Mengidentifikasi Kerangka Tulang Manusia melalui Kriminologi Forensik 

Kriminologi forensik membantu mengungkap kasus kejahatan

Kejahatan merupakan gejala sosial yang di masyarakat. Layaknya sebuah pulau kecil di tengah luasnya samudera, Kejahatan pasti akan selalu ada di tengah masyarakat mengikuti perkembangan dinamika kehidupan masyarakat itu sendiri. Durkheim mengatakan bahwa kejahatan adalah gejala sosial yang normal. Hal tersebut seperti menyatakan bahwa kejahatan bukanlah kelainan sosial yang harus dihilangkan. Namun, tetap diperlukan adanya pengendalian sosial terhadap permasalahan kejahatan agar kemunculannya tidak melampaui dari kemampuan masyarakat (Mustofa, 2010).

1. Kebutuhan Kriminologi terhadap Ilmu Forensik 

Mengidentifikasi Kerangka Tulang Manusia melalui Kriminologi Forensik Kriminologi (edynamiclearning.com)

Dalam Kriminologi yang merupakan ilmu mempelajari tentang kejahatan, korban merupakan salah satu aspek yang dipelajari. Selain korban, terdapat tiga aspek lainnya, yaitu kejahatan, pelaku dan reaksi sosial masyarakat. Dari setiap kasus kejahatan yang terjadi, hampir dapat dipastikan terdapat korban di dalamnya. Pada kasus kejahatan yang bersifat konvensional khususnya pembunuhan, korban dapat ditemukan dalam berbagai kondisi. Tidak jarang, penyidik menemukan korban tersebut sudah dalam kondisi yang menyisakan kerangka tulang belulang.  Dalam hal ini, diperlukan adanya sebuah ilmu dalam mengungkap identitias dari tulang belulang tersebut yang dikenal dengan ilmu forensik

2. Definisi ilmu forensik

Mengidentifikasi Kerangka Tulang Manusia melalui Kriminologi Forensik Ilustrasi menerapkan ilmu forensik (mcdaniel.edu)

Ilmu forensik sering digambarkan di dalam berbagai tayangan serial TV maupun drama-drama sebagai ilmu yang dimiliki oleh seorang detektif untuk mengungkap suatu kasus kejahatan. Memang tidak sepenuhnya salah, tetapi tentu definisi nya sangatlah kurang. Ilmu forensik merupakan pengaplikasian ilmu sains untuk membantu mengungkap kejahatan yang dilakukan oleh kepolisian dalam sistem peradilan pidana . Ilmu “sains” di sini merujuk pada berbagai bidang disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu kedokteran, odontologi, DNA, psikiatri, psikologi, toksikologi, komputer dan lain-lainnya. Seluruh ilmu tersebut memiliki kontribusinya masing-masing dalam investigasi kejahatan, baik dalam bentuk praktek keilmuannya maupun keterangan ahli di pengadilan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana di Indonesia.

Lalu, dimanakah posisi kriminologi di dalam ilmu forensik? Kriminologi yang selanjutnya disebut dengan kriminologi forensik, akan berada pada posisi generalis. Posisi tersebut mengisi peran sebagai manajer untuk mengatur disiplin ilmu lain yang dapat mendukung untuk berkontribusi dalam pengungkapan kasus kejahatan

3. Aplikasi kriminologi forensik dalam mengenali jasad kerangka tulang manusia 

Mengidentifikasi Kerangka Tulang Manusia melalui Kriminologi Forensik Antropologi forensik menjadi salah satu ilmu di dalam kriminologi forensik (aetv.com)

Pengaplikasian kriminologi forensik dalam mengendali jasad manusia yang hanya meninggalkan tulangnya saja dilakukan pada satu bidang ilmu yang spesifik di dalam kriminologi forensik ini yang disebut “antropologi forensik”. Antropologi forensik merupakan salah satu ilmu terapan di dalam antropologi biologis yang berfokus dalam menganalisis sisa-sisa tulang manusia atau jasad manusia yang tidak utuh lagi.

Cikal bakal ilmu ini dimulai saat digunakan oleh Jeffries Wyman untuk membantu mengungkap kasus pembunuhan mutilasi yang dialami oleh Dr. George Parkman di Universitas Harvard, Boston, Amerika Serikat tahun 1849. Parkman dibnuh oleh seorang profesor kimia Universitas Harvard Bernama John Webster. Fakta yang memperkuat bahwa Parkman dibunuh oleh Webster adalah keterangan dari Wyman yang melakukan identifikasi terhadap beberapa bagian tubuh yang terbakar dan sebagian lainnya disimpan di salah satu toilet Universitas Harvard. Wyman mempertegas dari hasil identifikasinya dengan mendemonstrasikan potongan tubuh yang terbakar tersebut.

Kasus kejahatan pembunuhan lainnya juga pernah terjadi di abad ke-19 tepatnya tahun 1899 di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu seorang pria bernama Adolph Luetgert seorang produsen sosis menjadi tersangka pembunuhan istrinya sendiri. Ilmu antropologi kembali dibutuhkan untuk mengenali sebuah patahan tulang kecil yang ditemukan di sebuah pabrik sosis. George A. Dorsey seorang antropolog yang mendapatkan gelar Ph.D dari Universitas Harvard untuk bidang antropologi fisik mengidentifikasi patahan tulang tersebut. Hasilnya, ditetapkan bahwa tulang patahan tulang tersebut merupakan milik korban. Atas hasil keterangan tersebut, Luetgert ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan istrinya dengan membuang mayat ke dalam larutan kalium di salah satu tong pabrik. Antropologi forensik terus berkembang dan dibutuhkan hingga saat di masa Perang Dunia II dan Perang Korea oleh tentara Amerika Serikat. 

4. Cara Antropologi Forensik dalam Mengidentifikasi Kerangka Tulang Manusia 

Mengidentifikasi Kerangka Tulang Manusia melalui Kriminologi Forensik Pexels/FelipeHueb

Ruang lingkung identifikasi yang dilakukan pada antropologi forensik berbeda dengan kedokteran forensik. Antropologi forensik melakukan identifikasi pada tubuh manusia yang tidak utuh, berbentuk mumi atau tulang-belulang, telah terdekomposisi oleh lingkungan di sekitarnya sehingga sangat sulit untuk dilakukan identifikasi oleh ilmu kedokteran forensik.

Terdapat dua tujuan identifikasi di dalam antropologi forensik, yaitu circumstantial identification dan positive identification. Pada circumstantial identification merupakan tahap awal untuk mengenali apakah kerangka tulang yang ditemukan milik seorang manusia atau bukan. Dengan kata lain, circumstantial menjadi tahap pertama untuk dugaan awal berdasarkan penemuan tulang yang berada di lokasi.

Kemudian dilanjutkan dengan positive identification untuk menemukan berbagai identitas seperti, jenis kelamin, tinggi badan, ras, riwayat penyakit hingga penyebab kematian. Umumnya seorang antropolog akan melakukan identifikasi terhadap tulang manusia menggunakan empat teknik, yaitu age, sex, strature, dan ancestry. Misalnya saat ingin mengetahui usia, antropolog dapat melihatnya melalui tulang yang ukurannya panjang, seperti tulang lengan, tulang panggul hingga tulang bagian sendi yang menyambung antar tulang. Sedangkan untuk mengetahui jenis kelamin dari pemilik tulang tersebut, dapat diketahui melalui tiga jenis tulang, yaitu tulang selangka, tengkorak dan tulang femur. Bahkan lebih jauh lagi saat ingin mengetahui ras tau keturunan dari pemilik tulang tersebut dapat dilihat pada bagian tulang tengkorak dan gigi

Tahap akhir dari identifikasi terhadap tulang yang ditemukan adalah dengan merekonsturksi ulang wajah dari pemiliki kerangka tulang tersebut agar identitasnya semakin jelas dan memudahkan penyidik dalam mengenali individu tersebut.

5. Tantangan dan Kebutuhan di Masa Depan

Mengidentifikasi Kerangka Tulang Manusia melalui Kriminologi Forensik Olah tempat kejadian perkara (Pexels.com/cottonbro)

Pada akhirnya ilmu ini kedepannya masih perlu terus dikembangkan. Mengingat jumlah ahli di berbagai bidang dalam kriminologi forensik masih cukup minim dan fasilitas pendukung di Indonesia juga masih sedikit bisa berefek pada pengembangan investigasi kejahatan. Oleh karena itu, dengan hadirnya berbagai tulisan tentang kriminologi forensik dapat memberikan pengetahuan dan menarik minat masyarakat.

Seperti itulah penjelasan singkat mengenai salahh satu cara kriminologi forensik dalam mengidentifikasi jasad manusia yang telah menjadi kerangka tulang. Apakah Anda tertarik untuk lebih mendalaminya?

Baca Juga: Cuma Ada 5 se-Indonesia, Berminat Kuliah di Program Studi Kriminologi?

Ikbar Raihan Rasyiq Photo Writer Ikbar Raihan Rasyiq

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ane Hukrisna

Berita Terkini Lainnya