perang dan menyiapkan panggung untuk revolusi Rusia 1905.
5. Invasi Teluk Babi 1961
Setelah menggulingkan diktator yang didukung Amerika Serikat, Fulgencio Batista, Fidel Castro menjadi penguasa Kuba pada tahun 1959. Menurut History, Castro mencoba melepaskan pengaruh AS terhadap bangsanya dengan menasionalisasi industri yang didominasi Amerika. Pada tahun 1960, Castro menjalin hubungan luar negeri dengan Uni Soviet.
AS pun ingin menyingkirkan sekutu Soviet dan komunis dari kekuasaan. Menurut JFK Library, pada Maret 1960, pemerintahan di bawah presiden Dwight D. Eisenhower menyetujui sebuah program untuk melatih pengungsi Kuba di Guatemala yang bertujuan untuk menggulingkan Fidel Castro di Kuba. Setahun kemudian, Presiden John F. Kennedy menjalankan rencana yang sudah disetujui Eisenhower. Pada 15 April 1961, invasi pertama dimulai ketika pembelot Kuba yang direkrut AS mencoba untuk menghancurkan angkatan udara Kuba. Namun, Castro dan pemerintah mengetahui rencana tersebut dan memindahkan pesawat ke lokasi lain.
Dua hari kemudian dan meskipun upaya pemboman gagal, orang-orang buangan Kuba di bawah kendali Amerika ini menyerbu pantai selatan pulau yang disebut 'Teluk Babi'. Tetapi, pemerintah Kuba dengan siap siaga menangkap mereka, invasi ini pun gagal. Menurut BBC, presiden Kennedy tidak ingin mengirim bala bantuan, karena hal itu bisa membocorkan keterlibatan Amerika. Pada 19 April, invasi selesai, dan Castro memerintah Kuba hingga tahun 2011.
6. Invasi Napoleon ke Rusia pada 1812
Napoleon Bonaparte menjadi ancaman serius bagi dunia karena ingin menciptakan kerajaan abadi di Eropa. Salah satunya, ia ingin menginvasi Rusia. Menurut National Geographic, pasukan Napoleon yang berjumlah lebih dari setengah juta tentara memasuki Rusia melalui Polandia pada 24 Juni. Menurut Lumine Learning, Napoleon dan pasukannya yang dikenal sebagai Le Grande Armée memasuki wilayah Rusia dan merebut wilayahnya dengan mudah selama musim panas.
Tetapi, demi mencegah tentara Prancis melahap habis wilayahnya, tentara Rusia membakar persediaan pangan mereka sendiri. Bahkan ketika Prancis merebut Moskow, persediaan pangan di kota itu sengaja dibakar juga. History melaporkan bahwa pada 19 Oktober, Napoleon memimpin pasukannya untuk keluar dari Moskow, ia paham bahwa mereka tidak dapat bertahan hidup di musim dingin tanpa persediaan makanan.
Perang yang sengit dan ketidaksiapan Prancis di musim dingin terbukti menjadi gagalnya invasi Prancis. Menurut National Geographic, Napoleon kehilangan 300.000 dari 500.000 tentara, dan terpaksa meninggalkan Rusia pada bulan Desember. Kekalahan yang mahal ini membuat kekuatan Eropa dengan mudah menggulingkan Napoleon kurang dari dua tahun kemudian.
7. Pertempuran Stalingrad 1942-1943
Hitler adalah ancaman serius di Eropa. Apalagi ketika dia menginvasi Uni Soviet di musim dingin. Hampir mirip dengan Perang Napoleon, Perang Dunia II adalah ajang kejayaan Nazi Jerman karena menaklukkan sejumlah besar wilayah di benua itu dengan sedikit perlawanan. Dan, seperti Napoleon, pada saat Jerman menginvasi Uni Soviet, bangsa itu justru menderita dan kelelahan karena pertempuran yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada Juni 1941, Hitler meluncurkan Operasi Barbarossa, invasi ke Uni Soviet dan serangan militer terbesar dalam sejarah manusia pada saat itu, menurut War on the Rocks. Namun, musim dingin tiba dan membuat serangan terhenti sebelum mereka mencapai Moskow. Pada Agustus 1942, tentara Jerman membangun pangkalan militer di kota industri Stalingrad, dengan harapan dapat memutus jalur pasokan Soviet.
Selama enam bulan, kedua belah pihak bertempur di musim dingin yang bersalju. Tentara Jerman menaklukkan sebagian besar wilayah sejak awal. Menurut Medium, 90% Stalingrad berada di tangan Jerman. Namun, Rusia mampu menahan serangan dan mendorong Jerman kembali ke barat selama dua tahun berikutnya, yang berpuncak pada Pertempuran Berlin dan jatuhnya Reich ketiga.
8. Pertempuran Little Bighorn pada 1876
Menurut History, pada tahun 1868, pemerintah AS mengeluarkan perjanjian kepada para pemimpin Lakota untuk memindahkan mereka ke tempat reservasi di Dakota Selatan. Menurut NPS, meskipun banyak pemimpin menyetujui perjanjian itu, tetapi para pemimpin Lakota seperti Sitting Bull dan Crazy Horse menolak. Mereka memutuskan untuk bergabung dengan penduduk asli Amerika lainnya dengan menciptakan perlawanan bersenjata.
Enam tahun kemudian, selama penjelajahan Black Hills di Dakota Selatan, sebuah rombongan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel George Armstrong Custer menemukan emas di daerah tersebut dan menuntut agar Lakota ditempatkan dalam reservasi. Mereka menolak dan Perang Indian pun dimulai.
Pada bulan Juni 1876, saat melakukan pengintaian di Lembah Little Bighorn, Custer dan anak buahnya diincar oleh penduduk asli Amerika. Mereka pun dibunuh dalam waktu satu jam oleh pasukan Crazy Horse yang terdiri dari 3.000 orang. Meskipun pertempuran tersebut merupakan kemenangan gemilang bagi penduduk asli Amerika, hal itu menyulut kemarahan AS untuk melakukan upaya perang. Pada tahun berikutnya, Crazy Horse terpaksa menyerah.
9. Pertempuran Adwa pada tahun 1896

The Conversation melaporkan bahwa kekalahan Italia atas bangsa Afrika selama periode imperialisme Afrika, menjadikan Ethiopia sebagai simbol kebebasan di seluruh dunia Afrika. Menurut Black Past, pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 membuat Italia menaruh minat di Afrika Timur. Mereka akhirnya menginjakkan kaki di Afrika pada tahun 1885 dan tahun 1890, mereka mendirikan negara koloni Eritrea.
Selama periode ini, mereka juga menjalin hubungan baik dengan Ethiopia. Pada tahun 1889, Kaisar Yohannes IV meninggal, dan Menilek II naik tahta. Menilek II menjalin kerja sama dengan Italia, dan bangsa Eropa memberinya persenjataan modern. Tujuh tahun kemudian, Melinek II menggunakan senjata tersebut untuk melawan musuh-musuhnya.
Menurut Origins, konflik ini dimulai ketika Italia menjanjikan Ethiopia menjadi protektorat, namun tak kunjung diwujudkan, meskipun Melinek II sendiri menolak interpretasi ini. Kedua belah pihak pun melakukan pertempuran bersenjata, terutama Italia yang ingin menguasai Ethiopia.
Karena tidak tahu jumlah tentara Ethiopia dan tekanan dari politisi Italia, sekitar 15.000 tentara Italia diserbu 100.000 orang Etiopia. Italia pun kalah dan dipaksa keluar dari Ethiopia. Pada Perjanjian Addis Ababa, kedaulatan Ethiopia diakui, dan Italia dihina karena kegagalan invasi mereka.
10. Pertempuran Midway pada 1942
Setelah pemboman Pearl Harbor dan penaklukan koloni Pasifik, AS bersiap untuk memasuki Perang Dunia II dalam perang dua front melawan Jepang di Asia, Jerman, dan Italia di Eropa. Enam bulan setelah serangan Pearl Harbor, AS, menurut Britannica, mengakhiri ancaman invasi Jepang di Pasifik dengan kemenangan di Pertempuran Midway.
Invasi Jepang di Midway diketahui oleh pemecah kode AS, menurut National WWII Museum. Pada awal 4 Juni 1942, tentara Jepang menyerang dan merusak pangkalan di Midway, Jepang tidak mengetahui bahwa AS telah pindah ke bagian timur pulau dan AS pun melancarkan serangan balasan ketika Jepang berbalik untuk mengisi bahan bakar dan mempersenjatai diri. Dalam dua hari, Jepang kehilangan 3.057 tentara, empat kapal induk, satu kapal penjelajah, dan ratusan pesawat, sementara AS kehilangan sekitar 362 tentara, satu kapal induk, satu kapal perusak, dan 144 pesawat.
Menurut War on the Rocks, kemenangan tersebut membebaskan pasukan sekutu untuk fokus pada tahap konflik Eropa, karena kekuatan Poros terus memperluas wilayah mereka di seluruh Eropa dan Afrika Utara.
11. Pertempuran Dien Bien Phu pada 1954

Setelah kekuatan Poros dikalahkan dalam Perang Dunia II, Prancis terus beroperasi sebagai kekuatan kekaisaran di Indochina. Tetapi, Vietnam ingin merdeka. Hal ini menyebabkan Perang Indochina pertama pada tahun 1946. Prancis memasuki wilayah tersebut untuk kembali mengendalikan Vietnam. Setelah delapan tahun berperang, perang diakhiri dengan Pertempuran Dien Bien Phu.
Menurut History, serangan terhadap Dien Bien Phu yang diduduki Prancis dimulai pada Maret 1954. Komandan Viet Minh Vo Nguyen Giap menempatkan pasukan dan artilerinya ke dalam gua-gua pegunungan yang menghadap ke kamp Prancis. Selama hampir dua bulan, pemboman dan kekuatan pasukan Vietnam, terus-menerus melemahkan Prancis.
Pada 7 Mei, perlawanan berakhir setelah terjadi serangan di pangkalan. Prancis hanya memiliki sekitar 3.000 tentara, sementara Vietnam memiliki 20.000 tentara di bawah komando Viet Minh. Alpha History melaporkan bahwa 3.500 dari 11.000 tentara Prancis ditempatkan di Dien Bien Phu selamat selama dua bulan. Pada Persetujuan Jenewa di bulan Juli, Prancis kehilangan klaimnya di Indochina, termasuk Vietnam, Laos, dan Kamboja.
Seperti yang kita tahu, peperangan mengorbankan ratusan, ribuan, dan bahkan jutaan nyawa. Namun, inilah realitas perang. Dibutuhkan banyak persiapan dan tenaga serta kekuatan teknologi untuk menyerbu negeri lain. Sayangnya, semua perencanaan dan persiapan itu berakhir dengan kekalahan dan juga kehancuran fatal.