Senyawa ini pertama kali ditemukan oleh seorang kimiawan asal Jerman bernama Julius Wilbrand pada tahun 1863. Namun, aplikasi pertama dari senyawa ini bukanlah sebagai bahan peledak melainkan bahan pembuatan cat berwarna kuning.
Potensi TNT sebagai bahan peledak baru diketahui setelah seorang kimiawan asal Jerman bernama Carl Hausseman pada tahun 1891 menemukan potensi TNT sebagai peledak. TNT memiliki sensitivitas terhadap goncangan dan gesekan yang rendah sehingga membuatnya sempat dikeluarkan dari daftar bahan peledak.
Penggunaan TNT sebagai peledak menjadi marak digunakan oleh tentara pada tahun 1902 saat perang dunia 1, khususnya sebagai isi peluru artileri penyerang kapal Inggris yang terkenal dengan pelindung baja yang kokoh. Karakteristik TNT yang tidak sensitif ini membuat peluru artileri memiliki karakteristik armor piercing yang artinya meledak setelah berhasil menembus baja pelindung. Berbeda dengan peluru artileri lainnya yang langsung meledak setelah menghantam baja.
Penggunaan TNT ini segera diadopsi oleh tentara Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara lainnya. Namun, penggunaan TNT yang masif terutama pada saat perang dunia kedua membuat pasokan TNT menjadi tidak cukup sehingga dikembangkan berbagai senyawa turunan TNT yang diperoleh dengan mencampur bahan lain.