Bagaimana jika Hilal Terlihat di Satu Daerah? Ini Pandangan 4 Mazhab

Apakah diwajibkan seluruhnya untuk berpuasa?

Dalam Islam, terdapat cara yang umum dilakukan untuk menetapkan awal bulan Ramadan, yakni hisab dan rukyat. Hisab dalam bahasa Arab berarti "hitungan". Hisab merupakan perhitungan awal bulan pada kalender Hijriah dengan cara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan maupun matahari terhadap bumi. Cara hisab dilakukan dengan ilmu falak atau ilmu pasti sehingga letak hilal (bulan sabit muda pertama) dapat ditentukan secara eksak.

Kemudian, terdapat pula cara rukyat. Dalam bahasa Arab, rukyat berarti "melihat dengan mata atau dengan akal". Dengan kata lain, rukyat merupakan suatu upaya untuk melihat hilal di langit bagian barat sesaat setelah matahari terbenam menjelang awal bulan baru untuk menetapkan kapan awal bulan itu dimulai. Umumnya, rukyat dilakukan menggunakan alat bantu optik seperti teleskop. Dalam metode rukyat, kegiatan observasi terhadap hilal dilakukan secara langsung.

Lantas, bagaimana hukumnya ketika hilal dapat dilihat di satu daerah? Apakah seluruh daerah diwajibkan berpuasa? Berkenaan dengan hal ini, dikenal istilah mathla'. Secara bahasa mathla' berarti tempat terbitnya benda-benda langit. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V, mathla' ditulis dengan matlak yang bermakna daerah tempat terbit matahari, terbit fajar, atau terbit bulan. Sedangkan, menurut istilah falak, matlak merupakan batas daerah berdasarkan jangkauan dilihatnya hilal atau batas geografis keberlakuan hasil rukyat.

Imam mazhab memiliki masing-masing pandangan mengenai mathla'. Berikut dijabarkan tentang batas geografis keberlakuan rukyat berdasarkan empat mazhab yang terdiri dari mazhab Imam Hanafi, mazhab Imam Hanbali, mazhab Imam Maliki, dan mazhab Imam Syafi'i.

1. Mathla' berdasarkan pandangan madzhab Hanafi

Bagaimana jika Hilal Terlihat di Satu Daerah? Ini Pandangan 4 Mazhabilustrasi muslim (unsplash.com/Artur Aldyrkhanov)

Oktavia, P. A (2020) menjabarkan terkait mathla' berdasarkan pandangan mazhab dalam artikelnya yang berjudul "Penentuan Mathla’Hilal:(Tempat Terbit atau Tempat Munculnya)". Melansir artikel tersebut, dalam kitab Al-Fiqhu Ala Madzhabil Arba'ah, Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan bahwa apabila telah ditetapkan rukyatul hilal pada suatu wilayah, maka diwajibkan melaksanakan puasa bagi seluruh wilayah dan tidak ada perbedaan mengenai wilayah yang dekat maupun yang jauh dari wilayah ditetapkannya rukyatul hilal. Jika kabar rukyatul hilal telah sampai pada suatu wilayah, seluruh umat muslim diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa dan tidak diakui adanya perbedaan mathla' secara mutlak.

Wahbah al-Zuhaili menjabarkan pula dalam kitabnya yang berjudul al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu mengenai pendapat ulama Imam Hanafi yang menyatakan, rukyat di suatu negeri berlaku untuk seluruh umat muslim di dunia. Maka dari itu, perbedaan mathla' tidak berlaku terhadap penentuan masuknya awal bulan baru.

Jadi, contoh kasusnya, apabila penduduk bagian barat melaksanakan puasa karena telah melihat hilal, penduduk bagian timur pun diwajibkan untuk melaksanakan puasa. Hal ini berlaku apabila penduduk di bagian timur telah mengetahui kabar tentang munculnya hilal dari penduduk yang menetap di bagian barat (adanya laporan dari dua orang saksi penduduk di bagian barat).

2. Mathla' berdasarkan pandangan madzhab Hanbali

Bagaimana jika Hilal Terlihat di Satu Daerah? Ini Pandangan 4 Mazhabilustrasi muslim (unsplash.com/Nick Fewings)

Dalam kitab Al-Fiqhu Ala Madzhabil Arba'ah, Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan bahwa apabila telah ditetapkan rukyatul hilal di suatu wilayah, maka diwajibkan bagi seluruh wilayah untuk berpuasa. Artinya, apabila telah datang berita terkait rukyatul hilal di suatu negeri, maka seluruh umat muslim di muka bumi wajib menunaikan ibadah puasa, sehingga tidak ada pengaruh perbedaan mathla'. 

Hal tersebut disampaikan pula oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya yang berjudul Al-Mughni, bahwa umat muslim sepakat mengenai wajibnya melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan setelah ditetapkannya rukyatul hilal berdasarkan kesaksian orang yang terpercaya. Kedua pendapat ulama tersebut memberikan kita pemahaman bahwa mazhab Imam Hanbali sepakat dengan pandangan dari mazhab Imam Hanafi, yaitu tidak adanya pengaruh perbedaan mathla' antar wilayah secara mutlak.

Baca Juga: 10 Artis yang Jalani Ramadan Ini Tanpa Pasangan, Tetap Bahagia

3. Mathla' berdasarkan pandangan madzhab Maliki

Bagaimana jika Hilal Terlihat di Satu Daerah? Ini Pandangan 4 Mazhabilustrasi muslim (unsplash.com/Artur Aldyrkhanov)

Mazhab Imam Maliki pun sependapat dengan mazhab Imam Hanafi dan Hanbali. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya yang berjudul Al-Fiqhu Ala Madzhabil Arba'ah, bahwa apabila telah ditetapkan rukyatul hilal pada suatu wilayah, maka diwajibkan melaksanakan puasa bagi seluruh wilayah dan tidak ada perbedaan mengenai wilayah yang dekat maupun yang jauh dari wilayah ditetapkannya rukyatul hilal. Jika kabar rukyatul hilal telah sampai pada suatu wilayah, seluruh umat muslim diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa dan tidak diakui adanya perbedaan mathla' secara mutlak.

Imam Maliki dalam kitab karangannya yang berjudul Hasyiyah ad-Dasuqi 'Alas Syahril Kabir menjelaskan bahwa rukyatul hilal di suatu negeri berlaku untuk seluruh umat muslim di negeri-negeri yang lain. Tidak berpengaruh apakah negeri tersebut jauh dari negeri yang melakukan rukyatul hilal ataukah negeri tersebut dekat darinya. Jadi, adanya perbedaan mathla' tidak menjadi pertimbangan yang berarti.

4. Mathla' berdasarkan pandangan madzhab Syafi'i

Bagaimana jika Hilal Terlihat di Satu Daerah? Ini Pandangan 4 Mazhabilustrasi muslim (unsplash.com/Rachid Oucharia)

Mazhab Imam Syafi'i memiliki pandangan berbeda tentang mathla' dengan mazhab Imam Hanafi, Imam Hanbali, dan Imam Maliki. Dalam kitab Al-Fiqhu Ala Madzhabil Arba'ah, Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan apabila rukyatul hilal ditetapkan pada suatu wilayah, maka wilayah itu dan wilayah lain yang berdekatan dengan wilayah tempat dilakukannya rukyatul hilal diwajibkan untuk berpuasa atas dasar penetapan hilal di wilayah tersebut. Syaratnya, wilayah yang berdekatan itu memiliki mathla' yang sama dengan mathla' wilayah yang melakukan rukyatul hilal dengan batasan jarak kurang lebih 24 farsakh. Sedangkan, wilayah yang jauh dari wilayah ditetapkannya rukyatul hilal tidak diwajibkan untuk berpuasa karena memiliki mathla' berbeda.

Dengan kata lain, apabila suatu negeri melihat hilal, maka pelaksanaan ibadah puasa hanya berlaku bagi negeri yang dekat dari negeri terlihatnya hilal. Negeri yang jauh tidak diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa pada waktu yang telah ditetapkan.

Adapun berkaitan dengan ketentuan jarak mathla' dari lokasi rukyatul hilal, Imam Syafi'i memberikan penjelasannya. Oktavia, P. A (2020) menerangkan, ketentuan jarak mathla' menurut Imam Syafi'i ialah: pertama, hasil rukyat berlaku hanya sejauh jarak qasar salat diizinkan, yaitu kurang lebih 80 kilometer; kedua, hasil rukyat berlaku sejauh delapan derajat bujur; ketiga, hasil rukyat berlaku senegara, misalnya di wilayah Indonesia; keempat, hasil rukyat berlaku sejauh 24 farsakh atau 133 kilometer; kelima, rukyat berlaku bagi wilayah yang jauh dan wilayah tersebut keadaan hilalnya masih mungkin di-rukyat.

Berdasarkan keempat pandangan mazhab mengenai mathla' tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mazhab Hanafi, Hanbali, dan Maliki tidak mengakui adanya perbedaan mathla'. Sedangkan, mazhab Syafi'i mengakui adanya perbedaan mathla' antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Artinya, jika penduduk suatu wilayah melihat hilal, maka wilayah yang berdekatan dengan wilayah terlihatnya hilal memiliki hukum yang sama. Namun, jika kemunculan hilal berbeda, suatu wilayah memiliki hukum yang khusus (adanya perbedaan awal Ramadan).

5. Bagaimana fatwa MUI tentang penetapan awal Ramadan?

Bagaimana jika Hilal Terlihat di Satu Daerah? Ini Pandangan 4 Mazhabilustrasi hilal (alfachriyah.org)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah organisasi independen yang mewadahi para ulama, zu'ama, dan cendekiawan muslim di Indonesia dalam bermusyawarah untuk membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia. Melansir situs Kemenag, salah satu peran MUI ialah pemberi fatwa. Fatwa merupakan penjelasan tentang hukum Islam yang ditanyakan oleh peminta fatwa. 

Dalam menetapkan awal Ramadan, beserta bulan Syawal dan Dzhulhijjah, pemerintah RI menggunakan cara rukyat dan hisab yang berlaku secara nasional. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan pemerintah RI mengenai penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah tersebut. Dalam menetapkannya, Menteri Agama harus berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam, serta Instansi terkait.

Adapun fatwa MUI terkait mathla' hilal terdapat dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, yang berbunyi: Keempat, hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal di-rukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla'-nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.

Berdasarkan pandangan terkait mathla' menurut MUI tersebut, dapat diartikan bahwa di mana pun terdapat kesaksian hilal yang di-rukyat dalam wilayah hukum Indonesia, maka kesaksian tersebut dapat diterima. Pun kesaksian lain di wilayah sekitar Indonesia yang telah disepakati sebagai satu mathla', yaitu negara Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura, dapat diterima kesaksiannya.

Baca Juga: Ramadan Kareem atau Ramadan Mubarak? Ini Ucapan yang Tepat

Riani Shr Photo Verified Writer Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya