buaya muara yang sedang berjemur (commons.wikimedia.org/Molly Ebersold of the St. Augustine Alligator Farm)
Buaya muara atau buaya air asin (Crocodylus porosus) tak diragukan lagi adalah reptil paling besar di dunia. Meski panjang 2,3—7 meternya masih kalah dengan beberapa jenis ular, tetapi soal bobot tak ada reptil lain yang bisa mengalahkannya. Rata-rata memiliki bobot 150—300 kg, tetapi individu terbesar setidaknya bisa mencapai bobot 1.200 kg. Buaya ini bisa dibilang sangat fleksibel karena dapat hidup di kawasan air tawar, air payau, serta air asin.
Tak hanya habitat yang fleksibel, peta persebaran buaya muara pun terbilang sangat luas. Dilansir Britannica, buaya ini ditemukan mulai dari kawasan Asia Selatan hingga Australia. Artinya, negara-negara seperti India, Bangladesh, Sri Lanka, Myanmar, Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Indonesia, Timor Leste, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, hingga pesisir utara Australia.
Buaya muara sendiri merupakan predator puncak yang menyergap mangsa ketika lengah di dekat badan air. Dengan kekuatan gigitan terkuat kedua dari hewan lain di seluruh dunia, yaitu sekitar 3.700 psi, menyeret mamalia yang berbobot ratusan kilogram tentu sangat mudah bagi buaya ini. Lebih-lebih lagi, reptil ini dipersenjatai dengan gigi-gigi yang sangat tajam sepanjang 13 cm.
Ada cukup banyak catatan serangan dari buaya muara terhadap manusia. Biasanya, ketika seseorang beraktivitas di sekitar sungai dan tak fokus dengan keadaan sekeliling, buaya yang sedang lapar bisa saja menganggapnya sebagai mangsa yang potensial. Kalau sudah tergigit dan diseret ke dalam air oleh predator raksasa ini, biasanya tak akan berakhir dengan baik.
Maka dari itu, di negara-negara tempat buaya ini ditemukan, biasanya ada larangan keras untuk berenang ataupun berada di sekitar badan air yang jadi rumah buaya muara. Selain itu, biasanya buaya muara yang diketahui sudah membunuh dan mengonsumsi manusia akan diburu ataupun direlokasi. Oceana melansir bahwa biasanya buaya muara yang memburu manusia itu ada dalam kondisi kelaparan. Sebab, pada kondisi normal, biasanya buaya ini akan menghindari kontak dengan manusia.
Di lain sisi, kita pun sebenarnya juga sama-sama sering memburu buaya muara. Biasanya, buaya ini diburu untuk dimanfaatkan daging dan telurnya untuk dikonsumsi. Selain itu, kulit mereka juga sangat berharga untuk menciptakan berbagai benda fesyen, semisal tas, ikat pinggang, dan sepatu.
Perburuan ini sebenarnya berakibat buruk bagi populasi buaya muara. Selain berkurang jumlah individunya, peta persebaran mereka pun sebenarnya turut tergerus. Sebab, dulunya buaya ini bisa ditemukan di seluruh Asia Tenggara, tetapi kini sudah tak dapat dijumpai di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam.