Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret lekewe gunung dewasa
potret lekewe gunung dewasa (commons.wikimedia.org/Darren Obbard)

Intinya sih...

  • Lekewe gunung memiliki persebaran terpisah di Afrika bagian selatan, timur, dan barat.

  • Mereka hidup secara berkelompok dengan struktur kelompok yang unik.

  • Status konservasi mereka terancam punah akibat ulah manusia.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Afrika terkenal dengan berbagai spesies antelop (famili Bovidae) yang tinggal di dalamnya. Bayangkan saja, mulai dari ujung utara, selatan, barat, dan timur dari benua yang satu ini, pasti ada satu spesies antelop yang tinggal di habitat tertentu. Salah satu spesies antelop yang akan dibahas kali ini adalah lekewe gunung (Redunca fulvorufula).

Dari ukuran, spesies antelop yang satu ini terbilang kecil menuju sedang. Panjang tubuh mereka sekitar 100—136 cm, tinggi 65—89 cm, dan bobot 35—65 kg. Tentunya, ada dimorfisme seksual pada spesies ini. Adapun, hanya jantan yang menumbuhkan tanduk sepanjang 13—35 cm dan berukuran lebih besar dari betina. Soal penampilan, lekewe gunung memiliki rambut halus dan lembut yang berwarna abu-abu kekuningan. Pada bagian bawah dan sekitar mulut, ada sedikit warna rambut putih. Lantas, ada beberapa fakta menarik dari antelop ini yang akan segera kita kupas satu per satu. Yuk, simak pembahasan di bawah ini sampai tuntas!

1. Peta persebaran, habitat, dan makanan favorit

ilustrasi peta persebaran tiga subspesies lekewe gunung (commons.wikimedia.org/Vardion)

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, lekewe gunung termasuk spesies antelop penghuni Afrika. Uniknya, letak geografis persebaran hewan yang satu ini ternyata relatif terpisah cukup jauh antar masing-masing populasi. Animal Diversity melansir kalau ada lekewe gunung yang tinggal di sekitar Afrika bagian selatan (Botswana dan Afrika Selatan), Afrika bagian timur (Tanzania, Kenya, Uganda, Sudan, dan Ethiopia), dan Afrika bagian barat (hanya di Kamerun). Adapun, ketiga populasi lekewe gunung yang berbeda membuat spesies hewan ini terbagi lagi atas tiga subspesies, sesuai dengan persebaran masing-masing.

Sementara itu, pilihan habitat dari lekewe gunung ternyata cukup bervariasi. Mereka utamanya tinggal di kawasan bukit setinggi 1.400—5 ribu meter di atas permukaan laut dengan padang rumput yang luas. Namun, kadang mereka tinggal pula di kawasan yang lebih rata, area dengan banyak pepohonan, sampai sekitar sumber air. Soal kapan waktu untuk melakukan aktivitas, lekewe gunung terbilang sangat fleksibel. Selama tidak memerlukan istirahat, antelop ini dapat beraktivitas saat Matahari terbit ataupun di tengah gelapnya malam.

Kemudian, hewan yang satu ini tentu tergolong sebagai herbivor sejati. Makanan utama mereka ialah rumput-rumput dengan nutrisi tinggi. Oleh sebab itu, lekewe gunung selalu menyeleksi area rumput yang hendak dikonsumsi. Oh, ya, seperti yang disebutkan di atas, antelop ini sering berada dekat dengan sumber air. Hal ini karena ketergantungan lekewe gunung terhadap air tawar setiap harinya.

2. Kehidupan sosial lekewe gunung

dua lekewe gunung yang sedang bermain (commons.wikimedia.org/Kelly Abram)

Selayaknya mayoritas antelop di Afrika, lekewe gunung juga hidup secara berkelompok. Namun, struktur kelompok hewan ini terbilang unik karena jumlah mereka yang sedikit dan perbedaan perilaku antara jantan, betina, dan lekewe gunung muda. Dilansir Ultimate Ungulate, betina paling banyak membentuk kelompok berjumlah 3—12 individu yang terdiri atas betina dan anak-anak mereka. Sementara itu, jantan lebih condong hidup menyendiri dan punya batas teritorial antarjantan. Sementara, lekewe gunung muda, khususnya jantan muda, turut membentuk kelompok sementara dengan jumlah lebih kecil lagi ketimbang kelompok betina.

Meski lebih suka menyendiri, seekor jantan dewasa sebenarnya cukup toleran dengan kehadiran kelompok betina ataupun lekewe gunung muda. Ia hanya akan jadi agresif saat jantan dewasa lain masuk ke wilayahnya yang punya luas sekitar 15—48 hektare. Ketika bertarung, para jantan dewasa akan mengeluarkan suara khusus sembari mempersiapkan postur menyerang. Kalau hal tersebut tak dihiraukan, agresi berupa kontak fisik dengan tanduk tak jarang terjadi.

Di sisi lain, kelompok betina akan saling menjaga satu sama lain. Mereka lebih banyak tinggal di tempat yang rata supaya mudah mengamati predator. Kalau temperatur sedang panas, kawanan lekewe gunung akan mencari tempat yang teduh untuk beristirahat.

3. Sederet cara untuk bebas dari sergapan predator

Indra penciuman dan penglihatan lekewe gunung sangat hebat dalam mendeteksi predator. (commons.wikimedia.org/Derek Keats)

Tinggal di Afrika berarti harus siap dengan berbagai bahaya yang ada di sekitar, terutama dari predator. Ada banyak hewan yang menargetkan lekewe gunung sebagai menu makanan, misalnya singa, anjing liar afrika, macan tutul afrika, kucing karakal, dan jakal. Untuk itu, lekewe gunung perlu berbagai adaptasi supaya dapat mempertahankan diri. Beruntungnya, hewan ini punya beberapa cara jitu untuk lepas dari kejaran predator.

Cara paling utama tentu dengan berlari setelah mengonfirmasi adanya predator. Hewan yang satu ini mampu berlari sampai kecepatan 90 km per jam. Tak hanya cepat, lekewe gunung tergolong lincah saat berlari, mengingat habitat alami mereka yang berupa kawasan bukit dan gunung yang curam. Tentunya, sebelum mulai berlari, lekewe gunung perlu mendeteksi keberadaan predator di sekitar dan di sinilah peran kawanan muncul.

Dilansir Animal Diversity, saat ada satu individu lekewe mendeteksi keberadaan predator, ia akan mulai mengeluarkan suara seperti peluit yang melengking. Bagi anggota kelompok yang lain, suara itu jadi sinyal untuk segera mengambil langkah seribu. Uniknya, suara khas lekewe gunung saat mendeteksi predator ini turut jadi alarm bagi hewan-hewan lain di sekitar yang tentunya sangat bermanfaat untuk keselamatan mereka.

4. Sistem reproduksi

sepasang lekewe gunung yang sedang minum (commons.wikimedia.org/Bernard DUPONT)

Lekewe gunung termasuk hewan poligini. Jantan akan kawin dengan beberapa betina di sekitar wilayahnya. Musim kawin bagi antelop ini dapat terjadi kapan saja sepanjang tahun, selama betina siap mengandung. Meski begitu, kebanyakan proses perkawinan terjadi saat puncak musim kemarau.

Animalia melansir kalau lekewe gunung betina akan mengandung selama 8 bulan setelah pembuahan berhasil. Hanya ada 1 anak yang lahir dalam 1 periode reproduksi. Menariknya, betina biasanya akan menyembunyikan anak yang baru lahir ke area dengan vegetasi lebat selama 1 bulan pertama. Setelah itu, barulah sang anak diperkenalkan dengan kelompok induk. Lekewe gunung jantan sudah dapat dikatakan dewasa saat berusia 27 bulan, sementara betina sekitar 9—24 bulan. Di alam liar, spesies antelop ini diperkirakan dapat hidup sampai usia 18 tahun.

5. Status konservasi

Akibat ulah manusia, saat ini populasi lekewe gunung sedang dalam bahaya. (commons.wikimedia.org/Bernard DUPONT)

Dalam catatan IUCN Red List, lekewe gunung masuk dalam kategori hewan terancam punah (Endangered). Selain itu, tren populasi antelop ini terbilang terus menurun tiap tahunnya yang membuat kekhawatiran semakin bertambah. Adapun, alasan kenapa status ini disematkan pada mereka tak jauh dari ulah manusia.

African Wildlife Foundation melansir kalau lekewe gunung sering jadi target perburuan, entah dari pemburu liar, masyarakat setempat untuk mencari daging, ataupun olahraga berburu. Masalah lain yang dihadapi hewan ini ialah konflik dengan manusia akibat lekewe gunung yang sering masuk ke lahan pertanian manusia. Mereka tak jarang mengonsumsi gandum atau tanaman lain yang ditanam manusia sehingga petani mau tak mau harus menghabisi mereka. Sebenarnya, masalah yang satu ini merupakan konsekuensi dari ekspansi lahan yang dilakukan manusia ke habitat alami lekewe gunung.

Akibat beberapa permasalahan tersebut, populasi lekewe gunung diperkirakan sekitar 36 ribu individu. Subspesies yang tinggal di Afrika bagian selatan punya porsi paling besar dengan angka 33 ribu individu, subspesies di Afrika timur sekitar 2.900 individu, dan subspesies di Afrika barat malah hanya tersisa 450 individu. Duh, semoga saja antelop yang satu ini bisa terus lestari lewat upaya konservasi yang maksimal, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎