ilustrasi alam Australia (pexels.com/Sabel Blanco)
Kombinasi faktor geologi dan biologi menciptakan "laboratorium evolusi" alami di Australia. Isolasi selama 30 juta tahun memungkinkan hewan-hewan ini berevolusi tanpa gangguan kompetitor dari benua lain. Data dari Australian Museum menunjukkan bahwa 20 dari 25 ular paling berbisa di dunia berasal dari Australia.
Namun, riset terbaru mengungkap hal menarik. Meski punya hewan paling berbisa, Australia justru memiliki angka kematian akibat gigitan terendah di dunia, tepatnya hanya 2—4 kasus per tahun. Hal ini berkat sistem antivenom tercanggih dan kesadaran masyarakat akan bahaya fauna lokal di sana.
Ahli ekologi, Dieter Hochuli dari University of Sydney menjelaskan bahwa tingkat keanekaragaman hayati Australia yang tinggi menciptakan persaingan ekstrem. Racun menjadi senjata evolusi untuk mempertahankan ekologisnya. Proses ini diperkuat oleh penelitian genomik yang menunjukkan bahwa percepatan mutasi gen penyandi racun pada ular Australia dibanding kerabatnya di benua lain.
Adapun dari perspektif konservasi, keberadaan hewan-hewan ini justru menjadi indikator kesehatan ekosistem. Ular taipan, misalnya, berperan sebagai pengendali alami populasi tikus yang merusak lahan pertanian. Pemahaman ini mendorong upaya pelestarian berbasis sains alih-alih penghancuran.
Kenapa Australia banyak hewan berbisa akhirnya terjawab sebagai hasil interaksi kompleks antara sejarah geologi, tekanan evolusi, dan ketahanan ekosistem. Fenomena ini bukan ancaman, melainkan keajaiban alam yang patut dilestarikan.
Referensi:
"Why do so many dangerous animals live in Australia?". Cosmos Magazine. Diakses Februari 2025.
"Why does Australia have so many venomous animals?". Live Science. Diakses Februari 2025.
"Why Does Australia Have Some of the Deadliest Creatures on Earth?". Discover Magazine. Diakses Februari 2025.