9 Hewan yang Bertahan di Ketinggian Ekstrem, Hidup di Atas Awan

- Tikus kecil di Pegunungan Andes menduduki rekor sebagai mamalia hidup di ketinggian tertinggi, dengan kemampuan adaptasi luar biasa.
- Pika Telinga Besar dan Macan Tutul Salju juga mampu bertahan di ketinggian ekstrem berkat variasi genetik yang membantu mereka menggunakan oksigen secara efisien.
- Hewan-hewan lain seperti Yak, Gagak Alpen, Laba-laba Lompat Himalaya, Gazel Tibet, Chiru, dan Marmot Himalaya juga memiliki adaptasi unik untuk bertahan di lingkungan ekstrem.
Di dunia yang ekstrem, di mana suhu membeku dan oksigen menipis, beberapa makhluk hidup justru mampu bertahan dan berkembang. Dari puncak Himalaya hingga dataran tinggi Andes, ada sejumlah hewan yang telah berevolusi untuk hidup di lingkungan dengan tekanan udara rendah dan sumber makanan yang terbatas.
Bagaimana mereka beradaptasi? Dan spesies apa saja yang menduduki rekor sebagai penghuni tertinggi di Bumi? Berikut 9 hewan yang hidup di ketinggian tertinggi.
1. Tikus daun telinga kuning (Phyllotis xanthopygus rupestris)

Pemegang rekor sebagai mamalia yang hidup di ketinggian tertinggi di Bumi adalah seekor tikus kecil yang mendiami Pegunungan Andes.
Pada tahun 2020, seorang ahli biologi dari University of Nebraska-Lincoln menemukan spesies ini berkeliaran di puncak Llullaillaco. Ini merupakan gunung berapi aktif tertinggi kedua di dunia dengan ketinggian 6.739 meter di atas permukaan laut.
Penemuan ini mengejutkan para ilmuwan karena menunjukkan kemampuan luar biasa tikus ini dalam beradaptasi dengan lingkungan ekstrem. Dengan makanan yang sangat terbatas di ketinggian tersebut, para peneliti menduga bahwa spesies ini memiliki hemoglobin yang lebih efisien dalam mengikat oksigen.
Yang lebih menarik, tikus dari spesies yang sama juga ditemukan di habitat yang jauh lebih rendah, bahkan hingga ke permukaan laut.
2. Pika telinga besar (Ochotona macrotis)
Pika Telinga Besar adalah mamalia kecil yang menghuni pegunungan Asia Tengah, termasuk Himalaya. Spesies ini hidup di ketinggian 2.300 hingga lebih dari 6.000 meter di atas permukaan laut.
Hewan ini bersembunyi di celah-celah tebing berbatu dan mengandalkan rumput, ranting, lumut, serta lumut kerak sebagai makanan utama.
Sebagai kerabat dekat kelinci, pika sangat sensitif terhadap suhu panas dan cenderung bermigrasi ke dataran lebih tinggi saat suhu global meningkat. Sementara sebagian besar hewan kesulitan beradaptasi dengan hipoksia di ketinggian ekstrem, Pika Telinga Besar memiliki variasi genetik yang membantunya menggunakan oksigen secara lebih efisien.
3. Macan tutul salju (Panthera uncia)

Macan tutul salju adalah simbol ikonik hewan penghuni pegunungan. Kucing besar ini tersebar di Asia Tengah dan umumnya hidup di ketinggian antara 900 hingga lebih dari 5.000 meter di atas permukaan laut.
Anatominya sangat cocok untuk bertahan di lingkungan dingin dan berbatu, dengan ekor tebal yang membantu keseimbangan dan sebagai selimut. Kaki depannya yang lebih pendek dan kaki belakang yang panjang memungkinkannya melompat hingga 15 meter dalam sekali lompatan.
Meski menjadi predator puncak di habitatnya, macan tutul salju terkenal sulit dipelajari karena sifatnya yang pemalu dan tersembunyi. World Wildlife Fund (WWF) memperkirakan lebih dari 70 persen habitatnya belum tereksplorasi.
Saat ini, populasi macan tutul salju diperkirakan hanya tersisa sekitar 4.000 hingga 6.000 individu di alam liar.
4. Yak (Bos grunniens)

Yak dikenal sebagai hewan tangguh yang menjelajahi lanskap bersalju di pegunungan tinggi, terutama Himalaya. Hewan ini sering digunakan oleh penduduk setempat untuk membawa barang melintasi jalur gunung yang berbahaya.
Meskipun sebagian besar yak telah didomestikasi, populasi yak liar masih bertahan dalam kelompok kecil di alam bebas.
Ketahanan yak terhadap lingkungan pegunungan yang ekstrem berasal dari berbagai adaptasi unik. Bulu tebalnya menjaga panas tubuh, sementara ketiadaan kelenjar keringat yang berfungsi membuatnya lebih tahan terhadap suhu dingin.
Dibandingkan sapi yang hidup di dataran rendah, yak memiliki jantung dan paru-paru yang lebih besar.
5. Gagak Alpen (Pyrrhocorax graculus)

Gagak Alpen, atau alpine chough, adalah burung dari keluarga gagak yang hidup di pegunungan tinggi dari Eropa Barat hingga Asia Tengah. Burung ini terkenal karena kemampuannya berkembang biak di ketinggian ekstrem. Sarang mereka bisa ditemukan di ketinggian 6.500 meter dan bahkan terbang hingga 8.000 meter di sekitar Gunung Everest.
Namun, perubahan iklim bisa memaksa gagak Alpen untuk mencari habitat yang lebih tinggi. Sebuah studi di Pegunungan Alpen Italia bagian barat laut menemukan bahwa burung ini mulai mencari makan di ketinggian yang lebih tinggi pada 2021-2022 akibat kenaikan suhu lokal.
Para peneliti menduga perilaku ini merupakan respons terhadap panas yang meningkat, mengingat spesies ini lebih menyukai lingkungan dingin di dataran tinggi.
6. Laba-laba lompat Himalaya (Euophrys omnisuperstes)
Bahkan di puncak gunung tertinggi, laba-laba tetap bisa ditemukan. Laba-laba Lompat Himalaya adalah salah satu hewan darat yang hidup di ketinggian ekstrem, mencapai lebih dari 6.700 meter di Pegunungan Himalaya.
Hewan kecil ini bertahan di celah-celah batu dan bertahan hidup dengan memangsa lalat serta springtail yang terbawa angin ke habitatnya.
Bagaimana laba-laba ini mampu bertahan di lingkungan yang begitu ekstrem masih menjadi misteri. Adaptasi khusus yang memungkinkannya hidup dalam kondisi oksigen tipis dan suhu rendah belum banyak diteliti.
7. Gazel Tibet (Procapra picticaudata)

Gazel Tibet adalah antelop kecil yang hidup di dataran tinggi Asia Tengah, terutama di Dataran Tinggi Tibet. Spesies ini dapat ditemukan pada ketinggian antara 3.000 hingga 5.750 meter di atas permukaan laut.
Untuk bertahan di habitat yang keras, Gazel Tibet memiliki paru-paru dan jantung yang lebih besar dibandingkan hewan serupa yang hidup di dataran rendah. Adaptasi ini membantunya mengatasi kadar oksigen yang rendah.
Dengan tubuh ramping dan kaki yang kuat, gazel ini juga mampu bergerak cepat di medan berbatu dan terbuka untuk menghindari predator seperti serigala Tibet.
8. Chiru (Pantholops hodgsonii)
Chiru, atau antelop Tibet, adalah mamalia khas Dataran Tinggi Tibet yang hidup pada ketinggian hingga 5.500 meter di atas permukaan laut. Hewan ini tersebar di wilayah China dan India yangg beradaptasi dengan lingkungan yang keras dan sangat dingin.
Salah satu keunggulan utama chiru adalah bulu wolnya yang luar biasa hangat, dikenal sebagai shahtoosh, yang sayangnya menjadikannya target perburuan ilegal.
Untuk bertahan dalam kondisi oksigen rendah, chiru memiliki paru-paru yang lebih besar dan sistem pernapasan yang efisien.
9. Marmot Himalaya (Marmota himalayana)

Marmot Himalaya adalah hewan pengerat besar yang hidup di dataran tinggi pegunungan di China, India, Nepal, dan Pakistan. Spesies ini bisa ditemukan di ketinggian hingga 5.200 meter di atas permukaan laut.
Untuk menghadapi musim dingin yang panjang dan keras, marmot Himalaya memiliki strategi bertahan hidup unik, yaitu berhibernasi selama beberapa bulan. Selama periode ini, mereka mengandalkan cadangan lemak yang dikumpulkan sepanjang musim panas.
Selain itu, marmot hidup dalam koloni dan menggali liang yang dalam untuk berlindung dari predator seperti elang dan rubah.
Hewan-hewan yang hidup di ketinggian ekstrem menunjukkan betapa luar biasanya kemampuan adaptasi makhluk hidup. Dari mamalia berbulu tebal hingga spesies kecil, masing-masing telah mengembangkan cara unik untuk bertahan di lingkungan ekstrem.
Referensi
Storz, Jay F., Marcial Quiroga-Carmona, Juan C. Opazo, Thomas Bowen, Matthew Farson, Scott J. Steppan, and Guillermo D’Elía. “Discovery of the World’s Highest-Dwelling Mammal.” Proceedings of the National Academy of Sciences 117, no. 31 (July 16, 2020).
"It's in the genes – potential hope for pikas hit by climate change". Diakses pada Maret 2025. Standford University.
"Where do snow leopards live? And nine other snow leopard facts". Diakses pada Maret 2025. World Wild Life (WWF).
Ayalew, Wondossen, Min Chu, Chunnian Liang, Xiaoyun Wu, and Ping Yan. “Adaptation Mechanisms of Yak (Bos Grunniens) to High-Altitude Environmental Stress.” Animals 11, no. 8 (August 9, 2021).
Subedi, Sanskar, Ritu Joshi, Samir Karki, and Shila Gurung. “A Checklist of Spiders of Nepal (Arachnida; Araneae).” Heliyon 8, no. 7 (July 1, 2022).
"Tibetan Gazelle". Diakses pada Maret 2025. IUCN Red List.
"Marmota himalayana". Diakses pada Maret 2025. IUCN Red List.