5 Fakta Negara Komoro, Tempat Bertemunya Afrika dengan Dunia Arab

- Sejarah awal Komoro tidak terdokumentasi dengan baik, tetapi diyakini telah dieksplorasi oleh pedagang Arab dan Persia di zaman kuno.
- Kepulauan Komoro dipengaruhi oleh tiga bahasa resmi: Komoro, Arab, dan Prancis.
- Populasinya heterogen dengan mayoritas tinggal di kawasan pedesaan.
Komoro adalah negara kepulauan yang terdiri dari tiga pulau utama di Samudra Hindia, yang terletak di lepas pantai timur Afrika. Pulau utama keempat, Mayotte, diklaim oleh Komoro tetapi tetap berada di bawah administrasi Prancis.
Kepulauan vulkanik Komoro, yang sering disebut "pulau harum" karena tumbuhannya yang harum, terkenal akan keindahan alamnya yang memukau. Empat pulau utama, yang digambarkan oleh penulis Komoro Sitti Said Youssouf sebagai "empat batu kecil yang berkilau" di antara Madagaskar dan pantai Mozambik, mencerminkan perpaduan budaya Afrika, Arab, Malagasi, dan Prancis dan pernah memainkan peran penting dalam perdagangan Samudra Hindia yang menghubungkan Afrika Timur dengan Asia. Yuk, simak fakta tentang Komoro berikut ini!
1. Diperkirakan telah dieksplorasi oleh para pedagang Arab dan Persia di zaman kuno

Sejarah awal Komoro tidak terdokumentasi dengan baik, tetapi diyakini bahwa para pedagang Arab dan Persia menjelajahinya pada zaman dahulu. Mirip dengan Madagaskar, kelompok kecil orang Melayu, Indonesia termasuk di antara para pemukim pertama, dengan populasi yang tumbuh secara signifikan setelah para migran berbahasa Bantu tiba dari daratan Afrika, berdasarkan informasi dari Britannica. Kemudian, orang Persia Syirazi diyakini telah memperkenalkan Islam Sunni, yang menjadi agama yang dominan.
Kesultanan Shirazi membangun hubungan dagang di seluruh Samudra Hindia dan membangun ekonomi makmur yang berpusat pada ekspor rempah-rempah dan budak. Meskipun pembukaan Terusan Suez mengurangi peran pulau-pulau tersebut sebagai pusat perdagangan, kepentingan strategisnya tetap ada. Kepulauan Komoro ditempatkan di bawah kendali Prancis pada tahun 1886—1887 dan menjadi wilayah seberang laut Prancis pada tahun 1947, dengan tiga pulau memperoleh kemerdekaan pada tahun 1975.
2. Muncul karena aktivitas vulkanik

Kepulauan Komoro terbentuk oleh aktivitas gunung berapi yang muncul dari dasar Samudra Hindia. Terumbu karang menawarkan perlindungan sesekali dari gelombang laut dan menciptakan tempat yang sangat bagus untuk menyelam. Garis pantainya memiliki pantai berpasir yang luas yang dipenuhi pohon kelapa atau bakau, serta area yang ditandai oleh aliran lava yang kasar atau batuan vulkanik yang halus dan lapuk.
Britannica melaporkan bahwa Grande Comore adalah pulau terbesar dan tertinggi di Komoro. Kawasan selatannya didominasi oleh Gunung Karthala, gunung berapi aktif yang tingginya mencapai 7.746 kaki (2.361 meter) dan telah meletus beberapa kali selama 200 tahun terakhir. Ibu kotanya, Moroni, terletak di pantai barat pulau dekat gunung berapi tersebut, sementara Mitsamiouli terletak di pantai utara.
3. Memiliki tiga bahasa resmi

Komoro memiliki tiga bahasa resmi: bahasa Komoro, bahasa Arab, dan bahasa Prancis. Globalization Partners International menambahkan bahwa bahasa Komoro digunakan secara luas di seluruh kepulauan. Selain itu, berbagai komunitas di negara ini juga menggunakan bahasa lain.
Sebelum penjajahan, bahasa utama yang digunakan di Komoro adalah bahasa Prancis, Arab, dan Swahili. Hubungan dekat antara komunitas Swahili dan Arab memainkan peran penting dalam membentuk bahasa Komoro. Hasilnya, bahasa Komoro berkembang sebagai campuran yang dipengaruhi oleh kedua budaya tersebut.
4. Memiliki populasi yang sangat heterogen

Populasi Komoro memiliki akar leluhur yang beragam. Britannica menjelaskan bahwa imigran Melayu, bersama dengan pedagang Arab dan Persia, telah berbaur dengan orang-orang dari Madagaskar dan berbagai kelompok Afrika. Sebagian besar penduduk berbicara dalam bentuk bahasa Komoro (Shikomoro) yang khas, bahasa Bantu yang mirip dengan bahasa Swahili dan secara tradisional ditulis dalam aksara Arab.
Lebih dari dua pertiga penduduk tinggal di kawasan pedesaan, dengan mayoritas tinggal di dua pulau terbesar. Grande Comore menampung sekitar setengah dari total populasi, Anjouan sekitar 40 persen, dan Mohéli kurang dari 10 persen. Moroni, ibu kotanya, adalah kota yang paling padat penduduknya, dan sekitar 40 persen penduduk negara itu berusia di bawah 15 tahun.
5. Perekonomiannya berbasis pertanian dan perikanan

Komoro tergolong sebagai salah satu negara paling tidak berkembang (LDC) di dunia, dengan perekonomian yang terutama bergantung pada pertanian dan perikanan. Britannica mengungkapkan bahwa meskipun produk domestik brutonya tumbuh sedikit lebih cepat daripada populasinya, negara ini tetap menjadi salah satu yang terendah di dunia. Sejak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1975, perekonomiannya sangat bergantung pada bantuan asing, terutama dari Uni Eropa dan Prancis, bersama dengan dukungan dari Arab Saudi, Jepang, dan Kuwait.
Pertanian subsisten di Komoro menghasilkan tanaman seperti singkong, ubi jalar, pisang, dan beras gunung, tetapi sebagian besar makanan masih harus diimpor. Ternak seperti ayam, kambing, sapi, dan domba juga dipelihara. Sebagian besar wilayah pulau digunakan untuk perkebunan yang menanam vanili (terutama di Grande Comore dan Anjouan), tanaman parfum seperti ylang-ylang (terutama di Anjouan), serta kelapa (sebagian besar di Mohéli), kopi, cengkeh, kakao, dan tanaman lainnya.
Komoro, dengan perpaduan budaya yang khas dan bentang alam yang memukau, merupakan titik pertemuan dinamis antara Afrika dan dunia Arab. Kelima wawasan ini menawarkan sekilas tentang warisan budaya yang kaya dan keajaiban tersembunyi di negara kepulauan tersebut.