Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret katak tanduk hidung panjang dewasa (commons.wikimedia.org/Rushen)
potret katak tanduk hidung panjang dewasa (commons.wikimedia.org/Rushen)

Intinya sih...

  • Katak tanduk hidung panjang merupakan amfibi yang dapat ditemukan di Asia Tenggara, terutama di hutan hujan tropis.
  • Mereka ahlinya dalam kamuflase dengan kemampuan beradaptasi pada suhu dan ketinggian tertentu.
  • Katak ini merupakan predator sejati yang memakan berbagai jenis serangga, laba-laba, kadal, katak lain, hingga kepiting.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah membayangkan ada sosok katak dengan tubuh seperti daun gugur berwarna cokelat? Kalau belum, kenalan dengan katak tanduk hidung panjang (Megophrys nasuta). Ukuran katak ini mirip seperti katak pada umumnya, yaitu antara 10—12 cm. Soal ukuran ini, katak tanduk hidung panjang mengalami dimorfisme seksual, ukuran betina lebih besar ketimbang jantan.

Kulit mereka berwarna cokelat gelap pada bagian atas dengan sedikit garis krem atau kuning di sisi. Sementara, bagian perut dan dada mereka cenderung berwarna lebih cerah, yakni abu-abu atau cokelat kemerahan. Salah satu ciri fisik yang membuat katak ini memperoleh nama mereka terletak pada lipatan kulit di atas hidung dan mata mereka yang cukup besar hingga terlihat seperti tanduk.

Selain ciri fisik menarik itu, katak tanduk hidung panjang juga memiliki berbagai fakta menarik lain yang akan kita ulik pada kesempatan kali ini, salah satunya terkait dengan kemampuan kamuflase katak ini yang bisa dikatakan sempurna. Kira-kira apa alasannya? Yuk, simak pembahasannya di bawah ini!

1. Peta persebaran dan habitat

Hutan hujan tropis merupakan rumah yang sempurna bagi katak tanduk hidung panjang. (commons.wikimedia.org/Olei)

Katak tanduk hidung panjang ternyata merupakan amfibi yang dapat ditemukan di Asia Tenggara. Dilansir Amphibians, negara-negara seperti Thailand, Malaysia, Singapura, hingga Indonesia (hanya di Pulau Sumatra dan Kalimantan) menjadi rumah bagi reptil yang satu ini. Sementara itu, jenis habitat yang dipilih oleh katak ini hanya di hutan hujan tropis, khususnya di daerah yang dekat dengan aliran air dan vegetasi lebat.

Mereka terbilang rewel untuk suhu udara di sekitar habitat. Sebab, katak ini hanya mau tinggal di bagian hutan yang sejuk dengan suhu sekitar 22—24 derajat celsius. Selain itu, mereka dapat ditemukan di ketinggian sekitar 0—1.600 meter di atas permukaan laut. Tentunya, layaknya katak pada umumnya, mereka dapat beraktivitas dengan normal, baik saat berada di daratan atau di dalam air.

2. Kamuflase sempurna yang sangat bermanfaat untuk berbagai kebutuhan

Percaya gak percaya, ada sosok katak tanduk hidung panjang di dalam foto ini. Bisa tebak di mana mereka? (commons.wikimedia.org/Bernard DUPONT)

Dari penampilan mereka saja, katak tanduk hidung panjang memang ahlinya dalam kamuflase. Kalau tidak sangat teliti ketika mengamati mereka, mustahil untuk membedakan katak ini dengan daun mati yang berguguran di hutan. Jenis kamuflase ini disebut sebagai cryptic coloration. Kamuflase tersebut memungkinkan hewan yang memilikinya untuk meniru warna ataupun bentuk dari sesuatu yang ada di alam secara sempurna sehingga tidak dapat terdeteksi dengan mudah.

Jelas ada berbagai manfaat yang diperoleh katak tanduk hidung panjang lewat tubuh yang mirip dengan daun mati ini, misalnya saja predator jadi sulit untuk mengungkap keberadaan mereka jika hanya mengandalkan indra penglihatan. Hal tersebut dapat dimanfaatkan katak ini untuk lari ketika si predator lengah. Selain itu, kamuflase ini juga berguna bagi katak tanduk hidung panjang ketika hendak mencari makan.

Meski sekitar tak terlihat berbahaya, sebenarnya katak tanduk hidung panjang merupakan predator sejati di alam. Dilansir Animal Diversity, katak ini mengonsumsi berbagai jenis laba-laba, kadal, katak lain, anak hewan pengerat kecil, kalajengking, hingga kepiting. Untuk memperoleh makanan, katak tanduk hidung panjang akan menunggu dalam diam di daerah yang sangat sempurna untuk berkamuflase. Saat calon mangsa mendekat dan lengah, mereka akan langsung menyergap dan menelan mangsa tersebut bulat-bulat.

3. Jenis suara yang dihasilkan katak tanduk hidung panjang

katak tanduk hidung panjang termasuk hewan soliter (commons.wikimedia.org/EvaK)

Meski tidak disebutkan secara eksplisit dalam sumber-sumber yang dihimpun, kemungkinan besar katak tanduk hidung panjang merupakan hewan soliter berdasarkan penemuan-penemuan individu di alam. Mereka hanya akan bersama katak lain ketika musim kawin. Meskipun begitu, bukan berarti katak tanduk hidung panjang tidak berkomunikasi sama sekali dengan sesama.

Bentuk komunikasi utama dari katak yang satu ini sama seperti katak lain, yakni suara. Animalia melansir kalau suara katak tanduk hidung panjang terdengar metalik dengan bunyi yang terdengar seperti honk atau henk. Kadang, mereka juga dapat menghasilkan suara kecil berbunyi ching. Menariknya, katak yang satu ini sangat sensitif saat mengeluarkan suara. Sebab, begitu mereka mendengar suara gangguan sedikit saja (biasanya dari hewan besar atau predator), katak ini akan langsung diam dan segera menjauh demi menghindari kemungkinan buruk.

4. Sistem reproduksi

Ukuran antara katak tanduk hidung panjang jantan (kiri) dan betina (kanan) sangat kontras. (commons.wikimedia.org/Mohamad Jakaria)

Tidak banyak informasi yang dapat dihimpun soal sistem reproduksi katak tanduk hidung panjang. Sebagai contoh, tidak disebutkan tentang ritual perkawinan ataupun kapan waktu bereproduksi yang sesuai bagi mereka. Sejauh ini, fakta reproduksi yang direkam dari spesies ini kebanyakan berasal dari spesimen yang dikembangbiakkan di penangkaran. Layaknya katak pada umumnya, katak tanduk hidung panjang termasuk hewan ovipar dan mengalami proses metamorfosis.

Dilansir Animal Diversity, jumlah telur yang dihasilkan katak ini terbilang sedikit. Selain itu, telur katak tanduk hidung panjang biasanya akan diletakkan di bawah batu atau batang pohon di dalam sungai atau aliran air lain. Kadang, telur ini dapat mengambang di atas air. Secara ukuran, telur katak ini terbilang besar. Setelah menetas, berudu katak tanduk hidung panjang akan mengalami proses metamorfosis hingga dewasa.

5. Status konservasi

status populasi katak tanduk hidung panjang agak unik (commons.wikimedia.org/Pavel Kirillov)

Jika merujuk pada IUCN Red List terkait status konservasi katak tanduk hidung panjang, sebenarnya amfibi ini masih masuk dalam kategori hewan dengan kekhawatiran rendah (Least Concern). Selain itu, tren populasi mereka di alam juga terbilang stabil meski tidak disebutkan secara akurat jumlah individu mereka. Sayangnya, bukan berarti persebaran katak tanduk hidung panjang merata di seluruh peta persebaran mereka. 

Ada satu kasus khusus di Singapura karena katak yang satu ini justru masuk dalam daftar terancam punah. Dilansir Amphibians, Red List for Singapore secara spesifik memasukkan katak tanduk hidung panjang dalam daftar hewan terancam punah (Endangered). Di sana, katak ini sulit menemukan habitat yang sesuai karena lingkungan yang rusak dan tidak/belum adanya perlindungan secara menyeluruh. Saking sedikitnya jumlah katak ini di Singapura, diperkirakan kalau hanya tersisa 50—100 individu katak tanduk hidung panjang di sana.

Kasus populasi katak tanduk hidung panjang di Singapura ini memang menjadi sesuatu yang menarik sekaligus mengkhawatirkan. Kadang, populasi hewan yang terlihat aman secara global tidak melulu menunjukkan kondisi yang sama jika membahas negara atau habitat spesifik. Apalagi, seluruh spesies amfibi di dunia saat ini sebenarnya juga sedang menghadapi masalah yang serius terkait populasi mereka karena pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Duh, semoga saja katak yang satu ini tidak ikut terancam di peta persebaran mereka yang lain pada masa mendatang, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎