Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Perang Seratus Tahun (commons.wikimedia.org/Wellcome Images)
Ilustrasi Perang Seratus Tahun (commons.wikimedia.org/Wellcome Images)

Dalam sejarah umat manusia, perang, revolusi, dan krisis sering kali dipandang sebagai hasil keputusan politik hingga konflik ideologis. Namun, ada satu elemen penting yang sering kali terlewatkan dalam narasi sejarah, yaitu cuaca ekstrem. Tidak jarang, perubahan kondisi cuaca menjadi faktor krusial yang membentuk jalannya peristiwa besar dunia.

Cuaca bukan sekadar latar dalam sebuah kejadian; dalam banyak kasus, ia adalah pemain utama. Dari letusan gunung berapi yang menggelapkan langit dunia hingga badai salju yang melumpuhkan kekuatan militer, cuaca ekstrem telah berulang kali membuktikan bahwa kekuatan alam dapat menjadi penentu dalam urusan manusia. Berikut adalah kelima daftarnya.

1. Tahun tanpa musim panas (1816)

Gunung Tambora (commons.wikimedia.org/Jialiang Gao)

Tahun 1816 dikenal sebagai The Year Without a Summer, sebuah anomali iklim global yang menyebabkan cuaca dingin tak wajar selama musim panas. Fenomena ini dipicu oleh letusan dahsyat Gunung Tambora di Indonesia pada tahun 1815, yang melepaskan abu vulkanik dan menciptakan awan aerosol dalam jumlah besar ke atmosfer. 

Partikel-partikel ini menyebar luas dan menghalangi sinar matahari, menyebabkan penurunan suhu global secara drastis. Cuaca dingin yang tidak sesuai musim menyebabkan gagal panen besar-besaran di Eropa dan Amerika. Kekurangan pangan pun tak terhindarkan, memicu kelaparan, kerusuhan sosial, dan migrasi penduduk secara besar-besaran.

2. Mundurnya Napoleon dari Rusia

Napoleon Bonaparte (pixabay.com/WikiImages)

Invasi Napoleon ke Rusia pada 1812 menjadi salah satu kampanye militer paling tragis dalam sejarah, dengan cuaca ekstrem memainkan peran dalam kehancurannya. Setelah berhasil merebut Moskow, pasukan Prancis menghadapi tantangan logistik dan penyakit, namun malapetaka sebenarnya dimulai ketika musim dingin Rusia datang lebih cepat dari perkiraan.

Suhu turun drastis hingga di bawah titik beku, disertai badai salju yang melanda pasukan yang tidak siap. Jalan-jalan tertutup salju, pasokan makanan habis, dan ribuan tentara tewas karena kedinginan dan kelaparan. Kondisi ini mengubah mundurnya pasukan menjadi bencana kemanusiaan. Cuaca ekstrem menjadi faktor yang memperlemah dominasi Napoleon di Eropa.

3. Kekalahan Hitler di Rusia

Ilustrasi Operasi Barbarossa (commons.wikimedia.org/Cassowary Colorizations)

Selama Perang Dunia II, serangan Jerman ke Uni Soviet yang dikenal sebagai Operasi Barbarossa awalnya berjalan sukses, hingga akhirnya terhenti karena kombinasi cuaca dan medan. Hujan deras pada musim gugur mengubah jalan-jalan tanah menjadi lumpur pekat yang tak bisa dilalui kendaraan dan pasukan.

Ketika musim dingin datang, suhu anjlok hingga -42°C, membuat pergerakan militer nyaris mustahil. Pasukan Jerman yang tidak dibekali perlengkapan musim dingin mengalami penderitaan luar biasa akibat radang dingin, kelelahan, dan kekurangan logistik. Banyak kendaraan tak bisa dioperasikan, senjata macet, dan korban jiwa meningkat drastis.

4. The black monday strom

Ilustrasi Perang Seratus Tahun (commons.wikimedia.org/Wellcome Images)

Pada 13 April 1360, sebuah badai dahsyat menghantam tentara Inggris yang berkemah di luar Chartres, Prancis, saat Perang Seratus Tahun sedang berlangsung. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai The black monday strom, terjadi secara tiba-tiba dengan hujan es besar, petir menyambar, dan suhu yang turun drastis.

Melansir historic-uk, sekitar 1.000 tentara Inggris dan sekitar 6.000 kuda tewas hanya dalam waktu setengah jam. Badai tersebut menyebabkan kerugian bagi pasukan Raja Edward III. Sang raja menafsirkan peristiwa ini sebagai tanda ilahi, dan tak lama setelah itu memilih untuk berdamai. Badai ini secara langsung berkontribusi terhadap tercapainya Perjanjian Bretigny.

5. Badai es sebelum Revolusi Prancis

Ilustrasi Revolusi Prancis (commons.wikimedia.org/Unknown author)

Menjelang Revolusi Prancis, kondisi cuaca yang sangat buruk memperparah ketegangan sosial dan ekonomi di kerajaan tersebut. Pada 13 Juli 1788, badai hujan es menghancurkan panen di sebagian besar wilayah Prancis. Hasil panen yang hancur menyebabkan lonjakan harga bahan makanan pokok, terutama roti, yang saat itu menjadi makanan utama rakyat miskin.

Musibah ini diikuti oleh musim dingin yang ekstrem di tahun 1788–1789, di mana sungai membeku, pabrik berhenti beroperasi, dan distribusi makanan terhenti. Kelaparan meluas dan penderitaan rakyat mencapai titik kritis. Keadaan ini mendorong keresahan yang sudah lama terpendam. Cuaca ekstrem menjadi katalis yang mempercepat pecahnya Revolusi Prancis.

Dari letusan gunung berapi hingga badai salju yang melumpuhkan pasukan perang, kekuatan alam telah terbukti menjadi salah satu faktor paling berpengaruh dalam mengarahkan jalannya sejarah. Dalam kelima peristiwa yang kita bahas, jelas bahwa cuaca ekstrem berperan sebagai titik balik yang menentukan nasib kerajaan, revolusi, bahkan peradaban.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team