6 Fakta Femisida, Pembunuhan Berbasis Gender yang Marak Selama Pandemi

Kombinasi patriarki, machismo, kemiskinan #IDNTimesScience

Female homicide merupakan pembunuhan berbasis gender yang belakangan jadi sedang menjadi topik hangat di media. Istilah ini dikenal pula dengan istilah femicide atau femisida dalam bahasa Indonesia. 

Kasus-kasus seperti ini sebenarnya bukan hal baru. Namun, intensitasnya kian merebak luas selama pandemi berlangsung, saat dimana orang-orang dianjurkan di rumah saja atau melakukan karantina mandiri.

Apa sebenarnya femisida dan bagaimana perkembangannya saat ini? Mari tengok beberapa fakta tentang femisida berikut ini. 

1. Istilah femisida diperkenalkan oleh Diane E.H. Russell pada tahun 1976

6 Fakta Femisida, Pembunuhan Berbasis Gender yang Marak Selama Pandemipotret Diane Russell, aktivis yang mempopulerkan istilah femisida (nytimes.com)

Dilansir The New York Times, Diane E.H. Russell adalah peneliti dan aktivis yang memopulerkan terma tersebut ketika menghadiri International Tribunal on Crimes Against Women di tahun 1976. Konferensi ini sendiri membahas dan mengutuk segala bentuk kejahatan terhadap perempuan.

Russell memberikan kredit pada Carol Orlock sebagai pencetus pertama istilah tersebut. Namun, keduanya setuju kalau Russell yang membuat istilah femisida dikenal luas. Femisida, menurut Russell, adalah tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh laki-laki dengan korban seorang perempuan. Femisida bisa berupa pembunuhan langsung atau penyiksaan, pemerkosaan, dan perlakuan lainnya yang berujung pada kematian seorang perempuan.

Sedangkan definisi World Health Organization (WHO) lebih lebih luas lagi. Menurut WHO, Femisida adalah kekerasan terhadap perempuan, baik secara verbal, emosi, fisik, seksual, dan bentuk paling fatalnya adalah pembunuhan. Femisida dibedakan dengan pembunuhan biasa karena umumnya ada relasi kuasa yang tidak seimbang antara pelaku laki-laki dengan korban perempuan. 

2. KDRT dan honor killing masuk dalam kategori femisida  

6 Fakta Femisida, Pembunuhan Berbasis Gender yang Marak Selama Pandemipotret warga Honduras menuntut pengusutan ulang kasus kematian Keyla Martínez di sel tahanan polisi (elfaro.net)

Femisida identik dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena kebanyakan pelakunya adalah laki-laki terdekat, seperti pasangan atau mantan pasangan. Studi yang dilakukan WHO dan London School of Hygiene and Tropical Medicine pada 2012 menemukan bahwa 35 persen pembunuhan perempuan di level global dilakukan oleh pasangan mereka sendiri. Jauh berbeda dengan pembunuhan pria oleh pasangan yang hanya terjadi sekitar 5 persen saja dari total kasus. Itu pun didominasi oleh alasan membela diri karena sudah ada tindak kekerasan yang dilakukan si pria sebelumnya.  

Selain KDRT antar pasangan, femisida juga bisa berupa honor killing. Pembunuhan yang didasari keyakinan bahwa korban telah menodai kehormatan keluarga atau dirinya sendiri. Mirisnya, seringkali korban honor killings adalah korban perkosaan atau incest yang dipojokkan keluarga mereka. Femisida dalam bentuk honor killing banyak terjadi di kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan. Kerap juga terjadi di komunitas imigran asal dua kawasan tersebut di beberapa negara Barat. 

Selain honor killing, kekerasan dan pembunuhan pada perempuan yang terkait dengan budaya adalah masalah mahar. Di India, banyak perempuan meninggal karena dibunuh keluarga iparnya sendiri. Biasanya karena mahar yang mereka berikan pada keluarga laki-laki kurang besar.

Baca Juga: 16 Saksi Termasuk Suami Korban Pembunuhan Ibu-Anak di Subang Diperiksa

3. Femisida bisa dilakukan orang yang tak dikenal sama sekali dan banyak terjadi di Amerika Latin 

6 Fakta Femisida, Pembunuhan Berbasis Gender yang Marak Selama Pandemipotret demo anti femisida di El Salvador (time.com)

Tidak menutup kemungkinan femisida juga dilakukan oleh orang yang tak dikenal sekalipun. Biasanya, hal ini terjadi lantaran didasari motif pelecehan seksual yang berujung pembunuhan. Kasus femisida tipe ini banyak terjadi di kawasan Amerika Latin seperti Meksiko, Guatemala, Venezuela, dan Honduras.  

Data di tahun 2018 yang dirilis PBB lewat United Nations on Drugs and Crime menunjukan bahwa negara Amerika Latin mendominasi daftar 10 negara dengan kasus femisida tertinggi di dunia. Peringkat pertama diduduki El Salvador yang mencapai 13 orang per 100 ribu penduduk. 

4. Faktor pendorong terjadinya femisida merupakan kombinasi patriarki, machismo, dan kemiskinan

6 Fakta Femisida, Pembunuhan Berbasis Gender yang Marak Selama Pandemipotret gerakan menolak femisida di Guatemala (aljazeera.com)

Laporan dari WHO mencoba menjabarkan beberapa hal yang bisa mendorong terjadinya femisida. Femisida ternyata sangat tertaut dengan budaya patriarki yang membuat pria merasa lebih baik derajatnya dibanding perempuan, ketergantungan perempuan pada pria dari segi finansial, dan budaya-budaya yang tidak menguntungkan pihak perempuan. 

Budaya machismo juga turut memengaruhi. Di benua Amerika, femisida sangat sering terjadi karena struktur masyarakat yang lekat dengan geng kriminal yang didukung pula dengan peredaran bebas senjata ilegal. Machismo juga dapat mempengaruhi kesehatan mental laki-laki dan akhirnya memicu sikap-sikap kekerasaan seperti temperamental dan lain sebagainya. 

Faktor berikutnya adalah kemiskinan dan minimnya pendidikan. Kedua hal ini bisa meningkatkan risiko perempuan terjebak dalam hubungan yang toksik dan menjadi korban kekerasan, bahkan femisida.  

5. Pandemi turut berperan menambah angka kasus femisida dunia 

6 Fakta Femisida, Pembunuhan Berbasis Gender yang Marak Selama Pandemipotret protes femisida di Meksiko 2020 lalu (latimes.com)

Foreign Policy bahkan menyebut angka femisida bisa meningkat tajam selama lockdown. Estimasi tersebut muncul karena adanya krisis ekonomi akibat pandemi. Tak terbatas pada pasangan, istri, atau anak  perempuan yang sedang berjalan sendirian pun tak pelak menjadi korban pembunuhan dan pelecehan seksual secara acak oleh orang-orang yang mengawali aksinya karena motif ekonomi seperti perampokan. 

Kondisi karantina dan pembatasan pergerakan manusia selama lockdown turut memperburuk hubungan toksik dalam rumah tangga. Hal ini terbukti dari beberapa sampel yang dirilis Statista yang menunjukan kenaikan angka femisida di sejumlah negara pada awal 2020, terutama negara-negara di Amerika Tengah. 

6. Banyak kasus femisida disembunyikan, tidak dilaporkan, dan tak diproses secara hukum

6 Fakta Femisida, Pembunuhan Berbasis Gender yang Marak Selama Pandemipotret protes anti kekerasan pada perempuan di Afrika Selatan (enca.com)

Femisida jadi masalah kompleks di banyak negara. Banyak kasus yang tidak terdeteksi, tidak dipermasalahkan, atau dimasukkan dalam kategori selain femisida. Honor killings sering tidak ditindaklanjuti. Bahkan di Eropa misalnya, kasus-kasus seperti ini sering dikategorikan sebagai cultural killings. 

Begitu pula di Turki. Merujuk pada liputan DW, banyak kasus femisida di negara itu yang disamarkan sebagai bunuh diri atau penyebab kematian lainnya. Masih banyak pula negara yang belum memiliki statistik khusus tentang femisida, termasuk Indonesia.

Sejauh ini, belum banyak negara yang punya regulasi atau konstitusi khusus tentang femisida. Beberapa negara maju dan Amerika Latin sudah mulai membuatnya karena angka kasus yang terus naik. El Salvador, sebagai contoh, sudah memasukan definisi khusus tentang femisida dalam UU mereka. Bahkan, kasus bunuh diri perempuan yang terjadi akibat kekerasan yang bertubi-tubi pun sudah bisa dikategorikan sebagai femisida di sana.

Namun, penegakan hukum di negara tersebut masih terkendala adanya impunitas yang terwujud karena kebanyakan pelaku bisa melakukan pemerasan dan pengancaman pada petugas berwenang. Belum lagi budaya patriarki yang dianggap normal hingga mengabaikan hak dan keamanan bagi perempuan. Tak heran jika akhirnya banyak pencari suaka di Amerika Serikat yang merupakan perempuan asal El Salvador. 

Jika negara yang sudah mengakui istilah femisida saja masih belum bisa menuntaskan masalah ini, apa kabar negara yang sama sekali belum mengakuinya? 

Baca Juga: [OPINI] Feminisme dalam Genggaman Patriarki

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya