ritual kejawen dengan nasi tumpeng (commons.wikimedia.org/Koeh Bhahari)
Di Indonesia, nasi tumpeng memiliki makna sakral dalam tradisi Kejawen yang bercampur dengan unsur Hindu-Buddha sejak zaman Kerajaan Majapahit pada abad ke-13 hingga ke-15. Nasi berbentuk kerucut ini melambangkan gunung suci yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya para dewa.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Kesultanan Mataram pada abad ke-17, tradisi tumpengan mulai dikaitkan dengan Islam dan menjadi bagian dari perayaan syukuran atau slametan. Nasi tumpeng biasanya terdiri dari berbagai lauk seperti ayam ingkung, telur rebus, dan urap, yang masing-masing memiliki makna filosofis, seperti keseimbangan hidup, kesuburan, dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Makanan dalam konteks ritual dan keagamaan bukan sekadar hidangan tetapi juga warisan budaya yang mencerminkan kepercayaan, sejarah, dan nilai-nilai spiritual suatu masyarakat. Dari zaman kuno hingga era modern, praktik ini tetap bertahan dan terus diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan keyakinan yang dianut.
Dengan memahami lebih dalam tentang makanan-makanan ini, kita dapat lebih menghargai bagaimana kuliner berperan sebagai simbol yang menghubungkan manusia dengan aspek spiritual dan budaya mereka. Masih penasaran dengan makanan sakral lainnya? Komen di bawah, yuk!